Lapar dan Haus Ditahan, Tapi Belanja Tak Terkendalikan

Rahman Tanjung
Widyaiswara Ahli Madya BKPSDM Kabupaten Karawang, Dosen STIT Rakeyan Santang Karawang
Konten dari Pengguna
9 Mei 2021 19:09 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rahman Tanjung tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Alhamdulillah tak terasa kita sudah memasuki sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan. Kalau kata Ustaz, sepuluh terakhir Ramadan adalah periode Itqun minan Nar, di mana umat Islam yang berpuasa dan bertakwa diberi kesempatan luas agar terbebas dari api neraka.
ADVERTISEMENT
Dalam tulisan ini saya tidak akan membahas tentang sepuluh hari terakhir Ramadan, tetapi tentang fenomena yang saya rasakan, atau mungkin juga anda rasakan dan sering terjadi saat bulan Ramadan di negeri kita ini.
Bagi para suami, apakah anda pernah bertanya kepada istri anda, atau malah istri anda yang menyampaikannya pada anda, tentang uang belanja yang cepat habis saat bulan Ramadan. Padahal di bulan Puasa kita diperintahkan untuk menahan lapar, haus dan hawa nafsu kita sebelum waktu berbuka tiba, sehingga kita lebih bisa berhemat di bulan Ramadan.
Misalnya saja uang belanja bulanan yang biasanya cukup untuk sebulan, tapi saat Ramadan malah pengeluarannya membengkak menjadi lebih besar. Apakah ada dari anda yang merasakan dan mengalaminya? Bukankah seharusnya ketika kita berpuasa, belanja pengeluaran akan lebih sedikit dibandingkan bulan-bulan lainnya, karena belanja makan hanya untuk dua kali sehari (sahur dan berbuka), tidak seperti biasanya.
ADVERTISEMENT
Lapar mata, ngabuburit dan buka bersama (bukber)
Meskipun pandemi covid-19 belum berakhir, nampaknya tak menyurutkan orang-orang untuk keluar rumah mulai dari selepas Ashar sampai menjelang waktu Maghrib untuk mencari makanan berbuka.
Biasanya mulai selepas Ashar atau bahkan mulai di siang hari kita mungkin sering tergoda melihat jajanan, makan dan minuman yang lezat yang kita lihat. Sehingga membuat kita tergoda membeli bermacam makanan untuk waktu buka puasa nanti.
Padahal ketika azan Maghrib berkumandang sebagai tanda waktu berbuka puasa, dengan meneguk segelas air putih dan makan sepotong roti atau sedikit gorengan saja kita sudah merasa kenyang.
Mungkin uang belanja yang tak bisa dikendalikan saat bulan puasa karena kita sedang “lapar mata”, yaitu suatu kondisi di mana kita seolah-olah ingin membeli apa yang kita lihat, padahal belum tentu kita membutuhkannya. Terkadang ketika akan mencari makanan untuk berbuka, seolah-olah aneka macam makanan yang dijajakan para pedagang wajib kita beli, seperti aneka jajanan untuk takjil, es, sirup atau sejenisnya.
Acara Buka Puasa Bersama (Sumber: Koleksi Pribadi)
Seringkali aneka makanan dan takjil yang sudah telanjur kita beli itu justru tidak termakan semuanya karena terlalu kenyang. Pada akhirnya, makanan-makanan tersebut dibiarkan begitu saja hingga basi.
ADVERTISEMENT
Uang yang sudah dibelanjakan pun akhirnya terbuang sia-sia. Padahal Allah SWT telah memerintahkan kita untuk tidak berlebih-lebihan dalam makan dan minum, sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S Al-A’raf ayat 31, yang artinya:
Biasanya kondisi lapar mata ini erat hubungannya dengan kebiasaan “ngabuburit” umat muslim di bulan Ramadan, yaitu kebiasaan kumpul bareng dengan teman atau keluarga untuk keluar rumah menghabiskan waktu sambil menunggu waktu berbuka puasa tiba. Nah saat demikianlah biasanya lapar mata menyerang kita, karena sewaktu hang out sudah banyak pedagang yang menjajakan ragam makanan untuk menu berbuka.
Belum lagi di bulan puasa kita mengenal tradisi Buka Bersama atau Bukber. Ajakan atau undangan Bukber biasanya cukup banyak datang kepada kita, mulai dari rekan kerja, keluarga, alumni, yang terkadang kita sulit menolaknya ajakan-ajakan tersebut karena merasa tidak enak bila menolaknya.
ADVERTISEMENT
Yang menjadi masalah adalah ketika kita ikut kegiatan Bukber, tidak memperhatikan kondisi keuangan yang kita miliki, sehingga ajakan untuk Bukber terpaksa kita turuti.
Walaupun tujuan dari Bukber baik untuk menjalin silaturahmi, sebaiknya kita bisa memilah mana yang prioritas dengan memperhatikan kondisi keuangan yang ada dan menyampaikannya kepada rekan yang mengajak melalui komunikasi yang baik.
Dengan kondisi saat sekarang, di mana pandemi Covid-19 masih melanda, menjalin silaturahmi saat Ramadan tidak harus bertatap muka langsung secara fisik. Kita masih bisa menggunakan fasilitas teknologi yang ada, misalnya dengan video call atau zoom meeting.
