Kejarlah Ilmu sampai Negeri China

Salika Najiyya
Buruh migran Hong Kong, yang ingin selalu mewujudkan mimpi menjadi kenyataan. Berkarya dan terus berkarya dalam bidang apapun. Facebook Salika Najiyya
Konten dari Pengguna
9 Mei 2018 13:19 WIB
comment
36
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Salika Najiyya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Saya perempuan, ibu sekaligus seorang istri yang telah berjuang di negeri bauhinia, Hong Kong. Menginjak usia yang keempat puluh tahun ini, saya berharap mampu berdiri tegak melanjutkan perjuangan di tanah rantau.
ADVERTISEMENT
Sepuluh tahun bukanlah waktu yang sebentar, mengais rezeki di perantauan, meninggalkan sejuta kenangan di Indonesia. Dari saya tidak bisa apa-apa hingga mengerti banyak hal. Pahit manis kehidupan menjadi seorang buruh migran sudah saya jalani. Kini saya tinggal memantapkan langkah menuju perubahan di usia yang kepala empat.
Sedikitpun saya tak boleh menyerah, meski raga terkadang pucat tiada warna, tatkala diri diserang sakit mendadak. Sekujur tubuh terasa ngilu. Hanya Allah tempat mengadu. Menangis sejadi-jadinya di dalam kamar sempit tempat tidur selama menjadi seorang buruh. Ingat anak, suami juga orangtua yang saya tinggalkan beberapa tahun silam.
"Nak, bukan Ibu tak ingin kembali. Di perantauan, ibu berjuang demi yang namanya perubahan. Ibu ingin sekali melihatmu jadi sarjana, untuk itulah sampai kau berusia 10 tahun, ibu masih tanda tangan kontrak lagi."
ADVERTISEMENT
Batin ini menjerit, putra semata wayang yang saya tinggalkan sejak usia empat bulan itu, harus tergadaikan kebahagiaannya, tanpa seorang Ibu di samping menjaga. Hanya nenek dan kakeknya yang selama ini merawat serta menjaga.
Bukan ibu tak rindu, pun tak ingin memelukmu. Rasa ini sama, seperti rasamu ingin dipeluk ibu. Anakku, bersabarlah, tidak lama lagi mimpi-mimpi ibu akan jadi kenyataan. Doakan ibu agar selalu diberikan kesehatan oleh Allah.
Saya tak boleh cengeng, jadi seorang buruh migran tidak boleh lemah. Sebagai bukti sudah kontrak kelima saya jalani. Karena saya tak ingin pulang dengan membawa kegagalan. Untuk itulah di perantauan saya memanfaatkan hari libur untuk belajar tentang apa saja.
Awalnya di tahun 2012, saya ikut belajar komputer di sebuah lembaga pendidikan yang instrukturnya seorang yang berkewarganegaraan Nepal, Bapak Kiran Dangol. Dari beliaulah saya bisa mengerti bagaimana menggunakan laptop. Karena sebelumnya, bidang ini sangat tidak saya minati.
ADVERTISEMENT
Namun, setelah saya mempunyai laptop yang beli dengan cara mengangsur ke majikan, akhirnya saya memasuki dunia pendidikan. Kurang lebih satu tahun digembleng. Mulai dari cara menghidupkan sampai bagaimana mematikan laptop.
Rasanya hampir tak percaya, saat sudah menyelesaikan pendidikan selama satu tahun dengan nilai yang lumayan. Bukan tanpa kendala. Di samping pekerjaan berat yang saya jalani menjaga dua anak majikan yang masih kecil, juga menghadapi kecerewetan nenek, saya harus mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh bapak dosen.
Namun semua bisa terlewati, meski kurang tidur. Sebab pekerjaan rumah selalu selesai larut. Dan di waktu menjelang tidur saya baru bisa mengerjakan tugas sekolah.
Tak jarang, ketika saya belum selesai memecahkan misteri soal yang diberikan dosen, tiba-tiba si kecil bangun minta susu. Ia baru bisa tidur setelah dalam gendongan saya. Sehingga sambil menggendong, saya bisa melanjutkan tugas sekolah.
