Mengintip GDTC, "Pesantren" yang Didirikan oleh Gendut Doni

22 Agustus 2017 17:04 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gerbang depan GDTC di Salatiga. (Foto: Billi Pasha/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gerbang depan GDTC di Salatiga. (Foto: Billi Pasha/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tempatnya tak begitu terlihat dari pinggir jalan, letaknya diapit oleh warung dan musala kecil. Tapi bangunannya lumayan luas, memanjang di dalam dan dilengkapi oleh taman kecil yang dikelilingi oleh ruangan yang terdiri dari kamar dan semacam tempat berkumpul.
ADVERTISEMENT
Bangunan yang tidak terlalu mewah —dan lebih tampak seperti sebuah sekolah— itu membaur dengan sekelilingnya. Hanya ada sebuah gerbang kecil di depannya, dan gerbang itu tidak membantu untuk membuat bangunan tersebut menjadi tampak lebih megah.
Ketika saya tiba di sana, bangunan itu sepi, seolah-olah tidak ada orang yang menghuni. Ada nuansa teduh dari bangunan itu, juga aura ketenangan yang tidak bisa ditawar-tawar. Namun demikian, ada niat luhur yang begitu besar mendiami bangunan tersebut.
Bangunan itu, Gendut Doni Training Camp (GDTC), adalah sekolah sepak bola milik Gendut Doni Christiawan yang didirikan 2010 silam untuk anak-anak remaja. Letaknya berada di Argopuro nomor 3, RT 1/RW 2, Ngaglik Ledok, Argomulyo —sekitar lima menit dari pusat kota Salatiga.
ADVERTISEMENT
Sebagai mantan pemain Tim Nasional Indonesia (Timnas), Gendut ingin membagikan ilmu kepada bibit-bibit muda di Salatiga. Namun, pada praktiknya, anak didiknya tak cuma berasal dari Salatiga saja, melainkan juga dari Semarang, Jepara hingga Papua.
"(Saya) ingin mencetak talenta-talenta muda khususnya sebagai generasi penerus supaya bisa berkiprah di Tim Nasional dan klub di Indonesia,” ujar Gendut kepada kumparan.
Untuk mengelolanya, Gendut tak sendirian. Dia dibantu Devtendy Yunianto dan Nugroho Adiyanto, kedua kakaknya yang juga mantan pemain profesional. Gendut memang tidak bisa sering-sering memantau GDTC karena kini dia berdomisili di Tangerang dan bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Dalam dua tahun awal, Gendut memang turut membantu langsung proses pembelajaran di sana. Namun, karena kesibukannya sebagai PNS, usai diterima Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag).
ADVERTISEMENT
GDTC dijadikan "pesantren" untuk banyak anak. (Foto: Billi Pasha/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
GDTC dijadikan "pesantren" untuk banyak anak. (Foto: Billi Pasha/kumparan)
Gendut mengaku menyukai kesibukannya sebagai PNS. Bukan apa-apa, sebagai “orang lapangan”, pekerjaannya mengharuskannya terjun langsung untuk menemui orang-orang yang merintis usaha IKM (Industri Kecil dan Menengah).
"Karena kesibukan juga menjelang masa pensiun main bola, saya bermain di Tangerang dan mendapatkan tawaran dari pemerintah Kota Tangerang Selatan, mau nggak mau harus pilih salah satu,” kata Gendut.
Selain itu faktor istri yang juga bekerja di Tangerang juga jadi pertimbangan baginya. Namun, hal itu tak lantas membuatnya melupakan misi awalnya. Paling tidak sebulan sekali dirinya pulang ke Salatiga untuk mengontrol perkembangan GDTC.
Dari segi pengajaran, GDTC tak jauh berbeda dengan sekolah sepak bola lainnya.
Peraturan untuk para siswa di GDTC. (Foto: Billi Pasha/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Peraturan untuk para siswa di GDTC. (Foto: Billi Pasha/kumparan)
"Sistem pengajaran di GDTC sama dengan yang lain, latihan fisik dan teknik individu yang kami gabung dengan latihan bermain. Misal, di minggu pertama kami kasih skill dribbling, minggu kedua dikasih pass-wall-pass lalu fisik, dan di akhir pekan biasanya kami adakan uji tanding ke luar atau pun internal sendiri.”
ADVERTISEMENT
Ada dua kali jadwal latihan dalam sehari, pukul 05.00 sebelum berangkat sekolah dan pukul 16.00 sepulang sekolah. Untuk lapangan, GDTC memiliki dua lapangan yang digunakan untuk berlatih, yakni lapangan Damatex dan Gendongan.
Uniknya, GDTC cenderung “demokratis” atas jalan yang akan diambil oleh murid-muridnya. Maksudnya, mereka yang menimba ilmu di GDTC tak diharuskan menjadi pemain sepak bola profesional.
"Yang jelas lulusan GDTC nggak serta-merta harus menjadi pesepakbola yang prosfesional karena talenta kita nggak tahu, kembali lagi ke anak itu sendiri. Ada yang bagus, tapi mental kurang. Ada yang mentalnya bagus, tapi main bolanya nggak bagus.”
“Nah, setelah lulus GDTC kita arahkan ke anak didik kalau keinginannya ingin main bola, ya, kami arahkan mencari klub. Kalau yang ingin jadi angkatan (tentara atau polisi, red), ya, kami arahkan ke angkatan. Kalau mau lanjut studi, kami arahkan ke tempat-tempat kuliah,” ucap Gendut
ADVERTISEMENT
Maka dari itu, alumnus GDTC tak sedikit yang berprofesi sebagai tentara maupun polisi, meski ada juga yang masih melanjutkan kiprahnya sebagai pemain sepak bola.
Slogan di salah satu sisi GDTC. (Foto: Billi Pasha/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Slogan di salah satu sisi GDTC. (Foto: Billi Pasha/kumparan)
Gendut juga mengungkapkan jika orang tua terkadang memasukkan anaknya ke SSB-nya itu supaya lebih disiplin, jadi tak selalu bertujuan agar menjadi pemain sepak bola. Karena dengan disiplin, dia yakin akan memudahkan anak-anak didiknya untuk meneruskan cita-citanya.
Cukup unik memang. Bahkan, dirinya tak keberatan jika GDTC disamakan seperti “pesantren” yang mendidik murid-muridnya agar tidak "nakal". Tak jarang juga mantan anak didiknya yang telah lulus mengabarkan keberadaannya sekarang.
”Om, sekarang saya sudah tugas di sini,” kata Gendut Doni menirukan anak asuhnya yang memberikan kabar kepada dirinya.
ADVERTISEMENT
Memang tak banyak lulusan GDTC yang berhasil menjadi pemain terkenal, tapi satu hal yang bisa diambil dari visi GDTC adalah untuk menjadikan murid-muridnya menjadi lulusan yang sukses, baik itu sebagai pesepakbola atau tidak.
Salut.