Gendut Doni: Antara Jadi PNS, Top Skorer Piala AFF, dan Salatiga

22 Agustus 2017 16:12 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi lapangan sepak bola. (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi lapangan sepak bola. (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
Orang itu, Gendut Doni, Christiawan, menyambut saya dengan santai. Hari itu ia tampak rapi, dengan rambut cepak, jenggot yang terawat, dan juga kemeja putih bersih.
ADVERTISEMENT
Siapa yang tak mengenal sosok Gendut? Atau barangkali ada yang lupa? Well, Gendut adalah salah satu striker —dari empat striker— Tim Nasional Indonesia yang berhasil menjadi topskorer Piala Tiger (sekarang Piala AFF, red).
Sebelum berbicara lebih jauh, saya akan memberikan sedikit trivia mengenai embel-embel "Gendut" dalam namanya. Semasa kecil, Gendut kerap sakit-sakitan. Nah, untuk membuatnya sehat sang kakek kemudian menambahkan "Gendut" di nama depannya.
"Gendut" sendiri melambangkan sebuah kesuburan dan kesehatan. Hasilnya tak hanya membuat dirinya jauh dari penyakit, tapi nama tersebut juga terbukti ampuh dalam melambungkan kariernya sebagai pesepakbola.
Gendut sendiri memutuskan gantung sepatu di tahun 2013 silam. Tidak, saya tidak menemuinya di lapangan dengan dia berdiri sebagai seorang pelatih, melainkan sebagai seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Pusat Pemerintahan Kota Tangerang Selatan (Tangsel).
ADVERTISEMENT
Tak seperti PNS-PNS lainnya, Gendut terlihat mencolok. Memakai setelan putih-hitam —seragam yang memang jadi pakaian wajib di hari Rabu— dia terlihat awet muda. Penampilan rapi itu dilengkapi dengan perawakan bugar plus tato dua bintang yang berada di tangannya.
Saya iseng bertanya soal tato itu, dan Gendut menyambut pertanyaan saya sembari nyengir. Tidak ada maksud apa-apa di balik tato itu, cuma untuk menutupi luka bekas jahitan saja.
Ya, seperti beberapa pemain yang telah gantung sepatu, Gendut memutuskan untuk menjadi PNS setelah mendapatkan tawaran dari pemerintah kota Tangsel di Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag).
Sebenarnya, tawaran itu tak langsung dia terima. Kebiasaannya sebagai "orang lapangan" jadi hal yang melatarbelakangi keraguan tersebut.
"Sempat berkecamuk, sih. Bisa nggak (saya) kerja di kantor? Dulu saya di lapangan, pagi, siang, sore, menghabiskkan banyak waktu di sana. Saya jalani sebulan-dua bulan, akhirnya bisa, kok. Kebetulan di Disperindag ini, saya dulu awal-awal bagian di lapangan, ke perusahaan-perusahaan serta IKM (Industri Kecil dan Menengah) dan sudah merasa enjoy di tahun keempat ini.”
ADVERTISEMENT
Meski kini berprofesi sebagai PNS, Doni sejatinya tak benar-benar meninggalkan dunia sepak bola. Gendut mengungkapkan bahwa dia masih bermain bersama komunitas All-Star dan Starbol yang dikuti oleh pemain dan eks-pemain Timnas.
"Masih main bola, kebetulan ada komunitas All-Star di Tangerang. Kebetulan teman-teman kantor juga ada kegiatan tiap hari Selasa. Yang pasti setelah pensiun dari sepak bola, saya masih bermain, masih berkecimpung juga dengan sepak bola.”
Gendut Doni dengan setelannya yang rapi. (Foto: Billi Pasha/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gendut Doni dengan setelannya yang rapi. (Foto: Billi Pasha/kumparan)
Bukan cuma sebatas bermain, pria berusia 38 tahun itu juga terjun ke dunia kepelatihan. Dia sempat melatih tim pelajar Popda Tangsel dan juga menjabat sebagai asisten pelatih Persitangsel senior yang bermain di Liga 3.
"Kemarin sempet melatih Persitangsel usia muda. Sebenarnya tahun ini masih dipercaya, karena kemarin sempat ngambil lisensi C AFC. Jadi, untuk melatih tim Tangsel, saya serahkan ke teman.”
