
Suara alarm membangunkan kami. Pukul delapan pagi.
Aliyah dan Wortel mengulet nyaris berbarengan. Seolah menyadari itu kebetulan yang agak aneh, keduanya saling melirik. Aliyah tertawa sementara Wortel menyambutnya dengan gonggongan. Gonggongan Wortel mengagetkan Ufuk yang tidur sambil menutup wajah dengan buku Kenang-kenangan dari Dimensi Sempal. Ia mengomeli Wortel, Wortel malah melenggang ke dekat jendela. Ia melanjutkan tidur di bawah sinar matahari. Sebuah andropot meloncat-loncat di teras di luar jendela, tak lama kemudian Bu Isa tergopoh-gopoh dari arah dapur. Ia meminta salah satu dari kami membantunya mencari andropot kunyit yang baru saja lari.
Aliyah mengajukan diri. Ia bangkit, merapikan pakaiannya yang agak kucel, menguap lebar, lalu menyalakan ponselnya. Ia meminta Omi melacak lokasi andropot yang baru lewat dan biasanya secara otomatis di-tag ke Omi. Namun, fitur GPS dan tag ternyata tidak berfungsi. Bu Isa mengingatkan bahwa setiap jam 8 OPTA mengganggu kinerja barang-barang elektronik, internet, dan listrik di sekitar sini.
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanplus
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
Bebas iklan mengganggu
Berlangganan ke newsletters kumparanplus
Gratis akses ke event spesial kumparan
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814
Konten Premium kumparanplus
Dari retakan di tanah muncul lusinan siluet tangan dan kepala. Cahaya ungu muncul dari mulut dan mata mereka, menyerang pari bandi yang mengerang lebih keras. Beginilah akhirnya.
Nikmati novel Sabda Armandio, MONGREL, di kumparanplus.
18 Konten
KONTEN SELANJUTNYA
Mongrel 010: NOKTURNAL
Sabda Armandio
SEDANG DIBACA
Mongrel 009: GLITCH
Sabda Armandio
KONTEN SEBELUMNYA
Mongrel 008: KALIA
Sabda Armandio
Lihat Lainnya
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten