Oligarki Kartel, Kekuasaan, dan Kehilangan Sambungan

Heru Wahyudi
Dosen di Prodi Administrasi Negara FISIP Universitas Pamulang Serang
Konten dari Pengguna
7 Agustus 2023 19:23 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Heru Wahyudi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Fenomena Dunia Politik (Foto: pexels.com/tara-winstead)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Fenomena Dunia Politik (Foto: pexels.com/tara-winstead)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam realitas pilkada kini, tampak adanya pola pengelompokan kartel oleh para oligarki dalam politik Indonesia. Istilah ini menggambarkan bagaimana oligarki menjalin kerja sama melalui kartel guna mengendalikan sumber daya dan pemerintahan.
ADVERTISEMENT
Kolaborasi ini dibentuk melalui kesamaan kepentingan, perundingan, titik tengah, dan pengambilalihan dalam jaringan kolaboratif, sebagaimana yang tercatat dalam laporan di kompas.id (2023).
Namun, aspek yang patut diperhatikan adalah pengaruh negatif yang ditimbulkan terhadap pergerakan masyarakat sipil dalam konteks pemilihan umum (pemilu). Keterasingan dan kehilangan kendali gerakan masyarakat sipil terjadi seiring dengan keterputusan hubungan mereka dengan pemerintahan, khususnya melalui partai politik.
Praktik rekrutmen seperti seleksi, penilaian, dan pencalonan hanya berada di bawah wewenang partai politik, sehingga masyarakat sipil tidak memiliki akses yang memadai ke dalam sistem politik.
Para pengamat politik seperti Ambardi (2008), Slater (2014), dan Muhtadi (2015) menyoroti fenomena ini. Mereka melihat tren pengelompokan politik semakin umum terjadi pada era pasca Orde Baru hingga di masa sekarang.
ADVERTISEMENT
Salah satu aspek yang mencolok adalah ekspansi kekuasaan yang mengesankan melalui aliansi kuat dan pengambilalihan terhadap kekuatan oposisi.
Dalam praktiknya, pemilu saat ini cenderung menyerupai proses tawar-menawar, di mana peran partai politik sangat menonjol dalam menentukan struktur kekuatan politik pasca-pemilihan.
Fungsi pemilu bukan lagi semata-mata ungkapan demokrasi dan kehormatan pada suara rakyat, tetapi juga mencerminkan peran sentral partai politik dalam membentuk arah politik negara.

Karakteristik Oligarki Partai Politik dalam Pilkada

Ilustrasi Lobi Politik (Foto : pexels.com/august-de-richelieu)
Dalam konteks pilkada, oligarki dalam partai politik memiliki ciri khas yang memengaruhi jalannya pemilihan kepala daerah. Salah satu ciri tersebut adalah pengandalan pada karisma ketua umum partai, yang mengakibatkan kesetiaan kepada pemimpin lebih diutamakan daripada kemampuan individu atau kelompok dalam sistem yang ada. Ini berdampak pada dominasi partai politik yang memiliki pemimpin karismatik dalam pilkada.
ADVERTISEMENT
Selain itu, peran oligarki elite dalam partai politik juga sangat dominan dalam pilkada, seperti yang terjadi dalam beberapa kasus di Indonesia. Kekuatan dan pengaruh partai politik di suatu daerah menjadi penentu penting dalam hasil Pilkada.
Hasil survei oleh berbagai lembaga menunjukkan perbedaan antara partai politik yang dipimpin oleh pemimpin karismatik dan yang tidak. Partai politik dengan pemimpin karismatik cenderung lebih populer dan memiliki basis massa yang kuat.
Sebaliknya, partai politik yang lebih fokus pada kinerja individu atau kelompok dalam sistem yang telah terbangun, cenderung tidak memiliki karisma pemimpin yang sama.
Oligarki elite dalam partai politik memiliki dampak besar dalam Pilkada. Partai politik yang dikuasai oleh oligarki elite lebih mampu mengendalikan proses Pilkada dan memiliki peluang yang lebih tinggi untuk meraih kemenangan.
ADVERTISEMENT
Secara keseluruhan, karakteristik oligarki dalam partai politik pada Pilkada adalah dominasi partai politik yang mengandalkan karisma pemimpinnya serta kesetiaan terhadap pemimpin di atas segalanya. Oligarki elite juga memiliki peran penting dalam mengatur jalannya pemilihan kepala daerah.
Partai politik dengan pemimpin karismatik cenderung lebih populer dengan basis massa yang kuat, sementara partai politik yang didominasi oleh oligarki elite memiliki kendali yang lebih besar dalam Pilkada dan lebih mungkin meraih kemenangan.
Perbandingan antara berbagai partai politik menunjukkan betapa pentingnya faktor kepemimpinan dalam meraih popularitas dan kesuksesan dalam pemilihan. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa keberhasilan oligarki dalam Pilkada juga mengajukan pertanyaan tentang kualitas demokrasi dan partisipasi aktif masyarakat dalam proses politik.

