Saat menaiki tangga kayu seadanya, yang sering membuat Rio terjerembab, mataku menangkap sepasang sendal kulit hitam di bawah pintu. Jelas ia sudah menelan banyak jarak dan debu jalanan bersama langkah pemiliknya.
Terdengar bunyi serdawa, keras, dari pintu yang terbuka lebar.
Sambil melepas Warrior-ku, aku menyapa Bang Rojak. Dia bertelanjang dada, hanya memakai jeans, dan bersimpuh tepat di bawah jendela kaca kecil yang menghubungkan ruang tengah itu dengan studio 4 x 3, tempat aku, Levi, dan Rio beribadah tiga kali seminggu.
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanPLUS
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
Bebas iklan mengganggu
Berlangganan ke newsletters kumparanPLUS
Gratis akses ke event spesial kumparan
Bebas akses di web dan aplikasi
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814