11 Perusahaan Smelter Tumbang Akibat Relaksasi Ekspor Konsentrat

20 Juli 2017 15:13 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tambang Nikel. (Foto: Thinkstock/Zetter)
zoom-in-whitePerbesar
Tambang Nikel. (Foto: Thinkstock/Zetter)
ADVERTISEMENT
Kebijakan relaksasi ekspor konsentrat mineral mentah bauksit yang telah dilakukan pencucian dengan kadar di bawah 42 persen dan nikel berkadar kurang dari 1,7 persen dinilai telah merugikan perusahaan pabrik pemurnian atau smelter.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia, Jonathan Handojo, mengatakan kebijakan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 dan 6 Tahun 2017 tersebut telah membuat 11 perusahaan smelter berhenti beroperasi.
"Ada sekitar 11 perusahaan berhenti beroperasi dari 23 perusahaan smelter yang terkena imbas. Sisanya 12 itu perusahaan masih berjalan tapi merugi, mereka masih membahas soal (jumlah) kerugiannya saat ini," kata Handojo, di Hotel Atlet Century Park, Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (20/7).
Menurut Handojo, pihak yang diuntungkan dari kebijakan relaksasi ekspor ini adalah negara lain seperti China. Hal ini karena China mendapatkan bahan tambang mentah yang bagus dari Indonesia.
"Kalau begini siapa yang untung? Negara lain. Smelter yang sudah tutup, hidup lagi karena ada bahan mentah bagus dari Indonesia," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Adapun 11 smelter yang berhenti beroperasi tersebut adalah PT Karyatama Konawe Utara, PT Macika Mineral Industri, PT Bintang Smelter Indonesia, PT Huadi Nickel, PT Titan Mineral, PT COR Industri, PT Megah Surya, PT Blackspace, PT Wan Xiang, PT Jinchuan, dan PT Transon.
Sedangkan, 12 perusahaan smelter nikel yang merugi yaitu PT Fajar Bhakti, PT Kinlin Nickel, PT Century, PT Cahaya Modern, PT Gebe Industri, PT Tsingshan (SMI), PT Guang Ching, PT Cahaya Modern, PT Heng Tai Yuan, PT Virtue Dragon, PT Indoferro dan PT Vale Indonesia Tbk.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara, meminta agar pemerintah mencabut kebijakan relaksasi ekspor konsentrat. Sebab, kata dia, amanat hilirisasi pertambangan sudah diatur dalam UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu bara.
ADVERTISEMENT
"Terlepas dari kecilnya prospek proses politik di DPR, kita pantas mengingatkan pemerintah tentang besarnya kerugian yang dialami negara dan rakyat akibat terbitnya PP relaksasi tersebut," pungkas Marwan