Idul Fitri Adalah Kemenangan Besar, Benarkah?

Akbar Mia
ASN Kemenpora yang juga seorang adventurir. Menyukai kegiatan luar ruang, hiking, beladiri dan olahraga, terutama Aikido, jogging dan memanah. Alumnus program pascasarjana UI konsentrasi Kajian Stratejik Pengembangan Kepemimpinan
Konten dari Pengguna
12 Mei 2021 13:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Akbar Mia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."
ADVERTISEMENT
QS Al-Baqarah 2:183
Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh (dok pribadi)
Setelah menjalani ibadah puasa ramadhan selama sebulan penuh, tiba waktunya umat Islam memasuki bulan syawal. Sebagian menyambut selesainya ramadhan dan datangnya Syawal dengan kegembiraan. Syawal menandai selesainya kewajiban puasa ramadhan. Suka cita mewarnai datangnya bulan Syawal.
Bergembira dengan datangnya Syawal memang tidak terhindarkan. Puasa ramadhan memang dirasa cukup melelahkan. Bahkan bagi sebagian muslim ada yang merasa puasa ramadhan sebagai kondisi yang merepotkan. Namun sebagai suatu kewajiban, puasa ramadhan harus tetap ditunaikan bagi setiap muslim yang memenuhi syarat. Demikianlah, ketika puasa ramadhan selesai, maka tanggal 1 syawal menjadi hari yang dirasa patut dirayakan.
Tidak ada yang salah dengan merayakan datangnya Hari Raya Idul Fitri. Karena memang sebetulnya Idul Fitri merupakan hari bahagia. Bahkan Rasulullah SAW pun bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mengganti untuk kalian dua hari yang lebih baik dari dua hari raya itu; idul fitri dan idul adha.” (HR Ahmad no: 12006 dan yang lainnya).
ADVERTISEMENT
Ibnul A’rabi, sebagaimana dalam Al Lisan, berkata, “Hari 'ied disebut 'ied karena ia senantiasa kembali setiap tahun dengan kebahagiaan yang baru.” (dinukil dari Syarh Umdah al Fiqh, hal. 309)
Hari raya memang seharusnya dimaknai oleh kaum muslimin sebagai bentuk suka cita karena keutamaan dan karunia Allah, sublimasi dari kebahagiaan karena taat dan ibadah, rasa syukur yang seutuhnya karena takwa dan amal saleh.
Namun tidak pelak, pemaknaan hari raya yang penuh kebahagiaan ini pun mengalami beberapa pergeseran makna. Ada yang kemudian menjadikan hari-hari setelah ramadhan sebagai hari “balas dendam” karena satu bulan lamanya dikekang dan menahan nafsunya. Ada yang mengonsumsi makanan dan minuman secara berlebihan. Ada juga menganggap hari setelah ramadhan adalah hari kebebasan. Ada juga yang menyebut Idul Fitri sebagai “Kemenangan Besar.”
Ilustrasi menara masjid di senja hari (dok. pribadi)
Tepatkah pengenaan istilah "kemenangan besar" pada Hari Idul Fitri?
ADVERTISEMENT
Bulan syawal yang merupakan bulan ke-10 dalam penanggalan atau kalender hijriah Islam, memiliki arti naik, ringan atau membawa (mengandung). Bulan syawal merupakan bulan di mana umat Islam merasakan peningkatan keimanan dan amal ibadah setelah selama satu bulan digembleng di bulan ramadhan.
Dikatakan para ahli sejarah, dahulu para salafus shalihin mempersiapkan diri sejak lima bulan setengah sebelum masuknya ramadhan. Kemudian, lima bulan setengah pasca-ramadhan pun mereka selalu mengharapkan bertemu kembali dengan ramadhan dan selalu memohon agar ibadah ramadhan yang telah lalu diterima Allah SWT. Dengan cara demikian, mereka mampu mempertahankan suasana ramadhan bahkan kala melalui sebelas bulan sisanya.
Nabi Muhammad SAW mengingatkan kita di hari-hari terakhir ramadhan, sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Jabir Radhiyallahuanhu: "Ketika datang akhir malam bulan ramadhan, langit dan bumi, serta para malaikat menangis karena merupakan musibah bagi umat Nabi Muhammad SAW. Sahabat bertanya: Wahai Rasulullah, musibah apakah itu? Rasulullah menjawab: Lenyaplah bulan ramadhan karena sesungguhnya doa-doa di bulan ramadhan dikabulkan, dan sedekah diterima, kebaikan dilipat gandakan, dan azab ditolak."
ADVERTISEMENT
Apabila makhluk-makhluk lain bersedih kala akan ditinggalkan ramadhan, lalu bagaimanakah Idul Fitri dapat dikatakan sebagai kemenangan besar? Bila para salafus shalihin masih terus merasakan suasana ramadhan hingga ramadhan tahun berikutnya, lalu seperti apakah yang disebut "kemenangan besar" tersebut?
Pada hakikatnya ramadhan merupakan bulan di mana umat Islam berlatih menjalankan berbagai ibadah, untuk mencapai derajat insan bertakwa, sebagaimana disifatkan dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 183. Menurut HAMKA dalam tafsir Al Azhar, takwa berarti memelihara. Memelihara hubungan yang baik dengan Allah SWT. Memelihara perbuatan agar tidak melakukan yang tidak Allah ridai. Memelihara anggota badan tidak melakukan hal-hal yang Allah larang. Memelihara diri agar senantiasa menjalankan perintah Allah SWT.
Suatu ketika, Abu Hurairah ditanya oleh seseorang, ''Wahai Abu Hurairah, apakah yang dimaksud dengan takwa itu?'' Abu Hurairah tidak menjawab pertanyaan itu, tetapi memberikan satu ilustrasi. ''Pernahkah engkau melewati suatu jalan dan engkau melihat jalan itu penuh dengan duri? Bagaimana tindakanmu untuk melewatinya?'' Orang itu menjawab, ''Apabila aku melihat duri, maka aku menghindarinya dan berjalan di tempat yang tidak ada durinya, atau aku langkahi duri-duri itu, atau aku mundur.'' Abu Hurairah cepat berkata, ''Itulah dia takwa!'' (HR Ibnu Abi Dunya).
ADVERTISEMENT
Hasil dari perjalanan selama ramadhan, baru akan terlihat setelah ramadhan berakhir. Sejauh mana intensitas ibadah yang dilakukan selama ramadhan, tetap terjaga pasca-ramadhan. Ini merupakan salah satu indikasi keberhasilan seseorang melalui kawah candradimuka bulan suci ramadhan. Dengan demikian, mereka yang berhasil melalui ramadhan dengan menjadi insan bertakwalah yang benar-benar meraih kemenangan.
Semoga kita semua benar-benar menjadi orang yang meraih kemenangan.
Selamat Idul Fitri 1442 H.
Taqabbalallahu minna wa minkum. Shiyamana wa shiyamakum. Kullu aam wa antum bi khair.