Sangsi Diksi Aglomerasi

Rizki Gaga
Wartawan Tempo 2011 - 2016, Redaktur kumparan 2016 - sekarang. Orang Bandung lulusan Jurnalistik Unpad.
Konten dari Pengguna
10 Mei 2021 23:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizki Gaga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Detik-detik ribuan pemudik menjebol perbatasan Bekasi-Karawang. | Foto: Fakhri Hermansyah/ANTARA FOTO.
zoom-in-whitePerbesar
Detik-detik ribuan pemudik menjebol perbatasan Bekasi-Karawang. | Foto: Fakhri Hermansyah/ANTARA FOTO.
ADVERTISEMENT
"Aglomerasi" adalah istilah yang susah. Susah diketik, susah disebut, susah dipahami. Ketika disandingkan dengan terminologi "mudik", definisi aglomerasi menjadi tidak klop dengan ekspektasi.
ADVERTISEMENT
Dan dari seonggok kata tersebut-lah penyekatan Bekasi-Karawang kemarin malam jebol oleh ribuan pemudik, menurut saya. Ini beritanya: Pemudik Membeludak, Pos Penyekatan di Perbatasan Bekasi-Karawang Dibuka.
Kita mundur sejenak melihat konteksnya:
Kata "aglomerasi" muncul sebulan lalu akibat tidak adanya ketegasan pemerintah (pusat dan daerah) melarang mudik.
Alih-alih menggunakan diksi "dilarang mudik", yang digunakan adalah "dilarang mudik kecuali daerah aglomerasi."
Aglomerasi, berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), artinya: Pengumpulan atau pemusatan dalam lokasi atau kawasan tertentu.
Contoh pemakaian kata "aglomerasi" yang tepat: Pemerintah Jawa Barat menetapkan daerah Buah Batu sebagai tempat aglomerasi pabrik.
Adapun mudik memiliki arti: Pulang ke kampung halaman (KBBI).
Wacana aglomerasi meruntuhkan ketegasan larangan mudik, ini sama saja seperti ingin mencegah air di bak mandi tumpah tanpa menutup erat keran airnya.
ADVERTISEMENT
Meski oleh juru bicara Satuan Tugas COVID-19 telah ditegaskan bahwa pemerintah melarang apapun bentuk mudik baik aglomerasi atau bukan, tapi pernyataan ini baru muncul pada 6 Mei lalu alias telat sebulan.
Menjalankan pemerintahan memang susah karena yang diatur adalah rakyat senegara. Maka itu komunikasi yang digunakan tidak boleh lagi bertele-tele seakan-akan semua orang bisa mengerti dalam sekali sebut.
Dan bila dalam hal sesimpel ini saja pemerintah (pusat dan daerah) tidak mampu tegas, lantas apa bedanya dengan tidak melarang mudik sama sekali.
Ini kali kedua saya (dan kamu) enggak mudik. Bila masih begini entah apakah akan tidak mudik lagi di tahun ketiga pandemi kelak.