Mari Bicara Soal Kebangkitan Wales

4 Oktober 2017 14:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Timnas Wales (Foto: AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Timnas Wales (Foto: AFP)
ADVERTISEMENT
Papan skor Parc Olympique Lyonnais menunjukkan angka 85:11 dan Chris Coleman sudah memainkan semua penyerang yang ia punya.
ADVERTISEMENT
Apa yang dilakukan oleh Coleman memang beralasan. Lima menit lagi, pertandingan antara tim asuhannya, Wales, dengan Portugal akan berakhir. Portugal saat itu unggul 2-0 melalui gol Cristiano Ronaldo dan Nani.
Coleman tak mampu melakukan apa-apa kecuali memainkan semua penyerang yang ia punya. Pendukung Wales pun tak lagi bisa menyanyikan lagu “Don’t Take Me Home” karena daya yang mereka bisa kini hanya doa.
Segala upaya yang dilakukan oleh Coleman dan anak asuhnya akhirnya sia-sia. Ketika wasit Jonas Eriksson meniup peluit tanda berakhirnya pertandingan, angka di papan skor masih menunjukkan dua dan nol.
Kekalahan dari Portugal membuat perjalanan Wales pada Euro 2016 berakhir di babak semifinal. Menjalani enam pertandingan, Wales memetik empat kemenangan, dua kekalahan, dan banyak sekali pujian.
ADVERTISEMENT
Pujian memang pantas diberikan atas penampilan Wales di Euro 2016. Wales, yang pada awalnya hanya dianggap akan menjadi pemanas Grup B, berhasil tampil di atas ekspektasi banyak orang dan mencapai babak semifinal.
Sebelum Euro 2016, Wales memang tak pernah tampil sebaik ini. Jika hanya memiliki modal semangat dan pita suara yang lebar, Anda tak akan pernah bisa menjadi suporter Wales. Menjadi suporter Wales juga butuh sikap lapang dada, tak cepat puas, dan tentu saja, percaya bahwa kutukan itu ada.
Tujuh dari delapan kampanye Wales di turnamen besar dari Piala Dunia 1974 hingga Euro 1988 berakhir dengan miris. Di saat hanya butuh imbang atau menang, Wales justru menelan kekalahan. Semua cerita mengecewakan Wales berlanjut hingga Terry Yorath ditunjuk sebagai pelatih kepala pasca-Euro 1988.
ADVERTISEMENT
Yorath datang ke Wales dengan status manajer paruh waktu. Federasi Sepak Bola Wales (FAW) menunjuk Yorath berbekal capaian apiknya bersama Swansea City. Masalahnya, Swansea tak tahu jika FAW mengangkat Yorath.
Konflik kepentingan terjadi di sini. Yorath membuat Swansea kecewa dan memilih untuk menukangi Bradford. Setahun di Bradford, Yorath kembali ke Swansea karena tak tega melihat permainan kesebelasan tersebut menurun.
Pada awalnya, kedatangan Yorath ke Timnas Wales dianggap sebagai sebuah kegagalan. Selain karena menggantikan sosok pelatih legendaris, Mike England, Yorath juga tak memiliki latar belakang kepelatihan yang memuaskan.
Namun, semua anggapan buruk yang dilabelkan kepada Yorath ternyata tak terjadi. Pada awal 1990-an, Yorath mengubah keberuntungan Wales dengan gaya bermain yang benar-benar mengundang decak kagum karena juga didukung oleh pemain kelas dunia.
ADVERTISEMENT
Di pos penjaga gawang, Yorath memiliki Neville Southall, yang saat itu dianggap sebagai salah satu kiper terbaik di Eropa. Di lini belakang, Yorath tak melupakan Kevin Ratcliffe, yang tengah di puncak karier bersama Everton.
Di lini tengah, Wales memiliki dua pemain muda yang diklaim sebagai pewaris tahta sepak bola Wales, Ryan Giggs dan Gary Speed. Meski usia keduanya baru mencapai 18 tahun, namun keduanya mampu mencuri perhatian lewat penampilan di First Division.
