Setya Novanto, Bintang Senayan kini Penghuni 'Pesantren'

Jurnalis | Penulis Buku 'Metamorfosis Sandi Komunikasi Korupsi' | Tim Penulis Buku 'Serpihan Kisah Jurnalis Tiang Bendera'
Konten dari Pengguna
8 Mei 2018 12:01 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari User Dinonaktifkan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Setya Novanto di KPK. (Foto: Antara/Wahyu Putro A)
zoom-in-whitePerbesar
Setya Novanto di KPK. (Foto: Antara/Wahyu Putro A)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hiruk pikuk perjalanan perkara korupsi Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) dengan pelaku mantan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) selama hampir satu tahun belakangan kini berakhir. Sang bintang gemerlap dari Senayan resmi menjadi penghuni baru 'pesantren' Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin Bandung, Jawa Barat.
ADVERTISEMENT
Bertepatan dengan 'Jumat Keramat', Jumat, 4 Mei 2018 siang. Setnov dieksekusi oleh jaksa eksekutor pada Komis Pemberantasan Korupsi (KPK) guna menjalani masa pidana penjara 15 tahun di Lapas Sukamiskin. Eksekusi dilakukan karena putusan sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht) dan Setnov berstatus terpidana.
Masa pidana itu dikurangi waktu penahanan (kurungan) selama menghuni 'kos-kosan' Rumah Tahanan Negara (Rutan) Cabang KPK, sebagaimana putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Usai menjalani pemeriksaan kesehatan terakhir yang dilakukan dokter KPK dan seluruh administrasi rampung, Setnov terlihat keluar dari Rutan KPK sekitar pukul 13.30 WIB. Rutan ini berada di bawah gedung penunjang pada Gedung Merah Putih KPK. Mengenakan kaus hitam dibalut jaket hitam metalik dan celana jins biru, Setnov melambaikan tangan kepada para jurnalis.
ADVERTISEMENT
Wajah mantan Ketua Umum DPP Partai Golkar ini semringah. Dia terus menebar senyum. Terlihat kondisi badannya segat bugar dan sehat. Setnov lantas menghampiri para jurnalis yang menunggu sedari pagi. Setnov berpamitan akan meninggalkan Rutan KPK menuju Lapas Sukamiskin.
Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR 2009-2014 ini berterima kasih kepada para jurnalis. Setnov menyebut Rutan KPK sebagai kos-kosan dan mengibaratkan Lapas Sukamiskin sebagai pesantren.
"Pertama-tama saya khusus berterima kasih pada wartawan dan saya sekarang mohon pamit ya, saya dari kos-kosan saya akan menuju ke tempat pesantren," ujar Setnov di depan Rutan KPK, Gedung Merah Putih KPK pada Jumat, 4 Mei 2018 siang.
Setya Novanto di Gedung KPK (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Setya Novanto di Gedung KPK (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
Dia meminta maaf kepada semua pihak atas segala perbuatannya dan peristiwa yang terjadi selama perkaranya (kasus) sejak awal bergulir hingga kemudian disidangkan di Pengadilan Tipikor Jakarta dan diputus majelis hakim. Setnov mengaku dirinya akan banyak belajar di 'pesantren' Lapas Sukamiskin.
ADVERTISEMENT
"Sekali lagi, saya mohon maaf sebesar-besarnya," paparnya.
Di sisi lain, Setnov menempatkan dirinya seolah orang yang terzalimi. Karenanya dia mengucapkan doa khusus bagi mereka yang menzaliminya. Tapi pria yang pernah menjadi anggota DPR sejak tahun 1999 ini tidak menyebutkan siapa pihak yang menzaliminya.
"Mudah-mudahan mereka yang menzalimi tentu dimaafkan dan siapa yang menzalimi tentu akan dibalas oleh Allah SWT baik di dunia maupun di akhirat," ucapnya.
Sehari sebelum menjalani eksekusi, Setnov menjadi saksi dalam persidangan terdakwa perkara menghalangi penyidikan e-KTP, advokat sekaligus pendiri dan Managing Patners kantor hukum Yunadi & Associates, Fredrich Yunadi.
Di sela-sela persidangan dan usai memberikan kesaksian pada Kamis, 3 Mei 2018 malam, Setnov tersenyum dan tampak senang saat disinggung rencana eksekusi pada Jumat. Dia mengaku sejak putusannya inkracht, maka dirinya selalu siap kapanpun dipindahkan dari Rutan KPK ke Lapas Sukamiskin. Dia akan banyak belajar berdoa selama berada di Lapas Sukamiskin.