ADVERTISEMENT
Lalu, pikiran saya terlempar ke 17 tahun silam. Saya tumbuh dan mengenal Gendut sebagai salah satu striker jempolan yang pernah dimiliki Timnas Indonesia. Ketika dia berada di depan mata, saya pun mengajaknya untuk mundur sejenak ke masa-masa itu.
Gendut adalah salah satu striker yang dibawa ke Piala Tiger 2000, yang kala itu dihelat di Thailand. Di antara lima striker yang dibawa Timnas Indonesia waktu itu —dia, Seto Nurdiantoro, Kurniawan Dwi Yulianto, Rochy Putiray, dan Miro Baldo Bento—, Gendut adalah yang paling subur.
Lima gol Gendut lesakkan pada Piala Tiger tahun itu, membuatnya menjadi top skorer bersama dengan pemain Thailand, Worrawoot Srimaka. Salah satu gol Gendut, yakni ketika menghadapi Vietnam di babak semifinal, menjadi penentu kemenangan Indonesia. Gol Doni itu dicetak tepat pada menit ke-120 (babak tambahan) dan membuat Timnas menang tipis 3-2.
ADVERTISEMENT
"Banyak cerita yang berada di belakangnya. Awalnya saya boleh dibilang cuma penyerang cadangan. Dipanggil setelah Kurniawan, Miro Baldo Bento, Seto, dan Bepe (Bambang Pamungkas).”
Bambang yang kala itu merumput di Belanda, sempat tak diizinkan oleh klubnya untuk pulang. Alhasil, Gendut, yang sempat dicoret, pun kembali dipanggil. Dirinya mengakui sempat ngambek dan berniat mengurungkan niatnya untuk kembali.
"Sempet malas, ngambek, karena sudah pernah dicoret kok dipanggil lagi.”
Namun, karena dukungan orang tua, akhirnya Gendut kembali bergabung dengan Timnas. Lalu, seperti yang banyak orang bilang… sisanya adalah sejarah. Siapa yang menyangka jika pemain yang sempat dicoret itu berhasil mencetak lima gol dan menjadi pencetak gol terbanyak Timnas.
Gendut Doni menyambut saya di meja kerjanya. (Foto: Billi Pasha/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gendut Doni menyambut saya di meja kerjanya. (Foto: Billi Pasha/kumparan)
Tak hanya mengharumkan Indonesia, prestasinya juga turut mengharumkan Salatiga, kota kelahirannya. Di mata orang Salatiga, Gendut merupakan sosok spesial.
ADVERTISEMENT
“Menurut saya, salah satu pemain sepak bola yang bisa bermain di Timnas setelah eranya Supriyono, Kurniawan, salah satunya orang yang bisa masuk Timnas, ya, saya.” Begitu ucapan Gendut ketika ditanya bagaimana dirinya di mata masyarakat Salatiga.
Kota yang berada di tengah-tengah Semarang dan Solo itu memang sempat melegenda setelah melahirkan pemain-pemain top macam Bambang Pamungkas, Kurniawan Dwi Yulianto, Kurnia Sandi, dan Supriyono. Tak semuanya berasal dari Salatiga, memang, tapi bisa dibilang hal itu merupakan buah dari keberhasilan Diklat Salatiga dalam menelurkan pemain yang terpilih untuk bermain di level Timnas.
Sayangnya, kini akademi legendaris itu tak lagi berada di Salatiga lantaran telah dipindah ke Semarang. Gendut kemudian memaparkan bahwa peran pemerintah amatlah penting dalam rangka pembangunan sepak bola, khususnya di Salatiga. Namun, bukan berarti kini Salatiga tak punya sosok yang bisa dibanggakan.
ADVERTISEMENT
"Harapan saya, Pemerintah Kota Salatiga bisa mendukung akademi-akedemi sepak bola di Salatiga”
"Banyak juga anak muda lulusan akademi-akademi di Salatiga. Bayu Pradana, misalnya, berkiprah di Timnas dan bermain bersama Mitra Kukar di Liga 1. Membuktikan kalau Salatiga itu masih ada.”
Ketika ditanya apakah ingin kembali ke Salatiga, Gendut tak menampik.
"Kalau dibilang kangen, ya, pasti. Saya kecil dan besar di Salatiga. Banyak kenangan yang saya dapat di sana dan yang pasti suatu saat akan menghabiskan sisa hidup di Salatiga."