Kombinasi terbaik Wales berada di lini depan lewat duet Ian Rush dan Mark Hughes. Keberadaan keduanya menjadi kunci permainan Wales dan menjadi sosok yang tak tergantikan dalam komposisi reguler Yorath di Tim Nasional Wales.
Salah satu anggota skuat Wales, Paul Bodin, mengaku bahwa Wales saat itu benar-benar komplet. “Saya beruntung bisa dimainkan dalam skuat ini. Saya pikir ini adalah skuat terbaik yang pernah dimiliki oleh Wales,” kata Bodin.
ADVERTISEMENT
Tampil dalam pola 3-4-1-2, Yorath memberikan dimensi berbeda untuk Wales. Skuatnya tampil apik dalam beberapa laga perdana yang dipimpin olehnya. Namun demikian, Yorath memiliki satu problem yang tak bisa dipecahkan: kutukan jelang turnamen akbar.
Kutukan juga terjadi di era Yorath. Bayangkan, dengan skuat bagus dan penampilan apik, Yorath gagal membawa Wales lolos ke Piala Dunia 1994. Pada laga terakhir, Wales, yang butuh kemenangan, justru kalah dari Rumania di kandang.
Kegagalan dari Rumania menyakiti semua orang Wales saat itu. Tak terkecuali pria bernama John Toshack. Meski saat itu ia tinggal di Sociedad, Spanyol, ia merasa bahwa kekalahan tersebut adalah tanggung jawabnya.
Belajar dari pengalaman Yorath, Toshack membuat skuat bayangan di tahun 2006. Ia mengumpulkan semua bakat terbaik Wales dan mengumpulkan mereka dalam satu kelompok. Dari situ, Toshack mengajarkan banyak hal, yang nantinya berguna di masa depan mereka.
ADVERTISEMENT
Sembilan pemain muda berusia di bawah 20 tahun menjalani debut di bawah Toshack pada tahun itu. Beberapa di antaranya adalah Gareth Bale, Joe Allen, Ashley Williams, dan Aaron Ramsey. Di bawah Toshack mereka belajar. Namun, di bawah orang lain mereka tenar.
Toshack mempelajari kesalahan Yorath dengan mengembangkan hampir semua bibit yang ada. Kesalahan Yorath, yang terlalu bertumpu pada beberapa nama, diubah oleh Toshack dengan mengembangkan semua pemain yang ada saat itu.
Pada akhirnya, semua bakat yang diberi Toshack ilmu memang tak semuanya menjadi kunci permainan Wales. Namun, setidaknya, dari beberapa nama yang tersisa, Wales tak perlu mengubah pakem yang ada dan beradaptasi ke pola yang baru.
Ketenaran mereka terjadi ketika Chris Coleman dan Gary Speed memegang kendali. Lewat apa yang ditabur oleh Toshack, Wales kini hanya perlu memanen apa yang mereka tabur dan kini mulai tumbuh subur.
ADVERTISEMENT
Gareth Bale dengan David Meyler (Foto: Reuters/Clodagh Kilcoyne)
zoom-in-whitePerbesar
Gareth Bale dengan David Meyler (Foto: Reuters/Clodagh Kilcoyne)
Banyak yang mengatakan bahwa keberhasilan Wales di Euro 2016 hanya karena Bale. Pendapat tersebut tak salah karena Bale memang menjadi kunci permainan Wales saat itu. Namun, alangkah lebih baik jika menyebut bahwa Toshack-lah yang membuat Wales berjaya saat itu.
Di tangan Toshack, Wales tidak dibangun lewat kaki satu pemain, tetapi dari banyak orang. Piala Eropa 2016 adalah momen awal kebangkitan Wales. Kita hanya perlu menunggu sebentar, apa hal terbaik yang bisa dilakukan oleh bakat-bakat binaan Toshack ini.
Pertanyaan terbesarnya, tentu saja: bisakah bakat-bakat yang sudah lama ditanam itu mengantarkan Wales ke Piala Dunia tahun depan?