Kuliah Jurnalistik, Karier Jurnalis

Rizki Gaga
Wartawan Tempo 2011 - 2016, Redaktur kumparan 2016 - sekarang. Orang Bandung lulusan Jurnalistik Unpad.
Konten dari Pengguna
27 Juni 2022 22:24 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizki Gaga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Saya (kiri) si jaket Jurnalistik Hitam (Unpad Dago) dan Agun si jaket Jurnalistik Biru (Unpad Jatinangor). FIKOM SATU!
zoom-in-whitePerbesar
Saya (kiri) si jaket Jurnalistik Hitam (Unpad Dago) dan Agun si jaket Jurnalistik Biru (Unpad Jatinangor). FIKOM SATU!
ADVERTISEMENT
Di samping "benar-benar kuliah" dan "benar-benar main", setahun pertama jadi mahasiswa Universitas Padjadjaran kala itu adalah masa-masa bimbang. Sebagai anak didik di Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom), kami harus memilih satu dari tiga jurusan yang tersedia, yang akan kami tempuh mulai tahun kedua.
ADVERTISEMENT
Tiga itu adalah: Jurusan Hubungan Masyarakat (Humas), Jurusan Manajemen Komunikasi (Mankom), dan yang terakhir adalah Jurusan Jurnalistik. Saya urutkan begitu berdasarkan favoritisme mahasiswa di angkatan saya.
Humas jadi yang (disebut) pertama karena kebiasaan para senior kami. Mungkin sekaligus melatih dan membayangkan profesi Humas betulan, maka para mahasiswa (terutama mahasiswi) Jurusan Humas memang menarik dan menawan. Dari yang dapat terlihat saja, contohnya soal berpakaian, mereka jarang sembarangan—level mereka bukan lagi "minimal rapi" tapi sudah di atas rapi. Belum lagi mereka kebanyakan wangi.
Dengan kredibilitas begitu, jangan heran bila para mahasiswi Humas menjadi incaran mahasiswa lain entah itu dari Fikom, dari Unpad, atau dari kampus-kampus lain. Konon kalau sampai ada mahasiwa ITB (Institut Teknologi Bandung) yang bisa berpacaran dengan mahasiswi Fikom maka itu … ! (lelucon ini biar orang-orang seumuran saya saja yang tahu)
ADVERTISEMENT
Jurusan Mankom, di sisi lain, menjadi pilihan kebanyakan laki-laki di angkatan saya. Terlepas dari apa maunya mereka (besar kemungkinan karena ada anggapan "di Mankom gampang lulus"), saya sering menyindir orang-orang yang masuk Mankom sesungguhnya adalah orang-orang yang takut masuk Jurnalistik, hahaha!
[Saya tidak bermaksud merendahkan, hanya saja adegan-adegan itu terulang di kepala]
Jurusan Jurnalistik memang seperti berada di dunia lain. Hasil pengamatan kami selama setahun pertama berkuliah sudah banyak menjawab pertanyaan-pertanyaan seram tentang jurusan satu ini:
Bagaimana dosen-dosennya? Seram.
Bagaimana tugas-tugasnya? Seram.
Bagaimana sidangnya? Seram.
Bagaimana ospek himpunan mahasiswanya? Serammmmm (m-nya 5).
Saya (kanan) dan Bang Sahala sang dosen legendaris di Jurnalistik Fikom Unpad.
Secara singkat, siklus hidup mahasiswa jurnalistik adalah begini: Pagi kuliah dimarahi, siang wara-wiri, malam begadang sampai pagi. Lalu itu semua terulang lagi.
ADVERTISEMENT
Momen yang saya ingat waktu saya bimbang memilih jurusan adalah penampakan gerombolan senior saya (dari Jurnalistik) datang dengan mata sayu dan langkah gontai. Jangankan mandi, mungkin baju mereka pun belum ganti. Itu karena sepanjang malam tidak tidur tapi mengerjakan tugas sampai otak dan jari babak belur.
Tapi justru momen itu yang bikin saya terpicu-pacu ingin jadi mahasiswa Jurnalistik.
Pada akhirnya, semua "hidangan kehidupan" mahasiswa Jurnalistik telah saya santap. Banyak yang pahit, banyak yang manis.
Semua rasanya terbayar ketika 16 tahun kemudian—sekarang ini—saya berkarier menjadi jurnalis. Entah privilese apa yang saya miliki di mata Tuhan sehingga selepas kuliah langsung jadi wartawan Tempo dan kini menjadi redaktur kumparan.