ADVERTISEMENT
"Di Sukamiskin, ini saya mulai dari kos (Rutan KPK) saya akan ke pesantren. Saya akan banyak belajar berdoa, berdoa. ... Ya karena dengan pindahnya ini, tentu kita ke pesantren lebih banyak berdoa, banyak memohon pada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Ya kalau enggak ada keadilan di dunia, ya ada keadilan di Allah Subhanahu wa Ta'ala yang ada di sana," ujar Setnov saat ditemui para jurnalis di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis, 3 Mei 2018.
ADVERTISEMENT
Politikus ulung yang sempat terseret kasus #papamintasaham ini mengaku saat berada di Sukamiskin maka dirinya kembali menjadi masyarakat biasa. Di Lapas Sukamiskin, Setnov mengaku pasti akan bertemu sesama mantan kolega di DPR dan rekan-rekan kenalannya.
"Pasti bertemu kawan lama. Saya akan berbaur dengan teman yang lain. Saya mohon maaf pada anggota dewan dan seluruh rakyat Indonesia," ujarnya.
Di ujung kesaksian Setnov dalam persidangan Fredrich Yunadi, Ketua Majelis Hakim Saifudin Zuhri memberikan kesempatan selama satu menit untuk menyampaikan pernyataan terkait dengan perkaranya. Kesempatan diberikan sehubungan dengan status Setnov dan kapasitasnya. Lagi-lagi Setnov menyampaikan permohonan maaf atas perbuatannya.
"Pada kesempatan ini saya juga minta maaf kepada seluruh anggota DPR Republik Indonesia dan seluruh masyarakat Indonesia, karena pada kesempatan ini (saya sampaikan) saya dihukum dengan 15 tahun, hukuman yang cukup berat. Tapi karena ini putusan hukum, saya tetap menghormati. Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta'ala ada hukum yang lebih adil di sana," ungkap Setnov di hadapan majelis hakim.
ADVERTISEMENT
Kamis malam itu, Setnov berharap sang istri, Deisti Astriani Tagor bisa mendampinginya saat proses eksekusi hingga ke Lapas Sukamiskin. Itupun kalau diizinkan KPK. Setnov menceritakan, istrinya selalu ingin terus mendampingi Setnov.
Setnov juga mengatakan sebelum dipindahkan ke Lapas Sukamiskin, maka dia akan berpamitan dengan para tahanan lain di Rutan KPK. Bagi Setnov, para tahanan itu seperti teman kos-kosan yang senasib sepenanggungan. Dia juga berdoa untuk mereka agar diberikan tuntutan dan vonis yang ringan.
"Saya pertama-tama harus minta izin kepada sesama teman-teman di kos-kosan, yang susah bersama-sama. Mudah-mudahan mereka diberikan tuntunan untuk tuntutan yang ringan dan dapat hukuman yang ringan. Dan kita berdoa bersama supaya bisa selesai," ucapnya.
Berdasarkan pemberitaan media massa, setiba di Lapas Sukamiskin Jumat sore Setnov pun mengungkapkan pengibaratan serupa: kos-kosan dan pesantren.
ADVERTISEMENT
Diketahui pada Selasa, 24 April 2018, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta yang dipimpin Yanto menvonis Setnov dengan pidana penjara selama 15 tahun dan pidana denda sebesar Rp 500 juta subsidair pidana kurungan selama 3 bulan.
Setnov juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar USD 7,3 juta dikurangi Rp 5 miliar yang sebelumnya dikembalikan ke KPK, subsidair pidana penjara selama 2 tahun. Dia juga dihukum dengan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama 5 tahun setelah selesai menjalani pidana pokok.
Majelis hakim menilai, Setnov selaku anggota DPR merangkap Ketua Fraksi Partai Golkar 2009-2014 terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tipikor secara bersama-sama dalam perkara korupsi pembahasan hingga persetujuan anggaran dan proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tahun 2011-2013 (hingga adendum kontrak ke-9).‎
ADVERTISEMENT
Rutan KPK juga 'Pesantren'
Antonius Tonny Budiono (Foto: ANTARA/Galih Pradipta)
zoom-in-whitePerbesar
Antonius Tonny Budiono (Foto: ANTARA/Galih Pradipta)
Bila kita sempat menghadiri persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, atau paling tidak membaca berita media massa, maka kita bisa menemukan bahwa istilah 'pesantren' sebagai perujuk bagi tempat penahanan atau tempat menjalani masa tahanan sudah lebih dulu diungkap pelaku lain.
