Wisata Alam Bogor Kian Tidak Nyaman

Curug Goa Lumut di Gunung Bunder, Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Sumber: Dokumentasi Pribadi

Bogor dikenal dengan wisata alamnya yang menakjubkan, terutama deretan curug dan kawasan pegunungan yang menjadi magnet bagi wisatawan. Namun, di balik keindahan tersebut, berbagai kendala masih menjadi permasalahan yang meresahkan. Pungutan liar (pungli) dan kenaikan tarif masuk yang tidak diimbangi dengan peningkatan fasilitas menjadi dua hal yang semakin membuat pengalaman wisata kurang menyenangkan.

Di beberapa curug di Kabupaten Bogor, contohnya Curug Ciparay di Kecamatan Pamijahan, wisatawan dihadapkan pada pungli yang merajalela. Tidak hanya membayar sekali, tetapi diharuskan mengeluarkan uang di beberapa titik tanpa kejelasan apakah retribusi tersebut dikelola secara resmi atau hanya dimanfaatkan oleh oknum tertentu. Beberapa curug bahkan memiliki sistem pembayaran berlapis, di mana wisatawan harus membayar di gerbang awal dengan tarif yang cukup tinggi, kemudian dikenakan tarif tambahan sebelum mencapai lokasi utama, ditambah dengan biaya parkir yang jumlahnya bervariasi tergantung lokasi dan pengelola.

Dengan berbagai pungutan yang dikenakan, seharusnya fasilitas wisata di dalam kawasan lebih terjaga. Namun, kenyataannya, fasilitas yang ada kurang memadai. Seperti tempat pembuangan sampah yang jarang ditemukan dan petugas resmi yang seharusnya bertanggung jawab atas keamanan pengunjung pun sulit ditemukan. Hal ini menunjukkan bahwa pungutan yang dikumpulkan tidak digunakan sepenuhnya untuk pengelolaan wisata, melainkan lebih condong pada kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Sedangkan di sisi lain, Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) justru menghadapi polemik lain, yaitu kenaikan tarif masuk yang dianggap tidak masuk akal. Jika sebelumnya tarif masuk hanya Rp35.000 untuk dua pengunjung (Rp17.500/orang), kini tarif tersebut melonjak menjadi Rp60.000 untuk dua pengunjung (Rp30.000/orang), hampir dua kali lipat dari harga sebelumnya. Ketidaksesuaian informasi harga tiket masuk Taman Nasional Gunung Halimun Salak yang tercantum di akun Instagram resminya pun menimbulkan kebingungan. Di Instagram, harga tiket sebelumnya masih tercatat sebesar Rp7.500 per orang, sementara di lapangan, wisatawan justru dikenakan tarif Rp17.500 per orang.

Pengalaman ini merupakan pengalaman pribadi yang dialami penulis. Perbedaan yang cukup signifikan ini berpotensi merugikan pengunjung yang telah merencanakan anggaran perjalanan mereka berdasarkan informasi resmi. Sebagai sumber informasi utama, seharusnya akun media sosial resmi selalu diperbarui agar tidak menyesatkan masyarakat. Transparansi dalam pengelolaan wisata sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik dan memastikan pengalaman wisata yang lebih baik.

Tarif PNBP Baru pada Taman Nasional Gunung Halimun Salak yang Berlaku Mulai Tanggal 30 Oktober 2024. Sumber: Instagram Resmi Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak

Kenaikan harga ini menimbulkan kekecewaan mendalam bagi wisatawan, terutama karena kondisi infrastruktur yang masih jauh dari kata layak. Jalur di dalam kawasan TNGHS, khususnya via Gunung Bunder, masih didominasi oleh jalanan berbatu dan rusak yang sangat tidak nyaman untuk dilewati. Dengan tarif masuk yang naik drastis, wisatawan tentu berharap adanya peningkatan fasilitas dan infrastruktur. Namun, realitas di lapangan justru menunjukkan bahwa jalan menuju kawasan ini masih sama buruknya seperti sebelumnya. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar: untuk apa kenaikan tarif ini jika fasilitas dan aksesibilitasnya masih minim?

Tarif Tambahan di Gerbang Menuju Curug Lembah Tepus yang ada di Dalam Kawasan Gunung Bunder, Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Sumber: Dokumentasi Pribadi

Tak heran jika banyak wisatawan yang kecewa dan mulai menyebarluaskan pengalaman mereka di media sosial. Jika dibiarkan terus terjadi, baik pungli di kawasan wisata curug maupun kenaikan tarif tanpa peningkatan fasilitas di TNGHS dapat berdampak buruk bagi industri pariwisata Bogor. Wisatawan yang merasa dirugikan akan enggan untuk kembali, dan dalam jangka panjang, jumlah kunjungan bisa menurun drastis.

Jalan Rusak menuju Curug Ciampea di Dalam Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Sumber: Dokumentasi Pribadi

Pemerintah Kabupaten Bogor dan pihak pengelola wisata harus segera mengambil langkah tegas untuk mengatasi permasalahan pungli dan kenaikan tarif yang tidak diimbangi dengan peningkatan fasilitas. Penertiban pungli dapat dilakukan dengan menerapkan sistem tiket masuk yang lebih transparan dan terpusat, sehingga wisatawan tidak lagi dikenakan pungutan berlapis di beberapa titik. Pengawasan ketat juga diperlukan untuk memastikan tidak ada oknum yang mengambil keuntungan secara ilegal, serta membuka layanan pengaduan agar wisatawan dapat melaporkan praktik pungli yang mereka alami.

Selain itu, jika tarif masuk dinaikkan, seharusnya ada peningkatan fasilitas yang jelas, seperti perbaikan jalan menuju kawasan wisata, petugas resmi yang seharusnya bertanggung jawab atas keamanan pengunjung, serta pengelolaan sampah yang lebih baik. Tanpa adanya upaya konkret dari pemerintah, wisata alam Bogor berisiko kehilangan daya tariknya, yang pada akhirnya akan merugikan industri pariwisata dan perekonomian lokal.

Bogor memiliki daya tarik wisata alam yang luar biasa, tetapi jika praktik pungli dan kebijakan tarif yang tidak berpihak pada wisatawan terus dibiarkan, pesonanya akan semakin pudar. Sudah saatnya semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat sekitar, bekerja sama untuk menciptakan lingkungan wisata yang lebih tertib, transparan, dan berkelanjutan.