Seandainya Corona Datang Delapan Tahun Lebih Cepat

Rizki Gaga
Wartawan Tempo 2011 - 2016, Redaktur kumparan 2016 - sekarang. Orang Bandung lulusan Jurnalistik Unpad.
Konten dari Pengguna
6 April 2020 23:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizki Gaga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Seandainya corona datang delapan tahun lebih cepat. Maka "isolasi mandiri" saya kurang lebih akan seperti ini:
ADVERTISEMENT
Di atas kasur busa tipis yang basah oleh keringat itu saya bangun. Saya bersila, menyalakan pemanas air, menyobek bungkus kopi instan—lalu melintingnya menjadi pengaduk kecil.
Saya menyalakan rokok, mengapitnya di antara jemari tangan kiri. Tangan yang satunya memegangi ponsel BlackBerry yang melalui layarnya saya mengejar apa-apa saja yang saya lewati sepanjang saya tidur.
Saya—yang jarang sarapan karena biasanya tak menyimpan makanan—kemudian akan mendongakkan kepala ke arah kamar mandi. Kalau kamar mandinya kosong saya mandi.
Katakanlah saya diwajibkan work from home. Maka di bawah atap kos saya kala itu saya akan kembali ke kamar tadi. Yang panas itu. Yang tanpa teve, tanpa radio, tanpa jendela. Bahkan tanpa meja dan kursi.
Bila bosan namun dilarang ke mana-mana, maka saya hanya akan duduk-duduk di depan rumah. Tepatnya, di sisi gang. Memandangi orang-orang yang berlalu-lalang di gang itu.
ADVERTISEMENT
Betapa saya akan berusaha keras agar dapat pulang ke rumah orang tua di Bandung yang dingin itu.
Dan betapa saya merasa bersyukur kini, di tahun 2020 ini, saya melalui pandemi ini dengan segala kecukupan.
Bangun tidur suhunya dingin, kasur empuk dan—terpenting—kering. Sarapan tinggal buka kulkas ambil ini-itu lalu masak di dapur. Mandi air panas lalu menyalakan komputer. Kalau bosan tinggal giling kopi, merokok di samping kolam ikan koi.
Dalam relung pikiran ini terlintas: Bilamana pandemi ini lama, semua kolaps, siapkah saya kembali ke kehidupan yang serba-enggak enak itu?
(ilustrasi keren ini buatan Indra Fauzi/kumparan)
-----
Mumpung kalian di sini, pembaca, mampir ke cerpenku ya. Mengisahkan tentang si "kamar kos panas" itu dari sudut pandang sebuah kipas angin. Sila:
ADVERTISEMENT