Adalah terdakwa penerima suap dan gratifikasi lebih Rp 21 miliar, Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Antonius Tonny Budiono, yang lebih dulu menyebut istilah tersebut. Tonny menyampaikannya pada Rabu, 4 April 20118, saat menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa maupun setelah pemeriksaan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Tonny menyebutkan, dirinya banyak belajar dan menyadari semua kesalahannya setelah menjadi tahanan KPK. Tonny ditahan di Rutan Cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur. Bahkan di dalam Rutan Guntur, Tonny mengaku terus berdoa dan memohon pengampunan dari Tuhan Yang Maha Esa.
ADVERTISEMENT
Bagi Tonny, sebenarnya dirinya bukan ditahan atau berada dalam rutan, tapi dalam pesantren. Tonny menyebut Rutan Guntur sebagai 'Pondok Pesantren Guntur'. Penyebutan 'Pondok Pesantren Guntur' sebagai istilah bagi Rutan Guntur, diakui Tonny karena menyitir nama Pesantren Gontor, Ponorogo, Jawa Timur.
Di dalam Pesantren Guntur, Tonny bahkan melakukan kegiatan penyadaran kepada para tahanan lain. Tonny dengan sukarela menyampaikan kepada para tahanan agar mengakui perbuatan dan mengungkapkan semua hal yang diketahui dalam kasus masing-masing.
"Saya akui saya salah. ... Makanya waktu saya sudah di 'Pondok Pesantren' Guntur (Rutan Guntur), saya kasih tahu ke teman-teman, tolong kalian jangan seperti saya, sakit rasanya seperti saya. Saya seorang dirjen, saya dianggap sebagai orang penyakit lepra, semua menghindari saya. Sakit rasanya masuk Guntur," ujar Tonny sembari menangis tersedu-sedu di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
ADVERTISEMENT
Sebagai akibat dari perenungannya di Pesantren Guntur, Tonny pun bersedia menjadi 'misionaris' bagi KPK dalam bidang pencegahan korupsi. Bahkan saat berkali-kali diperiksa penyidik, Tonny menyampaikan dirinya siap membantu KPK sebagai narasumber untuk menyadarkan masyarakat dan para tahanan agar tidak berbuat korupsi dan mengambil yang bukan haknya.‎ Karena akibatnya akan kembali pada diri sendiri dan keluarga hingga karir mereka.
Pesantren Sebenarnya di Kasus Korupsi
Banyak definisi yang disodorkan berbagai kalangan tentang pesantren. Sebagian besar definisinya mencakup lembaga pendidikan tempat mempelajari, mendalami, meresapi, menghayati, dan mengamalkan ilmu-ilmu agama serta menjadikan moral dan nilai keagamaan sebagai pedoman hidup baik sebagai individu maupun sebagai bagian dari umat, bangsa, dan negara.
ADVERTISEMENT
Dalam perkembangannya tidak hanya ilmu-ilmu agama yang dipelajari di pesantren, tapi juga ilmu-ilmu umum. Unsur pesantren setidaknya, yakni dipimpin oleh kiai, para pengajarnya adalah para ustaz (ustazah), santri sebagai murid, dan terdapat bangunan asrama.
Dalam konteks pesantren sebenarnya hakikatnya sudah terbuka dalam kasus (perkara) korupsi dan terkoneksi dengan narapidana korupsi. Sedikitnya ada orang yang saya catat.
Pertama, terpidana 15 tahun penjara mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR sekaligus mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Perkaranya sudah divonis hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA) dengan putusan No. 1261 K/Pid.Sus/2015. Satu di antara perkara Anas yakni Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Anas Urbaningrum (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Anas Urbaningrum (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Majelis kasasi yang diketuai Artidjo Alkostar menilai, dua bidang tanah yang dibeli di Yogyakarta untuk lahan Pondok Pesantren Krapyak guna peningkatan sarana dan prasarana sebagai bagian dari TPPU yang dilakukan Anas. Total tanah seluas 560 meter persegi di Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Yogyakarta yang dibeli pada Februari 2012 dengan harga sekitar Rp 1,2 miliar.
