Anak Saya Jadi BTS

Rahman Tanjung
Widyaiswara Ahli Madya BKPSDM Kabupaten Karawang, Dosen STIT Rakeyan Santang Karawang
Konten dari Pengguna
17 Juli 2021 21:08 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rahman Tanjung tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bagi sebagian orang mungkin jika mendengar kata “BTS” pikirannya otomatis akan tertuju pada boyband terkenal asal Korea Selatan yang beranggotakan tujuh orang pria. BTS sendiri merupakan kepanjangan dari Bangtan Seonyeondan atau bisa disebut juga dengan Bangtan Boys.
BTS Festa 2019. Foto: Facebook/Bangtan Official
Banyak sekali orang-orang yang menggemari mereka, bahkan beberapa dari mereka merupakan fans resmi yang tergabung dalam ARMY. Mereka rela berdesak-desakan atau membayar mahal untuk mendapatkan BTS Meal yang waktu itu sempat viral dan menghebohkan.
ADVERTISEMENT
Penggemar BTS sangat bervariasi, mulai dari anak-anak hingga yang orang tua, wanita juga pria. Bahkan anak saya yang pertama yang kini duduk di kelas dua SMP adalah salah satu penggemar BTS.
Lalu, mengapa judul artikel di atas menyebutkan anak saya jadi BTS, apakah anak saya bergabung menjadi ARMY atau bahkan menjadi salah satu personel BTS?
Jangan kaget dulu ya, kedua anak saya saat ini sudah menjadi BTS. Karena menurut saya dengan jadi BTS adalah modal dasar yang diperlukan dalam menjalani hidup ini ke depannya, bukan hanya untuk anak saya, tapi juga anak-anak Anda, anak-anak kita semua.

Berani Tidur Sendiri (BTS)

BTS yang saya maksud di sini adalah berani tidur sendiri. Hal ini sangat penting bagi setiap anak untuk bisa tidur sendiri tanpa harus tidur selalu ditemani oleh orang tuanya.
ADVERTISEMENT
Mungkin banyak dari orang tua yang suka tidur dengan anaknya saat masih kecil, dengan maksud agar mereka bisa secara langsung mengawasi dan merawatnya. Bahkan ada juga anak yang sudah usia sembilan atau sepuluh tahun masih tidur ditemani orang tuanya.
Ilustrasi anak tidur sendiri (sumber: pixabay.com)
Hal tersebut tentu tidak sepenuhnya salah, tetapi yang terbaik adalah tidak terus-menerus melakukan hal ini. Mengajari anak-anak untuk tidur sendirian di kamar yang berbeda juga merupakan kondisi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan mereka.
Saya pernah menonton sebuah film berjudul Baby Day’s Out. Di film tersebut bahkan orang tua sudah memisahkan anaknya yang masih bayi untuk tidur terpisah dalam boks bayi yang berada di kamar yang terpisah juga dari orang tuanya.
ADVERTISEMENT
Setiap anak tentu memiliki karakter dan kepribadiannya sendiri, sehingga kita tidak bisa membandingkan ketika melihat anak dari saudara atau tetangga anda sudah bisa tidur sendiri saat usianya masih tiga atau empat tahun. Sedangkan anak anda misalnya walaupun sudah berusia tujuh tahun masih belum berani tidur sendiri.
Hal ini saya alami sendiri, ketika anak pertama saya Azkia sudah berani tidur sendiri saat usianya empat setengah tahun, sedangkan adiknya Azka baru sekarang ketika usianya sudah enam tahun lebih, mulai berani tidur sendiri.

Manfaat tidur sendiri bagi anak

Berani tidur sendiri tanpa didampingi orang tua merupakan hal yang sangat penting. Hal ini merujuk pada pendapat salah seorang ahli parenting yang juga pengarang buku berjudul Unlocking Parental Intelligence: Finding Meaning in Your Child's Behavior, bernama Laurie Hollman, Ph.D., yang mengatakan bahwa banyak manfaat yang diperoleh seorang anak ketika dia berani tidur sendiri.
ADVERTISEMENT
Hollman menjelaskan bahwa bila anak berani tidur sendiri, maka anak tersebut bisa belajar tentang keterampilan baru berupa kemampuan dalam menenangkan dirinya sendiri saat malam hari tanpa bantuan kedua orang tuanya.
Selanjutnya manfaat dari berani tidur sendiri bagi anak adalah dapat menumbuhkan rasa percaya diri. Ketika anak sudah bisa tidur sendiri, hal itu akan meningkatkan kepercayaan dirinya bahwa dia bisa menjaga dirinya sendiri.
Dengan berani tidur sendiri anak juga tentunya akan menjadi lebih mandiri dan mendorong hal-hal positif lainnya, seperti mulai membiasakan berpakaian sendiri, merapikan tempat tidurnya sendiri serta mengatur barang miliknya sendiri.
Hollman juga menambahkan, bahwa keberanian anak untuk tidur sendiri akan sangat bermanfaat ketika mereka sudah tumbuh semakin besar dan dewasa, mereka mungkin mulai menginap di rumah nenek/kakeknya, atau sepupunya tanpa ditemani orang tuanya. Bahkan anda tidak perlu khawatir atau memaksa mereka ketika harus ikut acara camping di sekolah atau mengikuti pesantren kilat.
ADVERTISEMENT
Dengan keberanian yang dimiliki anak untuk tidur sendiri, bisa menjadi modal bagi seorang anak untuk belajar mandiri, memicu mereka untuk berani tampil sendiri di depan umum dan bahkan mereka bisa belajar untuk melaksanakan apa yang menjadi tanggung jawabnya sendiri.

