Calo Deportasi: Solusi yang Merugi

Roma Kyo Kae Saniro
Dosen Universitas Andalas dan Peneliti Kajian Gender dan Feminisme
Konten dari Pengguna
13 Agustus 2023 10:13 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Roma Kyo Kae Saniro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi deportasi. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi deportasi. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Berita yang tidak menyenangkan datang dari WNI Indonesia yang sedang berada di Arab Saudi. Kehadiran WNI di Arab Saudi ternyata menimbulkan kasus bahwa adanya beberapa WNI yang tidak memiliki dokumen lengkap ketika datang ke Arab Saudi.
ADVERTISEMENT
Semestinya, jika WNI pergi ke Arab Saudi, ia harus memerlukan paspor, visa, dokumen pendukung sebagai bukti akomodasi sebagai bukti keuangan yang menunjukkan Anda memiliki dana cukup untuk menutup biaya hidup selama di Arab Saudi, dokumen kesehatan, dan dokumen lain yang relevan. Namun, tidak semua WNI yang datang ke sana mempersiapkan hal tersebut sehingga muncullah istilah calo deportasi.
Calo deportasi dapat dipahami sebagai istilah yang mengacu pada individu atau pihak yang secara ilegal atau tidak etis membantu seseorang dalam mengatasi atau menghindari proses imigrasi atau deportasi.
Calo deportasi biasanya beroperasi di dalam atau di sekitar sistem imigrasi dengan menawarkan layanan, seperti membuat atau memalsukan dokumen, memberikan informasi palsu, atau mengelabui pihak berwenang untuk membantu orang yang berada dalam situasi imigrasi ilegal atau bermasalah.
ADVERTISEMENT
Karena bersifat ilegal, banyak negara memiliki undang-undang yang melarang dan menghukum keras praktik-praktik seperti itu. Hai ini karena calo deportasi melanggar hukum imigrasi dan dapat merugikan sistem keamanan nasional serta integritas perbatasan.
Menggunakan jasa calo deportasi dapat memiliki konsekuensi serius, termasuk lebih sulitnya mendapatkan status imigrasi yang sah, risiko dideportasi, atau bahkan tindakan hukum.
Imigran. Foto: REUTERS/Alkis Konstantinidis/File Photo
Penyelundupan imigran gelap ini jelas melanggar aturan tindak pidana penyelundupan imigran gelap yang tertuang dalam Pasal 120 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011.
Lalu, pelaku tindak pidana penyelundupan imigran gelap akan dipenjara minimal 5 (lima) tahun dan maksimal 15 (lima belas) tahun didenda minimal sebesar lima ratus juta rupiah dan maksimal sebesar satu miliar lima ratus juta rupiah.
ADVERTISEMENT
Peraturan tersebut dapat dikatakan sepadan karena orang yang melakukan kejahatan penyelundupan memiliki berbagai motif, seperti perekrutan tenaga kerja ke dalam negeri, oknum aparat pemerintah yang berlaku curang, pengelola rumah bordil, agen atau calo pengantin pesanan, majikan dari imigran, suami, orang tua, saudara, tetangga, sampai teman (Bramandhita, dkk., 2020).
Sebagai akibatnya, imigran gelap (individu yang tinggal atau bekerja di suatu negara tanpa memiliki izin atau status imigrasi yang sah; mereka dikenal sebagai "gelap" karena mereka berada di negara tersebut tanpa melalui saluran resmi atau legal.
Biasanya diperlukan untuk memasuki dan tinggal di negara tersebut yang diselundupkan tersebut merupakan korban yang selanjutnya akan diberikan tindakan deportasi atau pemulangan ke negara asal.
ADVERTISEMENT
Namun, hukuman deportasi ternyata tidak selamanya dianggap sebagai hal yang buruk bagi calo deportasi. Mereka memanfaatkan situasi dan kondisi pemulangan WNI ke Indonesia secara gratis.
Berdasarkan informasi yang dihimpun dari Metrotv (2023), kasus calo deportasi yang memanfaatkan pemulangan WNI ke Indonesia dari Arab Saudi secara gratis tersebut sudah dilakukan sejak lama.
Menurut pengakuan salah satu warga, WNI tanpa dokumen di Arab Saudi masuk dengan visa umrah. Namun, WNI tersebut overstay di sana, bekerja, naik haji, dll. Ketika musim haji selesai, mereka pun ingin pulang melalui jalur deportasi tersebut.
Ilustrasi deportasi. Foto: Shutter Stock
Hal ini menjadi permasalahan bagi pemerintah Indonesia. Melalui Direktur Perlindungan WI dan Badan Hukum Indonesia (PWNI dan BHI) Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha mengungkapkan bahwa tantangan terbesar perlindungan WNI di luar negeri adalah keberadaan WNI yang berstatus undocumented (tanpa dokumen yang lengkap).
ADVERTISEMENT
Namun, pemulangan WNI ini dimanfaatkan para calon untuk memulangkan WNI sebagai imigran gelap tersebut untuk pulang gratis ke Indonesia.
Seperti halnya peribahasa yang mengungkapkan gali lubang baru untuk menutup lubang lama, deportasi yang pada awalnya diharapkan untuk menyelesaikan permasalahan imigran gelap yang berada di luar negeri akhirnya berbanding terbalik.
Deportasi dijadikan sebagai ajang untuk membuka permasalahan baru dengan adanya deportasi yang disengaja agar WNI tersebut tidak perlu membayar ongkos pulang alias gratis.
Seperti dua sisi koin, permasalahan ini memiliki berbagai hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah dan pihak terkait. Pada satu sisi, masyarakat atau WNI yang nekat pergi ke luar negeri tanpa dokumen yang lengkap pasti penuh pertimbangan untuk pergi ke sana.
ADVERTISEMENT
Dengan iming-iming gaji yang besar atau permasalahan ekonomi lainnya yang menjadi daya tarik bagi imigran. Hal ini menjadi pertanyaan apakah Indonesia tidak mampu untuk memberikan peluang kerja dengan upah yang layak sehingga warganya harus nekat pergi ke luar negeri tanpa dokumen yang lengkap. Pemerintah dan pihak terkait semestinya tidak hanya mengusut dan menyelesaikan akibat dari permasalahan ini.
Pemerintah dan pihak terkait harus mampu untuk mengusut akar permasalahan melalui alasan-alasan kenekatan WNI tersebut pergi tanpa dokumen lengkap.
Selain itu, pemberdayaan dan pelatihan pun sebaiknya dapat terlaksana demi menciptakan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan untuk dapat terjun di lapangan kerja atau membuka lapangan kerja. Tentunya, sumber daya manusia yang unggul mampu mengurangi imigran gelap dan kasus-kasus yang tidak diinginkan seperti ini.
ADVERTISEMENT