Pengalamanku Liput PON Riau, Terpapar Asap, Kena ISPA

Rizki Gaga
Wartawan Tempo 2011 - 2016, Redaktur kumparan 2016 - sekarang. Orang Bandung lulusan Jurnalistik Unpad.
Konten dari Pengguna
16 September 2019 16:05 WIB
comment
25
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizki Gaga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Berita asap di Pulau Sumatera hingga Kalimantan melempar ingatanku pada September 2012. Kala itu, aku ditugaskan meliput Pekan Olahraga Nasional XVIII di Pekanbaru, Riau. Berangkat dari Jakarta dalam kondisi sehat, pulang-pulang terjangkit Infeksi Saluran Pernapasan Atas alias ISPA. Begini ceritanya.
ADVERTISEMENT
Waktu itu aku masih bekerja di Tempo dengan status Calon Reporter. Istilah bekennya: "Carep" (tapi lebih keren lagi Kompas: Cakar alias Calon Karyawan). Masih muda, masih six pack.
Saat PON Riau digelar, aku kebetulan sedang ditugaskan di Desk Olahraga. Mens sana in corpore sano banget deh (kalau ke Gelora Bung Karno enggak usah bayar parkir, hehehe).
Dari kantor Tempo di Velbak, Jakarta, aku sudah mendengar ingar-bingar kabut asap. Banyak yang khawatir asap akan mengganggu pertandingan olahraga. Sila googling judul berita ini: Kabut Asap Kepung Riau, Kontingen PON Was-Was.
Lihat foto ini:
Kabut asap di Pekanbaru, Riau, 13 September 2019. Kredit: ANTARA FOTO/Rony Muharrman
Coba bayangkan kamu main bola dalam kondisi udara seperti di foto itu. Terengah-engah menghirup asap. Duh. Serem.
Tapi begitu tiba di Pekanbaru, semua kengerianku soal kabut asap sirna. Asapnya sih tetap ada, tipis-tipis terlihat, dan kadang ada baunya. Tapi...
ADVERTISEMENT
Waktu itu kabut asap enggak separah sekarang. Wartawan-wartawan dari Jakarta juga asyik-asyik aja.
Pagi-pagi sekali para wartawan sudah nongkrong di teras kantor Gubernur Riau yang disulap jadi Media Center PON. Kami merokok, ketawa-tawa, minum kopi gratis dari panitia.
Lalu berangkat liputan. Ada gerombolan wartawan penyewa motor, biasanya anak-anak online. Ada juga geng wartawan penyewa mobil.
Di Pekanbaru enggak pernah ketemu macet. Kami berpindah dari venue satu ke venue yang lain dengan cepat. Tapi ada saja yang bilang ke redakturnya: "Venue-nya jauh banget mas." (Bukan aku lho ya, jangan suuzon.)
ADVERTISEMENT
Kalau malam sudah mulai larut, aku dan gerombolan wartawan pun diajak makan-makan oleh Gubernur Riau Rusli Zainal. Bahkan pernah diajak ke rooftop kantor gubernur.
Tulisan ini dibuat dengan spontan (UHUY!), jadi aku enggak mempersiapkan foto. Tapi fotonya dikit banget, sih. Waktu itu Tempo juga memberangkatkan dua fotografer andal, Bang Tohar dan Mas Imam, jadi ya aku enggak motret banyak-banyak.
Tapi aku punya bukti sedikit maksa:
Screenshot percakapan di milis, isinya Ayu yang cengin keberadaan aku di Riau.
Bukti 2, berita ini:
---

Kena ISPA

Nah. Sepekan terakhir liputan PON Riau, aku batuk-batuk berdahak terus. Enggak sesak napas, sih, makanya enggak terlalu khawatir dan ngerokok jalan terus. "Ah, paling cuma batuk biasa," dalam hatiku berkata.
Jelang kepulanganku ke Jakarta, batuk semakin menjadi-jadi. Dahak makin banyak. Rokok juga jadi aneh rasanya.
ADVERTISEMENT
Gong-nya adalah di sebuah klinik kesehatan di Ciledug, Tangerang Selatan, dekat kosku dulu. Si ibu dokter minta aku buka mulut, julurin lidah, sambil ia nempel-nempelin stetoskop di dadaku. Lalu ia memvonis: "Ini ISPA," katanya.
Ini adalah ilustrasi orang kaget. Kira-kira begitulah ekspresiku waktu divonis kena ISPA. Sebenarnya ilustrasi ini terlalu lebay dan enggak nyambung sih, ya. | Dari Shutterstock
Anyway, sekarang juga bulan September. Tahun 2019. Sudah tujuh tahun. Tapi asap masih mengganggu.
Bahkan, coba lihat berita dari Pangkalan Bun ini:
Serem abis.
Aku tak punya kuasa dan kekuatan untuk memadamkan asap ini. Bagi tim pemadam, bekerjalah dengan hati-hati, ingat anak dan istri. Bagi pemerintah, hati-hatilah dalam bekerja.
Untuk orang-orang yang terpapar asap, jangan menyerah, tetap jaga diri dan berdoa. Kelak asap ini akan menjadi masa lalu.
Salam.