Bertemu di Bandara, Para TKW Berbagi Kisah Hidup di Negeri Orang

22 Juni 2017 11:44 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
TKW Mudik. (Foto: Amanaturrosyidah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
TKW Mudik. (Foto: Amanaturrosyidah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Bagaimana rasanya, banting tulang jauh dari keluarga? Tentu rasanya pasti melelahkan dan menyedihkan, dirundung rasa rindu tapi tak kuasa untuk bertemu. Kira-kira begitulah kesan yang aku dapat saat mendengarkan para pahlawan devisa saling mengobrol di dalam Shuttle Bus Bandara Soekarno-Hatta.
ADVERTISEMENT
Dari Terminal 2D, mereka mulai naik. Memang, terminal ini ditujukan bagi penumpang internasional. Koper-koper besar dengan susah payah mereka naikkan ke atas bus, sesekali sambil mengeluh.
"Dulu nggak kayak gini deh, perasaan. Langsung aja check in tanpa harus capek-capek naik-turunin koper," keluh Yanti, TKW asal Jember yang bekerja di Taiwan sejak 6 tahun lalu. Begitu masuk, ia langsung duduk di sisiku, di bangku paling belakang.
Hal senada juga diiyakan oleh Saidah yang duduk di depanku. Sama-sama bekerja di Taiwan dan sama-sama kesulitan membawa koper, membuat keduanya segera akrab. Obrolan mereka berlanjut saling curhat, sesekali sambil mencongkan tubuh dan mengabaikan keberadaanku yang terjepit keduanya.
Shuttle Bus di Bandara Soetta (Foto: Ridho Robby/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Shuttle Bus di Bandara Soetta (Foto: Ridho Robby/kumparan)
Seorang ibu-ibu paruh baya, bertubuh kecil dan berkerudung hitam yang duduk di sebelah Yanti, sekali mencoba bergabung dengan obrolan mereka. Walau sudah cukup berumur, justru dialah TKW dengan tempat kerja terjauh di dalam bus itu.
ADVERTISEMENT
"Saya di Dubai. Terbangnya selama 9 jam tadi," ucap ibu tersebut.
"Waduh, 9 jam? Aku sik 4 jam wae rasane ndredeg sikile, pegel boyoke," kata Yanti merespons dengan kaget. Kira-kira artinya, 'aku yang 4 jam (terbang) saja rasanya gemetar kakinya dan pegal punggungnya'.
"Sangar juga yho. Adoh temen. Jare gahine gedhe banget tapi aku ora wani ah nek tekan Dubai," komentar wanita di depanku yang intinya meski gaji di Dubai lebih besar, tapi dia tidak berani mencoba bekerja di sana.
Untuk kenyamanan membaca, mungkin saya akan menerjemahkan pembicaraan mereka dengan bahasa Indonesia saja.
Pembicaraan pun terus berlangsung dengan seru. Sesekali, TKW lain yang ada di dalam ikut 'nimbrung' dalam obrolan hangat Yanti dan wanita di depanku. Apalagi saat Yanti berbagi kisah mengenai keluarganya.
ADVERTISEMENT
"Ya, aku sebenarnya pengen pulang. Tapi mau gimana lagi, terlanjur memperpanjang kontrak. Apalagi, anakku sudah jadi perjaka sekarang. Sudah nggak bisa ditungguin terus," kata Yanti bercerita.
Ia mengaku beruntung, majikannya di Taiwan tergolong baik hati. Tidak hanya memberikannya libur reguler setiap weekend untuk bertemu suami yang juga bekerja di Taiwan, Yanti juga diberi kesempatan mudik di Idul Fitri.
"Kalau nggak gini, ilang lah bojoku," ujarnya sambil terkekeh.
Kerinduan juga diungkapkan wanita di depanku. Ia mengaku baru enam bulan bekerja di Taiwan, tetapi hatinya masih belum bisa lepas dari bayangan keluarga di Tanah Air, terutama anaknya.
"Kok berat, ya, ternyata ninggalin anak begini. Tapi mau gimana lagi. Kadang aku mikir, kalau nggak gini nanti anakku gimana masa depannya? Kerja di Indonesia pasti nggak akan mencukupi wong aku ini bodho kok," ujar wanita di depanku sambil menatap kosong kopernya.
ADVERTISEMENT
"Aku juga begitu dulu. Tapi gimana lagi. Kita harus kuat demi masa depan anak. Kupikir, enggak apa-apalah dibantu kerja jauh, yang penting anakku sekolah lancar, hidup lancar, gak ada kurangnya," ujar Yanti memberikan semangat.
"Nanti kalau udah biasa, juga lebih santai kok ngejalaninnya," tambahnya.
"Iya, aku juga begitu. Udah tujuh tahun nggak lebaran di rumah. Semoga anakku nggak lupa sama mukaku pas ketemu nanti," celetuk wanita dengan celana jeans hitam gaul di sebelah Yanti.
Obrolan pun berlanjut ke ajang saling membanggakan anak masing-masing. Meski lama tak berjumpa, namun mereka yakin perjuangan mereka di negeri orang akan membuat buah hatinya sukses.
"Pokoknya yang penting, anakku. Ini koper segede ini juga isinya banyak buat anakku aja. Kangen banget aku," ujar wanita di depanku, tersenyum simpul.
ADVERTISEMENT
Tak terasa, bus sudah memasuki area Terminal 3 gate 3, tempat penerbangan domestik. Dengan susah payah, mereka menurunkan koper-koper besar mereka dan bergegas pergi untuk melakukan check in, melanjutkan perjalanan ke kampung masing-masing.
Informasi lengkap soal bandara di Indonesia dan segala fasilitasnya bisa Anda pantau di aplikasi Indonesia Airports.