ADVERTISEMENT
Satu tahun berlalu, lega rasanya bisa menyelesaikan pendidikan. Namun bukan berarti perjuangan sudah selesai. Sebab sebenar babak perjuangan baru dimulai. Saya harus mempraktekkan ilmu yang sudah didapat, supaya semakin terasah. Dan dari sini awal perjuangan itu.
Terimakasih yang tak terhingga saya ucapkan kepada guru pembimbing, akan jasa-jasa tanpa pamrih. Ilmumu akan saya amalkan agar bermanfaat bagi sesama. Kini saya sudah melek teknologi, kini saya sudah bisa membuat surat perusahaan ataupun membuat tabel. Kini saya bisa membuat daftar hadir, mendesain brosur, mengedit foto. Bahkan saat laptop mengalami hang mampu mengatasinya. Ilmumu sungguh sangat luar biasa.
Wisuda Ilmu Informasi Teknologi
Usai belajar ilmu komputer, pada tahun 2013 saya memasuki dunia kepenulisan. Saya tergabung dalam Forum Lingkar Pena (FLP) Hong Kong. Dari tidak bisa membedakan Ejaan Yang Disempurnakan, meletakkan titik, koma, dan tanda tanya. Hingga saya mulai cerewet jika membaca pesan yang disingkat-singkat. Dengan begitu saya akan terlatih menulis dengan baik dan benar.
ADVERTISEMENT
Dua tahun bersama FLP, lahir buku solo perdana saya bertajuk Potret Sejuta Mimpi (PSM). Buku pertama yang menjadi penyemangat untuk melahirkan buku-buku selanjutnya. Meski jauh dari kata sempurna, namun saya bahagia bisa membukukannya secara indie dan selfpublishing.
Dari sana saya banyak belajar, bagaimana me-layout sebuah buku. Mengedit bahkan membuat desain cover book sendiri.
Rosemarie, itulah nama pena saya, sebelum kemudian menjadi Salika Najiyya. Nama yang diberikan oleh Kang Abik, Penulis buku Ayat-ayat Cinta yang waktu itu menjadi pembicara di acara Festival Sastra Migran Indonesia (FSMI) yang diadakan oleh FLP.
Sejak saat itu, saya mengganti nama pena dan melahirkan beberapa buku. Di antaranya adalah Jodoh Kedua, Mahligai Cerita Hidup di Seberang, Antologi Puisi Ketupat Fitri, Antologi Puisi Dua Musim. Meskipun belum sempurna betul, saya bisa merasakan bagaimana prosesnya.
ADVERTISEMENT
Menulis, menyusun kata, mengedit, me-layout dan mendesain covernya sendiri, baru diserahkan ke penerbit dengan biaya sendiri. Kemudian memasarkannya sendiri. Ini adalah sebuah tantangan, saat menawarkan mendapat tolakan. Karena tidak semua orang mau membeli karya kita, bahkan ada yang meminta gratis.
Saya tersenyum, ketika buku itu laku terjual, maupun saya hadiahkan. Karena saya berharap buku itu bermanfaat dan menjadi penyemangat orang lain untuk berkarya. Terlepas dari menjadi penulis diri sendiri, saya juga belajar berwirausaha. Karena dengan berwirausaha, kemampuan menulis ini akan terasah.
Buku Pertama, Potret Sejuta Mimpi
Wirausaha yang saya jalankan saat ini adalah hasil belajar di komunitas Anggun Cinta Perdana (ACP) Hong Kong. Sebuah wadah pembelajaran binaan BRI Hong Kong. Berawal dari tour Ghuangzhou, Cina. Program pelatihan wirausaha ini terbentuk.
ADVERTISEMENT
Kami dibimbing dari nol hingga mampu berwirausaha sendiri di tanah air. Bukan hanya soal neraca laba rugi, namun juga tentang tata cara jual beli yang dihalalkan menurut Rasulullah.
Bimbingan keagamaan yang terselip di antara pembelajaran, menuntun kami untuk selalu melibatkan Allah dalam setiap langkah perjuangan. InsyaAllah dengan bersandar hanya kepada Allah semua yang kita inginkan dapat terwujud.
