Akankah Saya Alami Masalah Kesuburan? Akankah Istri Saya Keguguran?

Rizki Gaga
Wartawan Tempo 2011 - 2016, Redaktur kumparan 2016 - sekarang. Orang Bandung lulusan Jurnalistik Unpad.
Konten dari Pengguna
6 September 2021 16:14 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizki Gaga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Image by Dominic Winkel from Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Image by Dominic Winkel from Pixabay
ADVERTISEMENT
Terlepas dari detail adegan-adegan memukau dan kisah cinta membuai, novel All Your Perfects (Colleen Hoover, 2018) malah membuat saya paranoia.
ADVERTISEMENT
Gara-garanya: Persoalan kesuburan dan keguguran—yang dialami pasangan Graham dan Quinn—bisa meruntuhkan mental dan menghancurkan keharmonisan.
Saya memang belum ingin punya anak, menikah pun belum. Tidak pernah terbesit dalam pikiran saya soal kesuburan-keguguran dan hal-hal di seputarnya itu.
Teman-teman di lingkungan saya banyak yang punya anak. Ada, memang, yang keguguran, tapi tak lama mereka selalu berhasil punya anak—akibatnya sering saya berpikir kesuburan-keguguran cuma masalah waktu.
Tapi bagaimana bila kelak saya malah mengalami masalah kesuburan? Bagaimana bila istri saya nanti terkena musibah keguguran?
Saya mulai mengingat-ingat peristiwa keguguran di lingkungan teman-teman saya. Ternyata setahun ini saja ada dua peristiwa:
Pertama, kesuburan. Ada teman saya yang usia pernikahannya memasuki tahun keempat belum punya anak sampai sekarang. Istrinya belum juga hamil.
ADVERTISEMENT
Kedua, keguguran. Ada teman saya yang sudah hamil besar tiba-tiba mengabarkan ia mengalami keguguran (besar kemungkinan karena ia sering naik-turun tangga).
Semakin saya mengingat semakin saya sadari banyak teman saya yang mengalami masalah kesuburan-keguguran. Saya langsung tertohok dan cemas. Ternyata kasus ini amat dekat.
Saya ingin mencari jawaban atas pertanyaan "berapa banyak sih kasus kesuburan-keguguran sekarang ini di Indonesia?" namun mendapatkan jawabannya sungguh sulit. Laman resmi lembaga pemerintah tidak praktis dan bikin pusing.
Prameshwari Sugiri, Pemimpin Redaksi kumparanMOM, menawarkan bantuan mencari jawaban atas pertanyaan tersebut lewat koneksi-koneksinya, tapi saya tolak. Data pemerintah begini harusnya mudah diakses publik.
Soal data, paling cuma satu berita CNN yang konteksnya mudah dipahami. Yaitu: 1 dari 10 wanita (di dunia) berpotensi mengalami keguguran. 1 dari 10, betapa menyeramkan itu.
ADVERTISEMENT
Salah satu solusi adalah program kehamilan—yang ternyata amat mahal. Per datang untuk konsultasi dan mendapatkan obat saja minimal Rp 3 juta. Apalagi kalau ada "tindakan dokter", bisa Rp 8 juta. Dan asuransi tidak meng-cover ini.
Sejauh pengalaman teman-teman saya yang menjalaninya, program kehamilan sungguh berat di ongkos. Bagaimana mungkin masyarakat miskin bisa ikut program tersebut kalau begitu kondisinya?
Masalah kesuburan-keguguran memang bukan akhir dari segalanya, dan mereka yang mengalaminya bukan berarti tidak bisa menjadi suami-istri atau orang tua yang baik.
Tetap saja. Pemerintah harus menaruh perhatian lebih terhadap hal ini.