Halo Effect: Istilah First Impression dalam Dunia Psikologi

Salwa Adelia Safitri
Mahasiswa Psikologi Universitas Brawijaya
Konten dari Pengguna
26 November 2021 10:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Salwa Adelia Safitri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pasti kalian pernah mengomentari penampilan seseorang yang baru saja kalian temui? Atau mengomentari penampilan seseorang yang berada di sosial media ataupun di layar televisi? Contohnya seperti kita menilai orang yang memakai kemeja dengan motif kotak-kotak, berkacamata, dan membawa banyak buku adalah orang yang suka membaca dan kutu buku. Lalu ketika kita menilai seorang wanita yang berpakaian serba pink adalah wanita dengan kepribadian feminin. Tetapi, tahukah kalian dalam dunia psikologi hal itu disebut dengan istilah “Halo Effect”. Untuk informasi selengkapnya, simak artikel berikut yuk!
Sumber: https://pixabay.com/id/
Halo Effect adalah salah satu bias kognitif yang terjadi apabila kesan menyeluruh akan seseorang atau sesuatu didapat dari menggeneralisasi salah satu karakteristiknya. Istilah "halo" dalam efek ini, berasal dari fenomena optik berupa lingkaran cahaya di sekitar matahari, bulan, atau kadang-kadang pada sumber cahaya lain seperti lampu, yang menunjukkan kemiripan dengan generalisasi berlebihan ini.
ADVERTISEMENT
Secara singkatnya, halo effect adalah penilaian atas kesan pertama (first impression) pada saat kita melihat seseorang atau ketika orang lain melihat kita, yang dapat terjadi bahkan sebelum adanya interaksi. Istilah yang diperkenalkan pertama kali oleh seorang Psikolog bernama Edward L. Thorndike sekitar tahun 1920. Hal ini umumnya sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di dunia kerja yang berkaitan dengan kesan pertama, misalnya pada saat-saat seperti wawancara kerja, meeting dengan klien, ataupun dalam interaksi sehari-hari dengan sesama rekan kerja.
Sumber: https://pixabay.com/id/
Ada beberapa hal yang memengaruhi fenomena ini. Pada dasarnya manusia memang melihat sesuatu yang tampak ketika mereka awal bertemu, maka tidak menutup kemungkinan bahwa fenomena halo effect ini sungguh dapat menjadi ‘bibit’ dari mindset atau pola pikir yang salah dan tidak open-minded. Karena manusia memiliki sifat subjektif yang ada pada diri mereka.
ADVERTISEMENT
Kita kerap tidak menyadari bahwa kita telah mengalami bias dalam menilai seseorang. Bias pada dasarnya adalah hal yang melekat pada diri manusia, sehingga tidak mungkin dihilangkan sepenuhnya dari diri kita sebagai manusia. Akan tetapi, kita dapat mereduksinya dan perlu diketahui bahwa bias kognitif adalah wajar terjadinya karena manusia memang terlahir memiliki tendencies atau kecenderungan-kecenderungan akan keyakinan moral atau sosialnya masing-masing. Dan muncul asumsi negatif jika dihadapkan dengan sesuatu yang ‘melanggar’ atau ‘berbeda’ dari keyakinan-keyakinan kita adalah hal wajar. Maka dari itu, belajar menjadi pribadi yang lebih open-minded dengan menghargai sesama karena setiap individu adalah unik dan berbeda, mengetahui bahwa setiap orang juga memiliki nilai-nilai pribadi dan asumsi pribadinya adalah tindak yang paling bijaksana untuk dapat hidup bermasyarakat. Jadi, jangan mudah menilai orang hanya dari cover yaa teman-teman!!😉
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka
https://id.wikipedia.org/wiki/Efek_halo Diakses pada 20 November 2021
Rasmussen, K. (2008). Halo Effect. In N. J. Salkind & K. Rasmussen (Eds.), Encyclopedia of Educational Psychology, Volume 1. Thousand Oaks, CA: Sage Publications, Inc.
Leuthesser, L., Kohli, C.S. and Harich, K.R. (1995), "Brand equity: the halo effect measure", European Journal of Marketing, Vol. 29 No. 4, pp. 57-66. https://doi.org/10.1108/03090569510086657
Nisbett, R. E., & Wilson, T. D. (1977). The halo effect: Evidence for unconscious alteration of judgments. Journal of Personality and Social Psychology, 35(4), 250–256. https://doi.org/10.1037/0022-3514.35.4.250