Dalam Dingin Ini

Rizki Gaga
Wartawan Tempo 2011 - 2016, Redaktur kumparan 2016 - sekarang. Orang Bandung lulusan Jurnalistik Unpad.
Konten dari Pengguna
20 April 2020 22:36 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizki Gaga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sengaja AC 18 derajat celsius saya biarkan menyembur semalaman sehingga subuh di kamar saya adalah waktu dingin paling dingin.
ADVERTISEMENT
Sama sengaja-nya dengan membiarkan sisa air wudu ini menempel di kulit. Supaya saya dapat menggigil.
Karena hanya dalam dingin ini saya terkenang Bandung. Dan karena hanya dalam dingin ini saya mengenang ayah.
Dingin pada setiap subuh kala itu lebih menusuk. Mungkin saya masih terlalu kurus sehingga tusukannya pada kulit terasa menembus ke tulang.
Kepala sampai leher saya terlilit sarung. Sedangkan dia selalu terlihat hangat dengan jubah gamis putih kesukaannya.
Karena masih temaram maka di atas kami bertabur bintang. Walau penglihatan masih buram tapi dagu kami terangkat lantang.
Suara gesekan sandal kami beradu merdu di jalanan tanah yang berbatu. Bersahutan dengan nada daun yang tak pernah mau membisu.
Langkah kami kadang lambat kadang cepat. Tergantung giliran siapa yang ketiban sakitnya menginjak kuncup bebatuan kecil yang menyembul menembus karet.
ADVERTISEMENT
Belok kanan, belok kiri, lalu lurus. Langkah demi langkah kami taklid, dari rumah menuju masjid.
Setibanya, kami membasuh kaki meluruhkan debu. Sering pula membasuh bersih kaki yang telanjur berlumpur.
Entah kau di mana sekarang tapi sungguh saya ingin datang, bersebelahan, mendirikan salat pertama sebelum azan subuh berkumandang.
(Photo: ShutterStock)