SQR- LIPSUS Di Simpang Jalan Lockdown

Lockdown: Ditunggu dan Dicemaskan

M. Said Didu
Pengamat kebijakan publik.
21 Maret 2020 14:27 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Personel PMI dengan pakaian hazmat bersiap menyemprotkan disinfektan ke Wisma Atlet di Kemayoran, Jakarta. Wisma Atlet akan difungsikan sebagai RS Darurat Corona. Foto: REUTERS/Ajeng Dinar Ulfiana
zoom-in-whitePerbesar
Personel PMI dengan pakaian hazmat bersiap menyemprotkan disinfektan ke Wisma Atlet di Kemayoran, Jakarta. Wisma Atlet akan difungsikan sebagai RS Darurat Corona. Foto: REUTERS/Ajeng Dinar Ulfiana
Sejak merebaknya pandemik corona di berbagai negara, terdapat 4 jenis kebijakan yang dipilih masing-masing negara untuk menghambat penyebaran virus corona, yaitu: (1) melarang seluruh warga keluar dari tempat tinggal (lockdown), (2) mengendalikan perkumpulan manusia (social distance), (3) menutup pergerakan manusia dari wilayah terkena wabah, (4) “meliburkan” seluruh kegiatan perkantoran, sekolah, dan kegiatan lain agar tidak terjadi pertemuan manusia, dan paling ringan adalah (5) menutup masuknya pendatang dari negara yang terkena pandemik corona.
Ilustrator: Indra Fauzi/kumparan
Lockdown adalah kebijakan melarang semua penduduk keluar dari tempat tinggal dalam suatu wilayah pada selang waktu yang telah ditentukan.
Kebijakan lockdown menjadi dikenal dan diperdebatkan sejak merebaknya pandemik corona di berbagai dunia. Kebijakan ini menjadi salah satu pilihan untuk menghambat penyebaran virus corona. Sebab, penyebaran virus corona SARS-CoV-2 yang menyebabkan penyakit COVID-19, mayoritas terjadi melalui kontak manusia yang terinfeksi virus corona (carrier) dengan manusia lain, atau tersentuhnya benda yang mengandung virus corona yang berasal dari carrier oleh manusia yang masih sehat.
Jalan kosong di Wuhan, kota sumber penyebaran COVID-19 yang di-lockdown. Foto: Hector Retamal/AFP
RRT (Republik Rakyat Tiongkok) sebagai negara sumber awal corona berhasil menghambat penyebaran pandemik corona lewat kebijakan lockdown.
Sementara Iran dan Italia adalah negara dengan penyebaran pandemik corona yang sangat tinggi, pula dengan korban tertinggi, karena terlambat melakukan kebijakan lockdown.
Singapura dan Korea Selatan berhasil menghambat penyebaran pendemik corona lewat kebijakan social distance, tracing, checking, dan karantina.
Penyemprotan disinfektan di Kota Daegu, episentrum corona di Korea Selatan. Foto: AP Photo/Ahn Young-joon
Sampai saat ini Indonesia memilih kebijakan penutupan pintu masuk dari negara-negara endemik, serta kebijakan social distance di Jakarta. Sementara daerah lain mengambil kebijakan sesuai kondisi besarnya jumlah penduduk yang terjangkit. Belum ada daerah yang melakukan lockdown.
Melihat kondisi demografi, geografi, dan tingkat penyebaran infeksi corona, Indonesia sepertinya tidak perlu melakukan lockdown seluruh Indonesia. Kebijakan lockdown masing-masing daerah bisa saja dilakukan jika terjadi peningkatan penyebaran yang sangat tinggi di daerah tersebut.
Kebijakan lockdown sebaiknya tidak semata-mata berdasarkan batas administrasi pemerintahan, tetapi berdasarkan interaksi sosial yang terjadi, seperti halnya wilayah Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek) sebagai satu kesatuan sosial.
Kanal Venesia di Italia sunyi di masa lockdown. Foto: REUTERS / Manuel Silvestri
Melakukan lockdown suatu kota artinya menghentikan semua kegiatan fisik dalam kota tersebut, kecuali kegiatan di tempat tinggal masing-masing. Artinya, semua kegiatan ekonomi yang memerlukan pergerakan manusia berhenti.
Bagi negara yang memiliki kemampuan keuangan kuat, maka pemerintah menyediakan semua kebutuhan penduduk yang sedang di-lockdown, menyediakan semua kebutuhan pokok dalam jumlah yang cukup dan mudah diperoleh, serta tetap menyediakan pelayanan kesehatan yang baik.
Sebagai gambaran saja, jika kebutuhan pokok satu orang penduduk minimum Rp 100.000 per hari, maka jika melakukan lockdown 1 juta penduduk, dibutuhkan Rp 100 miliar per hari.
Jika lockdown 10 juta orang, maka dibutuhkan dana sebesar Rp 1 triliun per hari. Kalau lockdown 10 juta orang selama 14 hari, artinya butuh dana sebesar Rp 14 triliun. Ini belum termasuk dana pengobatan yang terkena virus corona.
Para awak kabin pasawat mengenakan masker pelindung di Bandara Changi Singapura Foto: AFP/Roslan Rahman
Keberhasilan kebijakan social distance di Singapura dan Korea Selatan karena didukung oleh kedisiplinan warganya serta ketegasan pemerintah.
Sementara saat Gubernur DKI membatasi angkutan umum untuk mengurangi pergerakan manusia, berbagai cemoohan, bully, demo, bahkan teguran dari pemerintah pusat, ditujukan kepadanya. Berdasarkan pengalaman itu, sepertinya sulit diharapkan keberhasilan penerapan kebijakan social distance di Indonesia.
Ilustrator: Indra Fauzi/kumparan

Apakah harus lockdown?

Jika terjadi peningkatan pandemik yang cukup tinggi serta mempertimbangkan kemampuan keuangan negara, maka pilihan kebijakan adalah melakukan lockdown wilayah kesatuan sosial (bisa lintas provinsi atau lintas kabupaten) yang diikuti oleh penutupan wilayah tersebut.
Jika kebijakan tersebut dipilih, maka hal yang harus disiapkan adalah ketersediaan bahan pokok dalam jumlah yang cukup kepada seluruh penduduk yang terkena lockdown.
Pemerintah harus menyediakan bahan pokok secara gratis kepada penduduk yang langsung kehilangan penghasilan akibat kebijakan lockdown seperti sopir ojol, sopir taksi, sopir mobil online, buruh harian, dan lain-lain.
Semoga penyebaran pandemik corona bisa segera berkurang sehingga tidak perlu ada wilayah yang terpaksa harus melakukan kebijakan lockdown.
Tapi karena perkembangan sangat dinamis, pemerintah tetap harus menyiapkan langkah antisipasi untuk melakukan lockdown.
Oleh: #ManusiaMerdeka
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten