Buku Harian Berjalan Seorang Ibu

Safira Ginanisa
Journalism Student (State Polytechnic of Jakarta)
Konten dari Pengguna
17 Mei 2020 15:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Safira Ginanisa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ilustrasi foto: Unsplash
Sepertiga malam menjadi waktunya mengembuskan harapan dan syukur yang kadang terdengar diikuti sayup-sayup isak tangis. Setiap untai kata yang terjalin melalui bibirnya merupakan catatan perjalanan hidup yang diingat dalam kepala dan diselipkan dalam hati. Disebut dengan doa, buku harian berjalan yang dituliskannya itu dengan suara penuh khidmat. Sebagai seorang wanita yang telah mempertaruhkan nyawanya demi melahirkan sepasang anak perempuan dan laki-laki, kami memanggilnya Ibu.
ADVERTISEMENT
Ibu adalah satu-satunya wanita di dunia yang akan memaafkan kebohongan kami tidak peduli seberapa besar itu. Dia masih akan memberi kami senyum hangat tidak lama setelah tingkah laku kami membuatnya marah dan akan menjadi yang pertama menyemangati kami setiap kali kami merasa sedih.
Ibu meninggalkan semua kebutuhan pribadinya sehingga kami dapat memiliki semua yang dibutuhkan dan tidak akan tidur atau makan sampai dia tahu kami aman dan sehat. Sosoknya rela melindungi kami dengan segenap jiwa dan raga. Dia kerap lelah, namun dia mencoba yang terbaik melakukan apa yang diperlukan untuk membuat kami menjadi orang yang lebih baik.
Pernah suatu pagi, Ibu terbangun dengan tubuh bagian kanannya tidak mampu digerakkan, lidah terasa kelu, kepala bagian belakang sakitnya luar biasa. Dia menyebut nama suaminya dengan lemah dan hampa, tidak mampu mengingat jelas suasana di Sabtu itu, meskipun terpatri jelas di ingatan kami yang menangis begitu lama. Esoknya, rumah sakit menjadi tempat Ibu berbaring, dengan serangan stroke sebagai alasannya.
ADVERTISEMENT
Tiap kali Ibu berdoa, kami tahu namanya selalu disebut paling akhir. Selalu begitu, mengutamakan orang lain di atas dirinya. Selalu begitu pula, yang dia ajarkan pada kami, untuk senantiasa mengingat kebaikan dan rasa syukur yang didapat sebelum menyampaikan permohonan atas keluh kesah diri. Disesali kami, menuturkan doa tanpa terputus baru setelah kesulitan menimpa. Tiap menit yang bergulir agar didengar oleh Sang Pencipta merupakan bentuk sedikit perjuangan kami yang tidak seberapa untuk Ibu yang sulit mengangkat kedua tangan.
Butuh berbulan-bulan untuk Ibu bisa mulai melakukan beberapa aktivitas dan butuh bertahun-tahun untuknya mampu beraktivitas normal meskipun tidak akan pernah bisa kembali seperti sedia kala. Teruntuk semua itu, sudah lebih dari cukup. Kami sangat bersyukur, Ibu pun demikan. Melalui sepertiga malam yang dia lewatkan setelah sembuh, buku harian berjalannya kembali menjadi bagian dari kesehariannya.
ADVERTISEMENT
Seandainya ada ungkapan yang lebih besar artinya namun mengandung makna serupa dari terima kasih, maka sudah kami panjatkan pada-Nya.
Ibu melakukan banyak hal untuk kami dengan cinta tanpa syarat, dan dia tidak akan berhenti hanya karena kami tumbuh dewasa.
Tidak setiap hari kami meluangkan waktu untuk memberi tahu Ibu betapa bersyukurnya kami atas kegigihannya berjuang selama hidupnya yang kami saksikan, namun kami percaya Ibu tahu doa kami selalu menyertainya, seperti doanya yang selalu menyertai kami.
(Safira Ginanisa)