Harga Kopi Gunting-mu Seperti Senjata Pemusnah Massal Pariwisata Bogor

Sandy Wisnu Aji
Pranata Humas Muda - Sekretariat Daerah - Kabupaten Bogor
Konten dari Pengguna
8 Oktober 2021 18:55 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sandy Wisnu Aji tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Menikmati Senja di Agrowisata Rawa Gede, Desa Sirnajaya, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor. Foto: Diskominfo Kab. Bogor.
zoom-in-whitePerbesar
Menikmati Senja di Agrowisata Rawa Gede, Desa Sirnajaya, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor. Foto: Diskominfo Kab. Bogor.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Beberapa waktu yang lalu, kita mendengar dari berbagai kanal berita dan media sosial, tentang testimoni pelancong di kawasan puncak Kabupaten bogor, yang “ditembak” dengan harga secangkir kopi sachet sebesar Rp 100.000,-. Bukan hanya itu bahkan tarif parkir kendaraan bisa sampai Rp 35.000,-.
ADVERTISEMENT
Harga ini wajar atau kurang ajar? Jika dilihat sekilas mungkin harga tersebut bisa dibilang kurang ajar. Tetapi jika dilihat dari perspektif pedagang, terdengar beberapa alasan pembenaran penerapan harga tersebut.
Seperti pelancong yang menginap, ini sebuah istilah untuk pengunjung warung yang ngopi di warung tersebut dengan waktu yang cukup lama, semisal dari tengah malam hingga menjelang subuh, dengan durasi hampir 4 sampai 5 jam. Hal itu membuat sebagian pedagang, seperti berhak memberikan harga tambahan untuk sewa tempat nongkrong layaknya cafe.
Hal ini memang dirasa tidak adil dari sisi pelancong, karena tidak ada daftar harga yang jelas dan harga yang dibebankan tidak masuk akal.
Kegaduhan tersebut hanya secuil masalah yang banyak terjadi di daerah tujuan wisata di banyak tempat di negara +62 ini. Misalnya harga pecel lele di Malioboro Yogyakarta atau harga ikan bakar di Pantai Anyer, Serang Banten.
ADVERTISEMENT
Kabar miring yang viral tersebut akan memberikan efek domino, layaknya senjata pemusnah massal, yang jika berulang, akan menghancurkan potensi pariwisata itu sendiri. Bagaimana tidak, jejak digital yang ditinggalkan akan menjadi referensi bagi pelancong-pelancong lain yang akan datang.
Hal ini tentu kontra produktif untuk pengembangan pariwisata khususnya di wilayah kabupaten bogor yang mempunyai tagline “sport and tourism”.

Puncak Bogor Tak Pernah Kehilangan Daya Magnetnya

Kabupaten Bogor yang kaya akan keindahan alam, menjadi magnet banyak orang yang terus ingin berkunjung menikmatinya. Terlebih lagi letak Kabupaten Bogor sendiri tidak jauh dari Ibu kota negara.
Kedekatannya dengan Jakarta berdampak dilematis. Memang makin mudah untuk dijangkau dan dikunjungi, tetapi semakin meningkatnya tingkat kepadatan, hal ini memiliki dampak kompleks yang berpotensi menuai masalah, baik itu terkait permasalahan lingkungan, sosial, dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Yang paling ngehits wisata puncak pastinya, seolah tak pernah bosan dan tidak jera dengan kemacetan yang selalu terjadi, para wisatawan tetap saja antusias untuk mengunjungi beragam destinasi wisata di jalur ini.
Kemacetan mulai mengular sejak pintu keluar Tol Jagorawi di Simpang Gadog, hingga mendekati jembatan di Pasir Angin. Belum lagi sepeda motor yang silang sengkarut tidak mau kalah, ikut menyelinap di antara antrean kendaraan roda empat, dengan jumlah yang tak kalah banyak.
Tidak mengenal waktu, hari maupun momen, puncak selalu ramai didatangi wisatawan lokal untuk menikmati hijaunya dan sejuk pemandangan yang disajikan.
Pemerintah Kabupaten Bogor, tidak tinggal diam melihat masalah ini. Seperti sistem ganjil genap yang mulai diterapkan, pada Jumat, 3 September 2021 lalu. Namun kebijakan ini belum bisa membendung atau membatasi animo masyarakat untuk berkunjung ke puncak.
ADVERTISEMENT
Terbukti ditemukan pelanggar yang menggunakan pelat nomor palsu untuk mengelabui petugas. Data dari SATLANTAS Polres Bogor menyatakan, tidak kurang dari 33.769-39.899 unit kendaraan roda empat keluar gate tol Ciawi saat akhir pekan.
Kebijakan tersebut, akan terus dievaluasi untuk mengetahui tingkat efektivitasnya dalam mengurangi kepadatan di kawasan puncak. Apakah positif atau negatif bagi masyarakat dan pelaku usaha di kawasan puncak. Karena jalur puncak bukan hanya jalur wisata tapi jalur ekonomi bagi warga sekitar.