ADVERTISEMENT
Pondok Pesantren Krapyak dipimpin oleh KH Attabik Ali. Kiai Attabik adalah mertua dari Anas. Kiai Attabik pernah menjadi saksi dalam persidangan Anas di Pengadilan Tipikor Jakarta Selatan pada Kamis 28 Agustus 2018.
Majelis kasasi menilai, pembelian dua bidang tanah di Yogyakarta tersebut mempunyai hubungan kausal dengan sisa uang dari fee-fee proyek yang berasal dari APBN yang diperoleh Anas. Karenanya majelis kasasi memutuskan, dua bidang tanah tersebut dirampas untuk negara.
"Tetapi guna tetap terlaksananya fungsi sosial, pendidikan, keagamaan, dan kepentingan umum, maka pengelolaan dan pemanfaatannya diserahkan kepada Yayasan Al Maksum Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta," demikian bunyi petikan salinan putusan.
Konteks kedua tentang kata dan makna pesantren sebenarnya, juga berhubungan dengan terpidana mantan anggota DPR sekaligus mantan Bendahara Umum DPP Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin alias Nazar. Pemilik Permai Group ini sudah lebih dulu menghuni Lapas Sukamiskin. Kini Nazar sedang menjalani masa asimilasi di sebuah pesantren di Bandung.
ADVERTISEMENT
Asimilasi adalah proses pembinaan narapidana dan warga binaan pemasyarakatan dengan kerja sosial. Proses asimilasi ini dilakukan sebelum Nazar mendapatkan pembebasan bersyarat. Asimilasi didasarkan pada keputusan akhir Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) pada Ditjen Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kementerian Hukum dan HAM.
Muhammad Nazarudin (Foto: Antara/Yudhi Mahatma)
zoom-in-whitePerbesar
Muhammad Nazarudin (Foto: Antara/Yudhi Mahatma)
KPK sudah menolak memberikan rekomendasi untuk pembebasan bersyarat dan asimilasi Nazar tersebut. Sekadar informasi, Nazar adalah terpidana empat perkara berbeda yang perkaranya divonis dalam tahun berbeda.
Pertama, Nazar divonis majelis kasasi MA pada 2013 dengan pidana 7 tahun atas penerimaan suap dalam pengurusan dan pengesahan anggaran proyek Wisma Atlet, SEA Games, Palembang, Sumatera Selatan.
Kedua, pada 2016 Nazar divonis majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta dengan pidana penjara selama 6 tahun dan denda sebesar Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan.
ADVERTISEMENT
Vonis 6 tahun penjara ini karena Nazar terbukti melakukan tiga perbuatan pidana. Satu, menerima suap Rp 23,119 miliar berupa 19 cek dari PT Duta Graha Indah (DGI) dari Mohamad El Idris (mantan manager marketing PT DGI sekaligus mantan terpidana suap Wisma Atlet).
Nazar juga menerima uang tunai Rp 17,25 miliar dari PT Nindya Karya yang diserahkan oleh Heru Sulaksono (mantan kepala Divisi Konstruksi dan Properti PT Nindya Karya sekaligus mantan kepala PT Nindya Karya Cabang Sumatera Utara dan Aceh).
Uang suap itu merupakan imbalan atau fee karena Nazaruddin sudah mengupayakan PT DGI dan PT Nindya Karya mendapatkan sedikitnya 12 proyek dari APBN.
Kedua, selaku anggota DPR periode 2009-2014 Nazar melakukan TPPU kurun 23 Oktober 2010 sampai 15 Desember 2014 dengan total Rp 627,86 miliar. Ketiga, Nazaruddin selaku anggota DPR 2009-2014 melakukan TPPU kurun 15 September 2009-22 Oktober 2010 dengan total Rp 283,6 miliar.
ADVERTISEMENT
Sikap KPK atas 'Pesantren'
Jubir KPK Febri diansyah (Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Jubir KPK Febri diansyah (Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan)
Juru Bicara KPK Febri Diansyah hanya tersenyum saat disinggung tentang pernyataan Antonius Tonny Budiono untuk Rutan KPK di Guntur sebagai 'Pesantren Guntur' dan pernyataan Setya Novanto yang menyebut kos-kosan untuk Rutan KPK di Gedung Merah Putih KPK dan pesantren untuk Lapas Sukamiskin. "Kalau penggunaan istilah itu kan di luar domain KPK," ujar Febri di Gedung Merah Putih KPK pada Jumat 4 Mei 2018 malam.
