Sia-siakah Wfh Kita?

Rizki Gaga
Wartawan Tempo 2011 - 2016, Redaktur kumparan 2016 - sekarang. Orang Bandung lulusan Jurnalistik Unpad.
Konten dari Pengguna
26 Maret 2020 7:15 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizki Gaga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hari kesembilan work from home (wfh). Seorang kolega saya di Depok tiba-tiba punya ide. "Aku mau mampir ke kantor, mau ambil sesuatu," katanya di grup WhatsApp kami, Rabu lalu.
ADVERTISEMENT
Idenya disambut kolega saya yang lain. "Janjian dong. Aku juga mau."
Sepintas tak ada yang salah dengan mereka dan rencana itu. Tapi ini masa-masa karantina. Kendati mereka berdua sehat dan masih muda, apa yang mereka lakukan sungguh berbahaya: Minimal mereka bisa jadi carrier corona.
Bila si kolega ini benar-benar berangkat, tidak mungkin ia tidak bersinggungan dengan orang lain—meskipun dia naik sepeda motor sendiri. Bisa saja corona menempel padanya di lampu merah, di pom bensin, bahkan di gang rumahnya.
Kenapa? Karena corona mungkin ada di luar sana, berputar-putar dari satu orang ke orang lain.
Tidak semua orang benar-benar paham wfh dan melakukannya. Juga, tidak semua orang dibolehkan kantornya untuk wfh. Ini Depok-Jakarta, bukan Wamena-Puncak Jaya.
ADVERTISEMENT
Singkat cerita, dua kolega ini saya larang bepergian dan mereka nurut. Tapi yang bikin sedih adalah banyak sekali orang yang terpaksa ke luar rumah hanya karena perusahaannya tidak memberlakukan wfh.
Ini saya tahu karena kumparan membuka kotak surat bagi mereka yang ingin curhat mengenai kondisi kantornya.
Sejak kotak surat itu dibuka, masuk pesan berentetan, tak putus-putus. Ada yang bernada marah, ada yang takut, banyak yang sedih. Banyak yang anonim, banyak pula yang terang-terangan membuka identitasnya.
Mengapa itu terjadi? Benarkah karena negara tidak tegas?
ADVERTISEMENT
Intinya, ada dua pria Afrika Selatan positif corona. Tapi alih-alih mengisolasi diri sendiri, mereka justru keluyuran. Polisi di sana bergerak cepat dan mendakwa mereka dengan pasal percobaan pembunuhan.
Alasan polisi: Tingkah pasien corona keluyuran itu membahayakan kesehatan orang lain.
Hukumannya juga sadis: 6 bulan penjara dan/atau denda. Padahal isolasi corona kan tidak perlu sebulan.
Apa persamaan dua orang Afrika Selatan ini dengan dua kolega saya? Sama-sama sehat. Sama-sama ingin keluar dari rumah.
Di Afrika Selatan, tentara dan polisi benar-benar mengurung warga. Wfh ini bisa panjang gara-gara selalu ada manusia yang dapat ditempeli virus untuk bersarang. Perlukah kita begitu, agar wfh ini tidak sia-sia?
ADVERTISEMENT
Dok. ShutterStock
Dear pembaca, mumpung kalian ada di sini, tolong baca perspektif Anwar Saragih ini ya: Agar Mampu Lewati Lockdown: Yang Kaya Mensubsidi yang Miskin?