BTS memerlukan proses

Bila boyband BTS memerlukan proses dalam perjalanan kariernya, yang awalnya hanya berasal dari sebuah agensi kecil hingga menjadi superstar seperti sekarang ini. Maka agar anak jadi BTS (Berani Tidur Sendiri) juga memerlukan proses, tidak begitu saja mereka mau dan berani untuk tidur sendiri.
Ketika mereka masih bayi, orang tua pasti ingin selalu dekat dengan anak-anaknya, sehingga biasanya akan membiarkan mereka tidur di kamar yang sama. Tentu hal ini tidak menjadi masalah, bahkan bisa membuat kita lebih menjaganya. Tetapi, ketika anak mencapai usia tiga atau empat tahun, orang tua sudah dapat membiasakan bayinya tidur terpisah dari mereka.
ADVERTISEMENT
Mengapa di usia tiga atau empat tahun? Dari berbagai sumber yang diperoleh, pada saat usia anak mencapai tiga atau empat tahun, anak mulai bisa berkomunikasi dengan baik, bisa menyatakan perasaan dan keinginannya, bisa mengerti perintah yang diberikan orang tuanya.
Di samping itu, pada rentang usia ini, anak-anak biasanya sudah lebih aman untuk ditinggal tidur sendirian, karena mereka sudah mulai bisa memberitahukan orang tuanya bila ada hal-hal yang membuatnya merasa tidak nyaman.
Memisahkan tempat tidur anak dari orang tuanya juga diajarkan dalam Islam, sebagaimana hadits nabi Muhammad SAW, yang berbunyi: “Perintahlah anak-anak kalian untuk melakukan salat saat mereka berumur tujuh tahun, pukullah mereka (jika tidak melaksanakan salat) saat mereka telah berumur sepuluh tahun, dan pisahlah tempat tidur di antara mereka” (HR Abu Daud).
ADVERTISEMENT
Selanjutnya disebutkan juga dalam kitab Kifayah al-Akhyar karya Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini, yaitu: “dan ketika anak kecil laki-laki dan perempuan telah menginjak usia sepuluh tahun, maka wajib untuk memisahkan mereka dengan ibu, bapak, saudara laki-laki, dan perempuannya dengan ranjang yang berbeda
Ada beberapa langkah atau cara agar anak berani untuk tidur sendiri, misalnya saja dengan menyiapkan kamar tidur untuk mereka yang mengutamakan keamanan dan kenyamanannya. Anak diusahakan ditempatkan di kamar yang lokasinya dekat dengan kamar orang tua.
Orang tua bisa juga menambahkan ornamen atau aksesoris khusus di tempat tidur atau kamarnya sesuai dengan hobinya agar mereka betah di kamarnya, misalnya saja anak perempuan diberi tema Barbie atau putri Disney dan anak laki-laki diberi tema kartun robot atau superhero.
ADVERTISEMENT
Ketika orang tua akan membiasakan anaknya untuk tidur sendiri, tentu tidak langsung begitu saja meninggalkan mereka tidur sendiri. Hal ini bisa dilakukan secara bertahap dengan melihat karakter dan kondisi anak.
Orang tua bisa menemaninya terlebih dahulu si anak sebelum dia tertidur, misalnya saja dengan membacakan dongeng favoritnya atau hanya sekadar mengobrol dengannya.
Orang tua juga bisa memberikan apresiasi bagi si anak jika berani tidur sendiri di malam pertamanya. Misalnya dengan memberikan pujian atau bila perlu anak diberikan hadiah berupa mainan favorit agar anak semakin termotivasi untuk terus tidur sendiri.
Dari semua hal-hal yang telah disampaikan di atas, satu hal yang perlu diperhatikan adalah perlunya komunikasi yang baik dengan anak-anak kita, jangan sampai maksud untuk membiasakan anak berani tidur sendiri disampaikan dengan kalimat bentakan atau ancaman, hingga anak menjadi takut atau bahkan merasa terancam.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya orang tua perlu mendidik dan mengkomunikasikan anaknya sesuai dengan kondisi saat ini, sebagaimana ungkapan dari sahabat nabi Bernama Ali bin Abi Thalib yang menyatakan: “Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian”.