Mongrel 017: SIRKUIT & SIKLUS

“Anakku.”

Kata terakhir yang Pak Polo ucapkan itu membaur bersama semua hal yang kutemukan di dalam kebunnya. Rambut-rambut halus di lengan, tungkai kaki, dan kudukku meremang dan hanya itu yang sanggup tubuhku lakukan: seluruh perasaan ngeri cuma diterjemahkan dengan tegaknya rambut-rambut halus. Tak bisa berlari, tak bisa bergerak, tak bisa teriak. Betapa tidak efektif kinerja tubuhku dalam situasi berbahaya seperti ini.

Pak Polo tersenyum. Di belakangnya, bersandar pada pintu masuk, seseorang berambut panjang dan agak berantakan sedang menunduk sambil sesekali menggosok-gosok hidungnya. Orang itu adalah yang kulihat di layar ketiga di ruang cam-cop tadi. Pak Polo menggeser posisinya sehingga tak ada lagi penghalang di antara kami. Ia kelihatannya menghindari tatapanku.