Candi Borobudur Tanpa Rp 750 Ribu

Rizki Gaga
Wartawan Tempo 2011 - 2016, Redaktur kumparan 2016 - sekarang. Orang Bandung lulusan Jurnalistik Unpad.
Konten dari Pengguna
7 Juni 2022 17:07 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizki Gaga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
[Kredit foto: Oscar Siagian/Getty Images]
zoom-in-whitePerbesar
[Kredit foto: Oscar Siagian/Getty Images]
ADVERTISEMENT
Keras dan kasar seperti batu. Ya memang itu batu. Dalam samar-samar ingatan saya, seperti itulah permukaan tangan patung Buddha (arca) di Candi Borobudur, Magelang.
ADVERTISEMENT
Konon orang yang berhasil menyentuh tangan patung melalui bolong-bolong stupa, rezekinya akan lancar. Apalah saya yang waktu itu mesti dibantu ibu demi bisa memanjat stupa.
Usia saya masih (terlalu) muda, masih jadi siswa sekolah dasar (SD). Persisnya usia berapa tahun, saya tidak ingat. Ibu saya, yang barusan saya tanyai soal ini, juga sudah lupa.
Selain naik candi, kami juga berpiknik di pelataran situs bersejarah itu. "Kami" ini segerombol keluarga saya: Ada uwa-uwa (uak—kakak dan adik ibu) bersama anak-anaknya, ada juga adik semata wayang saya.
Saya sangat mengingat momen piknik ini karena telinga saya disengat lebah. Saya masih ingat ada suara mirip nyamuk di telinga, dan cusss tiba-tiba sakit. Rasa sakit itu sungguh sakit. Sakiiittttt sekali. Saya menangis, berteriak-teriak demikian sakitnya.
ADVERTISEMENT
#
Semua ingatan tentang Candi Borobudur itu menyeruak ketika Luhut Binsar Pandjaitan selaku Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi menyatakan harga tiket naik candi, naik menjadi Rp 750 ribu per orang dewasa.
Saya membayangkan apabila tarif naik Candi Borobudur sudah sedemikian mahalnya (dengan konversi rupiah) kala itu, besar kemungkinan keluarga saya tidak mampu bayar tiket naik. Dan bisa jadi kisah anak-anak seperti saya itu tidak ada.