Yakin Senjata PSG Cuma Neymar Saja?

28 September 2017 16:34 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Cavani dan Neymar (Foto: Benoit Tessier/Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Cavani dan Neymar (Foto: Benoit Tessier/Reuters)
ADVERTISEMENT
Kami bisa membayangkan jika Nasser Al-Khelaifi sedang tersenyum lebar sekarang. Terang saja, klub yang dinaunginnya, Paris Saint Germain (PSG) mulai menancapkan pengaruhnya di Eropa.
ADVERTISEMENT
Pada Kamis (28/9/2017) dini hari WIB, PSG sukses melucuti Bayern Muenchen tiga gol tanpa balas. Adalah Edinson Cavani, Dani Alves serta (tentu saja) Neymar yang berhasil mencatatkan namanya di papan skor Parc des Princes.
Ya, Neymar lagi-lagi menjadi nama yang selalu muncul saat PSG berhasil menyarangkan gol. Tak bisa dielakkan bahwa bintang asal Brasil ini memberikan kontribusi signifikan bagi lini depan PSG, khususnya dalam memprakarsai peluang.
Menurut catatan Squawka, Neymar menjadi pemain yang paling sering menginisiasi peluang. Di Liga Prancis musim ini, ia sudah mengkreasikan peluang sebanyak 27 kali, nyaris empat kali lipat dari raihan Marco Verratti yang berada di posisi kedua.
Barangkali, ada yang mengira bahwa mendatangkan Neymar adalah sebuah kemubaziran. Pasalnya, sebelum kehadiran eks-pemain Santos itu, Pelatih PSG, Unai Emery, sudah memiliki Julian Draxler, Angel Di Maria, Lucas Moura, Hatem Ben Arfa yang ditugaskan untuk mengakomodir Cavani dari sisi sayap. Nama-nama itu cukup kondang yang lumayan bikin ngeri.
ADVERTISEMENT
Tumbal, pada akhirnya, memang tak bisa dihindarkan. Simak bagaimana Moura kini makin tertepikan dari skuat utama. Sementara itu, Di Maria dan Draxler harus rela bergantian mengisi pos sayap kanan. Beruntungnya Emery punya opsi skema 4-2-3-1 untuk memaksimalkan para winger-nya —selain pakem 4-3-3 yang jadi andalannya musim lalu.
Neymar, dengan kemampuan dribel plus finishing yang apik, ditugaskan untuk fokus di pos sayap kiri. Manuver semacam itu terbukti ampuh untuk membuka ruang bagi rekan-rekan setimnya di sisi tengah.
Sementara Mbappe cenderung dinamis karena tak hanya intens beroperasi di sisi sayap kanan. Alasan pertama, dirinya juga memiliki ketajaman yang lebih dari sekadar yang dipunyai winger biasa. Alasan kedua, sisi kanan sudah cukup terbantu dengan agresivitas Alves. Gol pertama ke gawang Bayern adalah representasi dari penetrasi Neymar, mobilitas Mbappe, dan agresivitas Alves.
ADVERTISEMENT
Lantas bagaimana dengan Cavani?
Justru Cavani-lah yang paling menarik perhatian. Lumrahnya, dengan postur kekar dan tinggi menjulang, Cavani lebih ideal untuk intens "nongkrong" di sepertiga akhir lapangan atau kotak penalti. Dengan pemain-pemain yang mengelilinginya, Cavani semestinya bisa diperlakukan sedikit lebih spesial ketimbang target-man kekinian macam Harry Kane, Romelu Lukaku atau Alvaro Morata yang biasa turun ke lini kedua untuk menjemput bola.
Cavani, krusial untuk PSG. (Foto: Reuters/Benoit Tissier)
zoom-in-whitePerbesar
Cavani, krusial untuk PSG. (Foto: Reuters/Benoit Tissier)
Namun, kenyataannya tidak demikian. Cavani justru bisa bermain dengan cair dan, sama seperti ketiga striker yang disebutkan di atas, ia juga kerap bergerak ke berbagai area untuk menjemput bola.
Cavani kerap bergerak horizontal untuk menjemput bola lebih dalam. Hal ini terbukti dari jumlah sentuhannya terhadap bola. Dari total 25 sentuhan bola yang ia lakukan pada laga melawan Bayern, 14 di antaranya ia lakukan di daerah PSG. Sebagai perbandingan, Lewandowski membukukan 9 sentuhan di area Bayern, sedangkan 21 sentuhan di wilayah lawan.
ADVERTISEMENT
Well, mungkin hal tersebut terjadi akibat dominasi penguasaan bola Bayern atas PSG. Namun, tengok saat PSG tampil superior kala melumat Celtic 5-0 di matchday pertama. Dari total 33 sentuhan yang dilakukan Cavani, dia hanya melakukan 13 sentuhan di sepertiga akhir lapangan.
“Aksi horizontal” Cavani juga bukan karena ia berperan untuk memancing bek lawan keluar. Ini terbukti dari tiga gol dalam dua pertandingan di Liga Champions. So, kendatipun bermain cukup dalam, striker asal Uruguay ini masih cukup tajam.
Selain itu ada efek lain yang diberikan dari “aksi horizontal” Cavani tersebut. Dengan turun ke lini kedua, ia juga memberikan ruang bagi Neymar, Mbappe dan juga Alves untuk lebih leluasa melakukan cutting inside. Sejauh ini, skema tersebut merupakan formula paling ampuh yang dimiliki oleh PSG.
ADVERTISEMENT
Namun, perlu dicatat juga bahwa skema di atas hanya bisa bekerja dalam pakem 4-3-3. Dalam pakem 4-2-3-1, Cavani biasanya tidak bergerak sebebas itu. Dengan kehadiran seorang gelandang serang di belakangnya, praktis Cavani tidak sering-sering turun ke lini kedua.
Saat PSG menjamu Olympique Lyon dua pekan lalu, misalnya, di mana PSG bermain dengan formasi 4-2-3-1. Pada laga itu, Draxler, yang diplot sebagai gelandang serang, justru lebih intens bergerak di area tengah.
Anehnya, skema tersebut membuat lini serang PSG tidak secair biasanya. Penetrasi Neymar seret, sedangkan aksi Alves dan Mbappe juga tak maksimal. Terlepas dari penampilan apik Anthony Lopes, sepasang gol Les Parisiens di laga tersebut berasal dari gol bunuh diri Marcelo dan Jeremy Morel.
ADVERTISEMENT
Jadi, sekalipun Neymar adalah bintang utama PSG saat ini, peran Cavani tidak bisa dikecilkan begitu saja. Dengan work rate di atas rata-rata, dan keuletannya untuk ikut membantu lini tengah, Cavani telah membuat PSG jadi salah satu tim yang patut diwaspadai di Liga Champions musim ini.