Pembangunan Jalur Puncak 2

Bukti keseriusan Pemerintah Kabupaten Bogor dalam upaya mencari solusi mengurangi tingkat kepadatan di kawasan puncak, adalah dengan mengusulkan pengembangan kawasan puncak 2 melalui pembangunan jalur Poros Tengah Timur (PTT).
Rencana jalur PTT berada di Kabupaten Bogor dan Cianjur, yakni menghubungkan antara Sirkuit Sentul, yang berada di akses pintu tol Jagorawi, dengan Istana Cipanas yang berada di jalan nasional Puncak-Cianjur, serta Cariu yang berada di jalan Provinsi ruas Transyogi.
ADVERTISEMENT
Jalur ini memiliki peran vital dalam meningkatkan infrastruktur jaringan jalan regional di wilayah Jawa Barat. Jalur PTT akan menghubungkan wilayah Kabupaten dan Kota Bogor, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Karawang.
Proyek pembangunan ini direncanakan akan memiliki panjang 56,25 km. Dengan titik awal di Sentul yang terbagi menjadi dua titik akhir yaitu, Istana Cipanas dan Karawang. Jalan tersebut akan melalui tiga Provinsi, yaitu Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten.
Rencana pembangunan tahap pertama Sentul-Istana Cipanas, dengan total 39 km. Jalur ini meliputi, pembangunan jalan baru Sentul-Wargajaya (Sukamakmur) ± 32 km dan peningkatan jalan kabupaten, Wargajaya – Istana Cipanas (Cianjur) ± 7 km. Tahap kedua, (Sukamakmur-Cariu), yang terdiri dari pembangunan jalan baru Wargajaya (Sukamakmur) – Bantar Kuning (Cariu) ± 17,25 km.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan hasil kajian, pembangunan jalur PTT akan menciptakan efisiensi jarak tempuh sekitar 16% dan menurunnya tingkat kemacetan kawasan puncak sebesar 50%.
Jalur PTT memiliki potensi cukup besar untuk dikembangkan. Saat ini di jalur PTT sudah banyak dibuka kawasan wisata, sehingga jika akses jalan ditingkatkan, akan membagi tujuan wisata masyarakat, tidak lagi berfokus ke puncak.

Belajar dari Bali Pariwisata Sebagai Tonggak Ekonomi

Bicara Pariwisata Kabupaten Bogor banyak orang mengidentikkan dengan puncak, seperti bicara Indonesia identik dengan Bali. Sebenarnya potensi pariwisata Kabupaten Bogor tidak hanya puncak. Apalagi wisata olahraga yang menjadi andalan seperti, sebelas lapangan golf berkelas internasional, Stadion Pakansari, Paralayang, Sirkuit Sentul, Laga Tangkas, dan Laga Satria. Belum lagi 101 curug atau air terjun dan puluhan situ, camping ground yang siap merelaksasi penat para pelancong.
ADVERTISEMENT
Memang saat pandemi saat ini Pariwisata Bali boleh dikatakan sekarat. Tetapi kita bisa mengambil pelajaran saat sebelum masa pandemi. Menukil dari banyak sumber dan tulisan pengalaman kesuksesan pariwisata Bali, maka perlu kita pikirkan beberapa pertanyaan.
Apa yang membedakan Bali dalam mengelola pariwisata, sehingga lebih sukses dibandingkan dengan daerah-daerah pariwisata lain di Indonesia?
Kenapa pelancong mancanegara rela menjelajahi belahan bumi lain sampai ke Bali, untuk menghabiskan banyak uang dan tenaga?
Hampir semua dari mereka pergi, bukan untuk melihat pemandangan pantai atau bukit yang semuanya sudah disediakan oleh alam di negaranya. Tetapi yang mereka inginkan adalah melihat orang-orang dan budaya baru.
Tidak penting juga hanya keindahan alam dan “nilai budaya” saja, tetapi yang lebih penting adalah pelakunya. Orang-orang yang mempraktikkan budaya itu. Mereka ingin melihat langsung semuanya.
ADVERTISEMENT
Mereka tidak pernah menemukan tempat yang menyuguhkan semua itu semudah Bali. Bali memberikan akses pariwisata budaya itu dengan sangat mudah. Tak perlu jauh-jauh ke pusat kesenian, tak perlu repot-repot membeli tiket pentas pertunjukan, budaya yang unik itu bisa kita lihat di setiap jengkal tanah Bali. Kenapa? Karena setiap napas kehidupan di Bali adalah budaya.
Bali akan bertekuk lutut dengan sangat mudah kalau hanya menjual alamnya. Harta karun paling berharga yang dimiliki Bali adalah budayanya. Itulah Bali, tempat untuk orang-orang yang ingin menikmati cultural tourism atau pariwisata budaya.
Turut menyumbang andil yang besar tidak lain sikap orang Bali, yang menoleransi budaya pelancong. Hal ini memang membuat Bali diberi label stereotip pulau liberal. Hal lainnya, warga Bali tak pernah mengusik keasyikan turis yang sedang bersantai di pantai. Mereka bahkan memberikan bantuan agar pelancong benar-benar menikmati Bali. Barang milik turis tak pernah dicuri dan yang tertinggal dikembalikan.
ADVERTISEMENT
Jadi, kesuksesan pariwisata adalah hasil kerja sama semua pihak. Butuh tekad bersama pemerintah, swasta, dan yang paling utama adalah masyarakat. Semua pihak harus mampu memadukan alam, adat istiadat dan keramah-tamahan menjadi suatu suguhan yang eksotis dan memikat, yang mampu mendongkrak pariwisata. #OPINI. SWA.