Selera tak memperhatikan salary
Ungkapan di atas hampir sama maknanya dengan peribahasa besar pasak dari pada tiang, yang artinya pengeluaran belanja lebih besar daripada pendapatan yang kita peroleh.
ADVERTISEMENT
Di bulan Ramadan ini, terkadang ada beberapa orang yang tak bisa mengendalikan hawa nafsunya untuk berbelanja, entah itu makanan, pakaian atau aksesoris yang mengikuti trend banyak orang. Menghabiskan gaji (salary) dan uang THR yang diterima tanpa perhitungan, yang penting mengikuti selera orang kebanyakan atau bisa bergaya di hari raya seperti orang-orang berada.
Sebenarnya selama kita mampu, tidak ada salahnya dengan selera atau gaya hidup, hanya saja kita harus bisa mengukur diri dengan kondisi yang ada pada diri kita, sehingga tidak terlalu memaksakan diri untuk ikut-ikutan selera atau gaya hidup orang lain.
Hal tersebut biasanya muncul karena ada gengsi pada diri kita yang terbentuk dari pergaulan kita sehari-hari atau hanya sekadar mengikuti gaya hidup yang sedang happening. Kebiasaan-kebiasaan yang terjadi di lingkungan pergaulan tersebut bisa jadi telah membentuk selera atau gaya hidup kita pada suatu standar tertentu.
ADVERTISEMENT
Misalnya saja ketika teman-teman anda mengajak berbuka puasa dengan menu makanan all you can eat yang harganya cukup lumayan mahal, karena merasa tidak enak menolak ajakan tersebut, anda terpaksa ikut, walaupun sebenarnya standar penghasilan kita hanya cukup untuk makan di kelas kantin karyawan.
Sebenarnya cara paling mudah untuk menghindari hal tersebut adalah dengan memilih pergaulan yang tepat, sehingga kita tidak mudah terbawa arus. Kalaupun kita harus tetap bergaul dengan teman yang selera dan gaya hidupnya di atas kita, usahakan tetap istiqomah dan mengukur diri kita untuk tetap tidak terbawa gaya hidup mereka. Karena sebenarnya yang tahu dan kenal diri kita adalah kita sendiri.
Dalam kehidupan dunia kita harus bisa mengukur diri sesuai keadaan dan jika memungkinkan membuat perencanaan keuangan yang matang. Walaupun mungkin saja untuk sekali-kali kita meluangkan waktu untuk ”me time” menikmati hasil kerja keras kita, tapi dengan tetap tidak memaksakan kehendak menuruti hawa nafsu.
ADVERTISEMENT
Saya jadi ingat akan ceramah dari Almarhum KH. Zainudin, MZ. Beliau memberikan perumpamaan bahwa mengejar dunia itu seperti meminum air laut, makin di minum malah makin haus. Maka, jika kita terlalu memaksakan selera tanpa memperhitungkan salary yang ada, hidup kita akan terus merasa kurang, sehingga akan membuat kita lupa akan bersyukur atas segala nikmat-Nya.
Kenaikan harga
Kondisi ini biasanya memang sering terjadi di bulan Ramadan, bahkan seminggu menjelang Ramadan pun harga-harga bahan pokok sudah mulai naik. Hal ini tentu bisa berdampak pada membengkaknya pengeluaran belanja di bulan Ramadan.
Ada baiknya untuk menghadapi hal ini, kita bisa mengatur pengeluaran kita dengan sedemikian rupa, atau bila perlu bertanya atau mencari tips-tips pengelolaan keuangan selama bulan Ramadan via internet.
ADVERTISEMENT
Selain itu, usahakan agar kita mengenali kebiasaan atau hal-hal yang dapat membuat keuangan kita menjadi lebih boros, jangan tergiur dengan diskon-diskon dari barang-barang yang sebenarnya belum begitu kita perlukan atau membuat prioritas pengeluaran selama bulan Ramadan.
Kembali ke tujuan puasa
Sebenarnya pengeluaran untuk belanja di bulan Ramadan bisa kita kendalikan dengan baik, sehingga tidak ada lagi namanya besar pasak daripada tiang. Hal utama yang perlu digaris bawahi adalah Kembali ke tujuan dari ibadah puasa ini.
Dalam menjalankan puasa di Bulan Ramadan, umat muslim dituntut untuk bisa menahan atau mengendalikan hawa nafsunya. Bukan saja hawa nafsu untuk tidak makan dan minum, melainkan bisa mengendalikan seluruh anggota tubuh kita lahir dan batin dari mulai terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari atau waktu Maghrib tiba.
ADVERTISEMENT
Dengan memahami tujuan puasa yang sesungguhnya, kita diharapkan bisa memilih dan memilah apa yang sebaiknya boleh dilihat/dilakukan dan tidak boleh dilihat/dilakukan serta meningkatkan amalan ibadah selama bulan Ramadan.
Tujuan akhir dari puasa melalui pengendalian hawa nafsu tersebut adalah membentuk insan-insan yang bertakwa, bukan dilihat dari berapa banyak pakaian, makanan, perabot, perhiasan atau aksesoris lainnya yang bisa kita beli di hari raya.
Mudah-mudahan ibadah puasa kita yang tinggal menghitung hari menuju kemenangan di awal bulan Syawal, tidak hanya sekadar menahan lapar dan haus semata, tetapi bisa membuat kita kembali fitri dan mendapatkan ridha-Nya, amin ya rabbal alamin.