Laki-laki menjelang umur lima puluh itu mengelus rambutnya yang licin belah pinggir dengan garis yang sangat rapi. Seolah-olah dia membelahnya dengan penggaris dan memperhitungkan ketepatan garisnya dengan teliti. Tangannya mengetuk mircrophone di depannya dan terdengar bunyi "tuk tuk" yang menggema di seluruh aula.
Dia tersenyum lalu berdeham. Sayangnya yang keluar hanya suara berdenging. Sebagian besar siswa menutup telinga mereka. Kepala sekolah menoleh pada anak yang bertugas pada soundsystem. Buru-buru anak itu membetulkan volume dan bunyi denging menghilang. Kepala sekolah mengangguk lalu mengucapkan,” Selamat pagi.”
Loga mengetuk-ngetuk jam tangan dengan ujung jari telunjuk, seolah seperti memerintah jam itu berdetak lebih cepat. Dia tidak menyukai acara ini. Ratusan siswa duduk di aula yang luas menatap ke depan. Loga yakin mereka lebih suka menatap banner besar di latar panggung daripada melihat kepala sekolah. Wajah yang sangat tampan dengan senyum yang melumerkan siapa saja telah menguasai aula bahkan sebelum acara dimulai. Salah satu hal kenapa postur tubuh Loga yang tinggi tidak mencolok: karena wajah itu. Reyfan memiliki tinggi dua senti lebih tinggi dari Loga. Menjadi nomor dua memang lebih nyaman, seperti cangkang yang hangat.
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanPLUS
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
Bebas iklan mengganggu
Berlangganan ke newsletters kumparanPLUS
Gratis akses ke event spesial kumparan
Bebas akses di web dan aplikasi
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814