Deteksi Alergen Pangan dengan Nanobiosensor

Salsabila Safira Frido
Mahasiswa Pasca Sarjana Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor
Konten dari Pengguna
18 Mei 2022 13:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Salsabila Safira Frido tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Shutterstock.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Shutterstock.com
ADVERTISEMENT
Prevalensi alergi global mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Sekitar 11-26 juta populasi Eropa diperkirakan alergi makanan sedangkan menurut Journal of Allergy and Clinical Immunology, kasus alergi makanan di Amerika Serikat 30.000 anafilaksis/ tahun dimana 2000 orang menjalani rawat inap dan 200 orang meninggal karena reaksi alergi yang disebabkan oleh konsumsi produk pangan yang mengandung alergen. Sehingga kasus alergi makanan menjadi beban kesehatan global yang besar. Istilah alergi pangan merupakan respon negatiF setelah mengkonsumsi makanan yang melibatkan sistem imun terutama antibody immunoglobulin E (IgE) pada kelompok hypersensitivity (Neethirajan et al 2018). Makanan yang mengandung alergen antara lain serealia mengandung gluten, telur, ikan, crustacea(udang, lobster, kepiting, tiram), moluska (kerang, bekicot atau siput laut), kacang tanah, kedelai, susu (laktosa), kacang pohon (tree nuts), dan sulfit dengan kandungan paling sedikit 10 mg/kg. Oleh sebab itu dalam peraturan BPOM, makanan yang mengandung alergen wajib dicantumkan dalam label kemasan.
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa tahun terakhir recall pangan karena kandungan alergen tidak dicantumkan menjadi alasan nomor satu untuk penarikan produk makanan. Sehingga sepanjang tahun terakhir banyak penelitian tentang proses menghilangkan senyawa alergen pada makanan. Namun paparan alergen yang tidak disengaja dapat terjadi akibat zat alergen yang tidak disebutkan pada label. Contoh kasus pada Peristiwa adanya laporan recall produk Bumbu Taco di Amerika Serikat karena tidak mencantumkan gandum pada label. Hal ini tentunya sangat merugikan untuk kelompok masyarakat yang memiliki alergi terhadap pangan tersebut. Masalah lainnya terjadi pada beberapa rempah seperti kunyit, jahe dan paprika bubuk dicampur dengan pati dari singkong, gandum (gluten) untuk meningkatkan volume, densitas dan parameter yang menguntungkan lainnya secara finansial dan masih banyak kasus alergi pangan lainnya.
ADVERTISEMENT
Saat ini belum ada pengobatan atau vaksin yang dapat menyembuhkan penderita hipersensitif terhadap makanan. Strategi mengurangi dampak buruk ini melainkan dengan cara melakukan edukasi kepada penderita dengan tidak mengkonsumsi alergen tertentu serta penanganan ketika dalam keadaan darurat. Walaupun demikian, Penderita hipersensitif ini seringkali menghadapi resiko tinggi seperti paparan alergen dari produk palsu, bahan yang tidak dicantumkan pada label, dan kontaminasi silang. Akibatnya alergi makanan membatasi kualitas hidup anak-anak dan orang dewasa. Dampak negatif ini dapat dikurangi dengan menggunakan alat pendeteksi dan pemantauan alergi makanan yang efektif.
Tren terbaru dalam kemajuan teknologi deteksi alergen pangan dengan memanfaatkan nanobiosensor yang dapat mendeteksi kandungan alergen dalam pangan. Biosensor merupakan perangkat yang mampu mendeteksi senyawa yang berbeda seperti polutan lingkungan, vitamin, residu pestisida dan biomolekul dalam sampel biologis atau makanan. Biosensor terbagi kedalam 3 komponen bio-recognition, transduksi dan pemrosesan sinyal. Dalam dua dekade terakhir nanoteknologi menjadi popular dikarenakan menggunakan bahan dalam skala nano dengan ukuran mulai 1 nm hingga 100 nm. Sehingga nanoteknologi yang digunakan pada biosensor (nanobiosensor) dianggap sebagai teknik yang spesifik,` inovatif, sensitive, murah, dan cepat sehingga dapat menggantikan metodologi sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan penelitian Aquino dan Conte Junior (2020), Prinsip kerja nano-biosensor terdiri dari pengambilan sampel uji kemudian dianalisis oleh materi anorganik atau nano material yang dimodifikasi dengan bio-recognition element kemudian diterjemahkan pada sistem deteksi berupa perubahan massa, panas, muatan dan pH yang diinterpretasikan dalam bentuk data untuk mengenali target. Dalam penelitian yang sama disebutkan bahwa nanopartikel yang digunakan untuk deteksi alergen terbaik dan banyak digunakan berasal dari emas karena kemudahan dalam sintesisnya, luas permukaan besar, konduktivitas baik dan biokompatibilitas. Biosensor memiliki reseptor dalam bentuk enzim, sel, antibody, molekul dan asam nukleat. Sehingga dalam analisis alergen terbagi dalam tes berbasis imunologi dan DNA. Dalam penelitian Neethirajan et al 2018 disebutkan bahwa sumber alergen yang dapat terdeteksi dengan prinsip nano-biosensor antara lain Ara h1, h2 dan h6 pada kacang tanah, gliadin dari gluten pada biji-bijian cereal, parvalbumin pada ikan dan turunannya, protein dalam biji wijen dan ekstrak minyaknya, tropomiosin pada kerang dan udang, Der f1 A pada tungau debu rumah tangga, ovalbumin pada telur,(kasein, whey, lactoglobulin) alergen pada susu sapi, allergen pada kemiri (cor a 1,2,8,9,10,11,12,14 dan TLP), cupin pada kenari, dan Ana 01, o2 dan 03 pada kacang mete.
ADVERTISEMENT
Teknologi nanobiosensor merupakan teknologi terbaru yang memiliki prospek yang menjanjikan jika tersedia secara komersial untuk digunakan oleh pelaku industri dalam menanggulangi permasalahan alergen pangan global beberapa tahun kedepan. Adanya tantangan yang dihadapi saat ini seperti pertumbuhan populasi yang mengarah pada konsumsi sumber protein baru seperti ganggang dan serangga yang akan meningkatkan prevalensi alergen pangan. Oleh karenanya penelitian akan deteksi alergen pangan akan terus berkembang dengan memasukkan sumber protein lain selain 8 jenis major alergen yang menjadi perhatian saat ini.
Daftar Pustaka
Neethirajan S, Weng X, Tah A, Cordero JO, Ragavan KV. 2018. Nano-biosensor platforms for detecting food alergens-new trends. J Sensing and Bio-sensing Research. 18:13-30. https://doi.org/10.1016/j.sbsr.2018.02.005
Aquino A dan Conte-Junior CA. 2020. A Systematic Review of Food Allergy: Nanobiosensor and Food Alergen Detection. J Biosensor. 10(194):2-19. doi:10.3390/bios10120194
ADVERTISEMENT