EBT: Energi Baru Terbarukan atau Energi Baru Terpakai?

Rizky Putri Adelina Harahap
Mahasiswa Teknik KImia-Universitas Diponegoro
Konten dari Pengguna
14 September 2021 11:48 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizky Putri Adelina Harahap tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Energi sudah menjadi bagian dari kebutuhan kita setiap hari. Seiring berjalannya waktu, jumlah penduduk di Indonesia yang semakin bertambah memungkinkan penggunaan energi yang meningkat pula. Kebutuhan energi sebagai ujung tombak berbagai sektor kehidupan kita seperti pertanian, pendidikan, kesehatan, transportasi, dan ekonomi.
https://unsplash.com/photos/OgvqXGL7XO4
Berkurangnya produksi energi fosil terutama minyak bumi sebagai salah satu bahan bakar kebutuhan kita mendorong pemerintah untuk meningkatkan peran energi baru dan terbarukan secara terus menerus sebagai bagian dalam menjaga ketahanan dan kemandirian energi. Menurut Tim Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional sesuai PP No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, target bauran energi baru dan terbarukan pada tahun 2025 paling sedikit 23% dan 31% pada tahun 2050. Sehingga kita mempunyai potensi energi baru terbarukan yang cukup besar untuk mencapai target bauran energi primer tersebut.
ADVERTISEMENT
Untuk mempercepat pengembangan EBT, beberapa peraturan Pemerintah yang harus kita ketahui dan telah ditetapkan di antaranya:

Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2016 (Pasal 14)

Tentang percepatan infrastruktur ketenagalistrikan, mengamanatkan bahwa pelaksanaan percepatan infrastruktur ketenagalistrikan mengutamakan pemanfaatan energi baru dan terbarukan.

Peraturan Presiden No. 66 Tahun 2018

Tentang perubahan kedua atas Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2015 tentang penghimpunan dan penggunaan dana perkebunan kelapa sawit, yang mewajibkan penggunaan biodiesel bagi PSO dan non PSO sesuai pasal 18 ayat (1b).

Peraturan Menteri Keuangan No.03/PMK.011/2012

Tentang tata cara pengelolaan dan pertanggungjawaban fasilitas dana geothermal.

Peraturan Menteri ESDM No. 49 Tahun 2017

Tentang Pokok-pokok dalam perjanjian jual beli tenaga listrik.
ADVERTISEMENT

Peraturan Menteri ESDM No. 50 Tahun 2017

Tentang pemanfaatan sumber energi terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik.

Peraturan Menteri ESDM No. 49 Tahun 2018

Tentang penggunaan sistem pembangkit listrik tenaga surya atap oleh konsumen PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Matahari merupakan energi yang berupa panas dan cahaya yang salah satu sumber energi terbarukan yang paling penting bagi kita. Negara kita Indonesia, sebagai negara tropis dengan rerata penyinaran matahari 12 jam per hari, mempunyai potensi energi surya yang luar biasa melimpah. Dalam catatan RUEN (Rencana Umum Energi Nasional), Indonesia diperkirakan memiliki potensi energi surya sebesar 207.898 MW (4,80 kWh/m2/hari), atau setara dengan 112.000 GWp. Berdasarkan data yang dihimpun oleh BPPT dan BMG diketahui bahwa intensitas radiasi matahari di Indonesia berkisar antara 2.5 hingga 5.7 kWh/m2. Beberapa wilayah Indonesia, seperti Lampung, Jawa Tengah, Sulawesi Tengah, Papua, Bali, NTB, dan NTT mempunyai intensitas radiasi di atas 5 kWh/m2. Sedangkan di Jawa Barat, khususnya di Bogor dan Bandung mempunyai intensitas radiasi sekitar 2 kWh/m2 dan untuk wilayah Indonesia lainnya besarnya rata-rata intensitas radiasi adalah sekitar 4 kWh/m2. Pada umumnya, pemanfaatan energi matahari melalui Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) kita gunakan pada daerah pedesaan dengan skala kecil, satu rumah satu pembangkit atau dikenal dengan istilah solar home system. Secara keseluruhan, menurut data Kementerian ESDM hingga akhir tahun 2018, total kapasitas terpasang PLTS atap baru mencapai 95 Megawatt (MW) dengan pertumbuhan yang cukup baik.
ADVERTISEMENT