Mengurai Oligarki Politik: Reformasi Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia

Ilustrasi Partisipasi Publik (Foto : (Foto : pexels.com/cottonbro-studio)
Dalam Komentar Umum 25 Komite PBB untuk Hak Asasi Manusia, Ahmad Taufan Damanik, Ketua Komnas HAM RI, menggarisbawahi bahwa Indonesia tengah menghadapi permasalahan serius terkait oligarki dalam proses penetapan calon kepala daerah.
ADVERTISEMENT
Praktik ini dianggap mengancam prinsip kesetaraan hak dan hak asasi manusia, sebagaimana disampaikan dalam situs resmi komnasham.go.id (2020). Meski demikian, terdapat sejumlah solusi yang bisa diimplementasikan untuk mengatasi isu ini.
Satu langkah yang dapat diambil adalah merumuskan regulasi hukum yang mengatur proses seleksi calon kepala daerah di dalam partai politik. Tindakan ini bertujuan memastikan bahwa calon yang diusung telah menjalani seleksi yang ketat serta memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.
Dengan cara ini, kepala daerah terpilih akan lebih mungkin memiliki kualitas kinerja yang unggul dan mampu mengemban tugas kepemimpinan secara efektif.
Contoh nyata yang menunjukkan dukungan masyarakat terhadap langkah ini adalah pandangan mayoritas yang percaya bahwa regulasi ketat akan mengurangi dampak oligarki dan membuka peluang lebih luas bagi calon berkualitas.
ADVERTISEMENT
Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa langkah-langkah ini belum cukup. Upaya mengatasi oligarki perlu merambah ke seluruh tatanan politik Indonesia. Transparansi, partisipasi publik, dan keterbukaan dalam pemilihan kepala daerah menjadi elemen penting.
Contoh positif dapat diambil dari negara-negara lain yang telah berhasil meredam praktik oligarki dengan menerapkan sistem pemilihan kepala daerah langsung oleh rakyat, sehingga masyarakat dapat memilih calon tanpa melalui perantara.
Jika praktik oligarki terus berlanjut, ini akan membahayakan demokrasi serta kualitas kepemimpinan di daerah. Masyarakat bisa merasa kehilangan keyakinan terhadap sistem politik dan merasa bahwa hak-hak mereka tidak dihargai.
Seperti diungkapkan dalam sebuah puisi anonim, "Tanpa oligarki, demokrasi bersinar bak sinar keadilan. Namun, jika kekuasaan terkonsentrasi pada segelintir elite, kegelapan akan meliputi peradaban ini."
ADVERTISEMENT
Mengatasi oligarki di politik penetapan kepala daerah memerlukan langkah nyata. Menyusun regulasi hukum yang mengatur seleksi calon di partai politik adalah langkah yang tepat.
Namun, mereduksi praktik oligarki secara menyeluruh dengan mengedepankan transparansi, tanggung jawab, dan partisipasi publik juga sangat penting. Melalui tindakan ini, demokrasi bisa berkembang lebih sehat dan kepemimpinan berkualitas akan muncul, mendorong kemajuan daerah.