Dia menuturkan, dalam konteks Rutan Cabang KPK yang berada di bawah Rutan Kelas I Jakarta Timur, maka bagi KPK adalah menyelenggarakan fungsi rutan sesuai dengan standar yang telah diatur dalam undang-undang dan peraturan yang ada. Penahanan terhadap tahanan tidak melebihi batas masa penahanan. KPK tetap memberikan fasilitas, pelayanan, makanan, dan memfasilitasi pelaksanaan ibadah para tahanan.
ADVERTISEMENT
"Termasuk perlakuan-perlakuan yang lain dan juga disiplin terkait jam kunjungan, tidak ada pihak-pihak lain yang bisa masuk. Dan itu dilakukan secara ketat. Fokus KPK di sana," imbuhnya.
Febri menuturkan, menjadi hak masing-masing individu tahanan kalau kemudian ada tahanan yang masih berstatus tersangka atau terdakwa maupun terpidana yang menghuni Lapas Sukamiskin misalnya kemudian menyadari kesalahan. Bahkan, pun kalau akhirnya berkeinginan membuka semua hal terkait kasus atau perkara.
"Kalau keinginan itu muncul ketika selama ditahan, saya kira itu bisa dilihat secara positif untuk penegakan hukum," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Mantan pegawai fungsional pada Direktorat Gratifikasi KPK ini mengungkapkan, jaksa eksekutor pada KPK memang sudah melakukan eksekusi terhadap terpidana Setya Novanto ke Lapas Sukamiskin Bandung pada Jumat, 4 Mei 2018 siang. Eksekusi dilakukan agar Setnov menjalani pidananya sesuai vonis majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dia membeberkan, eksekusi dijalankan setelah seluruh proses rampung mulai dari administrasi hingga pemeriksaan kesehatan. Febri mengungkapkan, Setnov juga sudah membayar uang denda Rp 500 juta.
"Pihak Setya Novanto telah membayarkan denda Rp 500 juta dan biaya perkara Rp 7.500. Sedangkan untuk pembayaran uang pengganti belum dilakukan selain uang titipan Rp 5 miliar sebelumnya. Namun, pihak Setya Novanto telah menyerahkan surat kesanggupan membayar," tegas Febri.
Dia menyampaikan, sebelumnya dua terpidana perkara e-KTP yakni Irman dan Sugiharto yang masing-masing divonis 15 tahun di tahap kasasi MA juga sudah dieksekusi ke Lapas Sukamiskin dari Rutan Guntur pada Rabu, 2 Mei 2018. Febri menjelaskan, selain pidana penjara 15 tahun Irman juga didenda Rp 500 juta subsidair 8 bulan kurungan.
Irman dan Sugiharto di sidang korupsi e-KTP (Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
zoom-in-whitePerbesar
Irman dan Sugiharto di sidang korupsi e-KTP (Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Hanya saja, pidana tambahan uang pengganti bagi keduanya berbeda. Untuk Irman sebesar USD 500.000 dan Rp 1 miliar dikompensasikan dengan uang yang telah dikembalikan ke KPK sebesar USD 300.000. Sugiharto sejumlah USD 450.000 dan Rp 460 juta dikompensasikan dengan uang yang telah dikembalikan ke KPK sebesar USD 430.000 dan 1 unit Honda Jazz senilai Rp 150 juta.
ADVERTISEMENT
Setya Novanto, Irman, dan Sugiharto kini masuk dan tergabung dalam paguyuban alumni tahanan KPK di Lapas Sukamiskin. Paguyuban ini terbagi dalam beberapa bagian berdasarkan asal tempat penahanan selama ditahan KPK, misalnya alumni Rutan Guntur.
Berdasarkan informasi dan cerita dari para pembesuk dan keluarga para narapidana dan eks narapidana perkara korupsi yang ditangani KPK, setiap kali seorang terpidana masuk Lapas Sukamiskin selalu diadakan acara seremonial penyambutan. Di dalam lapas berbagai kegiatan juga dihelat. Pun saat narapidana resmi bebas dan keluar lapas, acara pelepasan juga digelar.