Pendidikan di Masa Pandemi

Roy Waluyo
Penulis, tinggal di Bogor
Konten dari Pengguna
26 November 2021 10:49 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Roy Waluyo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Menyoal Efektivitas Pembelajaran Daring Dalam Mencapai Tujuan Pendidikan.

Ilustrasi seorang anak sedang belajar online, Foto: https://www.pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi seorang anak sedang belajar online, Foto: https://www.pexels.com
ADVERTISEMENT
Meskipun sudah ada Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri, yang mengatur penyelenggaraan pembelajaran di masa pandemi COVID-19, nyatanya pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) di sejumlah daerah, masih tarik ulur. Hal ini disebabkan kasus COVID-19 yang masih fluktuatif. Seperti diberitakan banyak media, cetak maupun elektronik, ada 24 guru dan siswa SD di Bogor yang positif terjangkit COVID-19 selama pembelajaran tatap muka. karenanya PTM terbatas yang tengah dilaksanakan perlu dikaji ulang, untuk diteruskan atau dihentikan.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya banyak pihak yang menyambut gembira dengan kembali dilaksanakannya pembelajaran tatap muka. Meskipun tidak sedikit yang mulai merasa nyaman dengan pembelajaran online atau dengan jaringan (daring). Sebagai orang tua, tentu saya senang anak-anak kembali sekolah. Rasanya separuh 'beban' saya hilang. Namun sebagai pengajar saya termasuk yang mulai merasa nyaman dengan pembelajaran daring . Alasannya kalau saya mengajar kelas malam, terkadang bisa sampai pukul 22.30. Setelahnya itu saya masih harus melakukan perjalanan pulang, Tak jarang saya berkendara sambil terkantuk-kantuk.
Memang kini para guru dan siswa sudah terbiasa melaksanakan pembelajaran daring. Namun pada kenyataannya baik guru maupun siswa, masih mengalami banyak kendala. Penyebabnya antara lain faktor ekonomi dan geografis, dan faktor lain yang membuat pembelajaran tidak kondusif.
ADVERTISEMENT
Dari segi geografis, wilayah Indonesia cukup luas dan memiliki banyak sekali sekolah. Untuk SMA saja, jumlah sekolah negeri dan swasta, ada 13.853 sekolah. belum lagi Sekolah Menengah Kejuruan sebanyak 14,301. SMP sebanyak 40,559. dan SD sebanyak 175,520. Sekolah-sekolah tersebut tersebar dari ujung barat hingga timur Indonesia. Tentu saja kesiapan tiap sekolah menyelenggarakan pembelajaran daring berbeda-beda. Namun karena adanya pandemi, sejak Maret 2020 semua sekolah telah “dipaksa” melaksanakannya.
Banyak masyarakat yang belum mendapat layanan internet dengan kualitas yang baik. Bahkan oleh penyedia layanan "pelat merah" yang telah berkali-kali diberi label sebagai pemilik jaringan terluas. Dengan demikian meski sudah mendapatkan bantuan kuota internet dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), pembelajaran daring bagi banyak siswa masih merupakan kendala.
ADVERTISEMENT
Secara ekonomi tentu kita tahu, tidak semua keluarga memiliki perangkat yang memadai untuk melaksanakan pembelajaran daring. Adakalanya perangkat yang dipakai anak untuk belajar adalah perangkat yang sama dengan yang dipakai orang tuanya. Juga tidak semua rumah memiliki ruangan khusus untuk belajar. Sehingga suasana belajar di rumah kurang kondusif.
Masalah lainnya adalah ambisi dan kecenderungan orang tua agar anaknya mendapatkan nilai akademik yang tinggi. Sehingga banyak orang tua tidak segan-segan turun tangan membantu menyelesaikan tugas dari guru, yang seharusnya merupakan tugas anaknya.
Karena berbagai masalah yang ada, akhirnya pembelajaran daring dilaksanakan dengan cara yang sangat sederhana. Misalnya hanya dengan mengandalkan grup aplikasi penukar pesan instan. Guru hanya memberikan materi atau tugas menjawab soal-soal yang sifatnya pengetahuan. Sialnya dengan mudah jawabannya dapat ditemukan dengan bantuan mesin pencari Google.
ADVERTISEMENT
Dengan pembelajaran daring guru kesulitan menyampaikan materi secara menarik. Termasuk mengenali psikologis dan kemampuan belajar tiap siswanya. Padahal tujuan pendidikan bukan hanya agar siswa mengerti, siswa juga harus bisa “merasa” dan “melakoni”. Siswa tidak cukup hanya mengerti apa itu disiplin, tapi bagaimana mengaplikasikan disiplin tersebut dalam kehidupannya sehari-hari
Akhirnya pembelajaran daring dan pembelajaran tatap muka menimbulkan pro kontra. Ada yang berpendapat pembelajaran harus tetap dilaksanakan secara tatap muka asalkan diterapkan protokol kesehatan yang sangat ketat. Alasannya karena pembelajaran daring dapat menurunkan kualitas pembelajaran. Ada juga yang berpendapat Kesehatan lebih penting dan pembelajaran tatap muka adalah solusinya.
Bagi saya sendiri, baik secara daring atau tatap muka, hanya metode. Dan metode sifatnya dinamis. Yang tidak boleh ditawar adalah esensi pendidikan itu sendiri. sehingga masalahnya bukan terletak pada daring atau tatap muka. Namun, apakah pelaksanaan pembelajaran daring yang ada saat ini, mampu untuk mencapai tujuan Pendidikan?
ADVERTISEMENT
Menurut Ki Hadjar Dewantara, tujuan pendidikan adalah memerdekakan manusia. Manusia yang merdeka itu, selamat raganya, bahagia jiwanya. Untuk mencapai kondisi “merdeka”, pendidikan memiliki tiga peran penting atau yang disebut Tri Rahayu antara lain; memajukan dan menjaga diri, memelihara dan menjaga bangsa, memelihara dan menjaga dunia.
Mengingat capaian pembelajaran bukan hanya aspek pengetahuan, melainkan juga aspek sikap dan psikomotorik. Maka mengingat keterbatasan pembelajaran daring yang ada, rasa-rasanya sulit untuk mencapai tujuan pendidikan. Menjadikan peserta didik seutuhnya merdeka dan berdaulat. Baik secara ekonomi maupun secara pemikiran. Tidak eksklusif, melainkan berperan masyarakat dan gemar memberi manfaat.
Jadi, alih-alih mempertentangkan pembelajaran daring dan tatap muka, saya lebih suka menggabungkan keduanya (blended learning). Karena keduanya memiliki keunggulan tersendiri. Pembelajaran daring yang berbasis teknologi menawarkan efisiensi, kemudahan dan fleksibilitas. Misalnya mampu menekan biaya operasional. Membutuhkan sedikit ruang. Sekaligus memberi kesempatan bagi siapa saja yang terkendala dengan jarak dan waktu.
ADVERTISEMENT
Sementara kegiatan seperti praktikum, studio, praktik lapangan serta bentuk pembelajaran lainnya yang menekankan aspek psikomotorik, maka mau tidak mau memang harus disampaikan secara langsung melalui pembelajaran tatap muka. Di sinilah guru berperan secara dinamis memilih metode mana yang paling sesuai dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.