Wejangan yang selalu tertanam di hati kami itu selalu disampaikan oleh guru besar bapak Roby F. Sastraadmaja, yang tak pernah lelah membimbing tanpa pamrih. Terimakasih Guru.
Wisuda Teras Usaha Mikro BRI
Kini 2 tahun sudah saya tergabung di ACP, dan saya sudah merealisasikan mimpi membangun usaha kecil di Indonesia. Toko kelontong yang menjual sembako sudah berdiri selama dua tahun dengan nama toko Sumber Rezeki, yang dikelola oleh Ibu tercinta.
ADVERTISEMENT
Orang yang selama ini mendukung perjuangan, serta mengasuh putra saya. Berkat Ibu pula, toko tersebut bisa berkembang. Sungguh, tanpa Ibu, apalah saya. Tak terlukiskan oleh kata rasa terimakasih ini untukmu Ibu.
Toko Sumber Rezeki
Saya tidak berhenti sampai di sini. Pada tahun 2016, saya mendaftarkan diri di Institut Thibun Nabawi (ITN) Hong Kong. Dalam bimbingan Ustadz Abu Rabbani Sadza, selama kurang lebih satu tahun saya belajar ilmu kedokteran Islam, hijamah atau bekam. Di sana saya bisa mendapatkan tambahan ilmu tentang kesehatan.
Menjadi buruh, adakalanya kita sakit. Jika kita tidak menyayangi kesehatan, bagaimana kita bisa bekerja dengan baik? Di sinilah saya dapatkan ilmu bekam dan kesehatan juga bertambahnya keimanan serta ketaatan kepada sang pencipta.
ADVERTISEMENT
Harapan saya, kelak jika sudah pulang ke Indonesia, semua ilmu yang saya dapatkan akan bermanfaat. Dan menunjukkan pada masyarakat bahwa seorang buruh bisa belajar dan berkarya. Semoga bisa mengurangi pandangan negatif tentang buruh luar negeri.
Inilah saya, seorang TKW Hong Kong yang benar-benar berjuang mengubah nasib. Bukan lupa tujuan, saya belajar banyak hal tentang kejamnya kehidupan. Sebab adanya ujian yang datang itu agar kita dapat naik kelas. InsyaAllah, doa, usaha, ikhtiar, sabar, tawakal, adalah kunci menuju pensiun dari seorang buruh menjadi pengusaha di tanah air. Aamiin
Untuk itulah saya melanjutkan mimpi berikutnya dengan merambah dunia jualan online dan offline. Dengan memanfaatkan gadget saya mulai menawarkan dagangan berupa gorden dan sprei. Awalnya saya memakai sistem dropship. Hingga akhirnya saya bisa menyiapkan barang ready. Sehingga banyak pembeli yang berdatangan ke rumah untuk membeli produk yang saya tawarkan.
ADVERTISEMENT
Dari situ, saya mulai menambah inventaris toko berupa etalase. Karena tidak mempunyai ruangan khusus, akhirnya saya memanfaatkan ruang tamu menjadi toko offline mini. Di mana pembeli bisa datang memilih barang yang diinginkan.
Empat bulan berjalan, semua gaji saya buat untuk kulakan. Sekarang tidak hanya sprei dan gorden, saya juga menjual aneka baju, tas, rak gantung, souvenir sesuai kebutuhan masyarakat. Bahkan di luar dugaan, koleksi pakaian adat di rumah bisa saya manfaatkan untuk persewaan di saat hari kartini maupun ada karnaval.
Subhanallah, nikmat mana yang akan saya dustakan. Begitu besar karunia Ilahi. Semua mimpi ini Engkau wujudkan bagai air mengalir tanpa sebuah rencana. Tersebab rencana-Mu yang terindah. Semoga usaha yang saya beri nama 'Doraemon Dream Shop' ini akan berkembang, sehingga saya bisa melanjutkan perjuangan di Indonesia. Aamiin.
Doraemon Dream Shop
ADVERTISEMENT
Kini, saya masih di Hong Kong. Melanjut kan kontrak demi satu mimpi lagi. Saya ingin mengajak Ibu umroh. Semoga Allah memampukan dan mengabulkan niat ini. Aamiin.