Limbah APD Penangkis Covid-19 Mengalir Jauh Sampai ke Laut

Sandy Wisnu Aji
Pranata Humas Muda - Sekretariat Daerah - Kabupaten Bogor
Konten dari Pengguna
2 Januari 2021 15:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sandy Wisnu Aji tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ILustrasi sampah APD di Laut. Sumber: Freepik.com)
zoom-in-whitePerbesar
ILustrasi sampah APD di Laut. Sumber: Freepik.com)
ADVERTISEMENT
Masalah kesehatan global yang terkait dengan paparan virus COVID-19 dan meningkatnya ketergantungan pada APD berbahan plastik, adalah salah satu masalah lingkungan paling relevan yang dihadapi masyarakat saat ini.
ADVERTISEMENT
Ibu kota Jakarta dan wilayah perimeter yang membentuk wilayah Jabodetabek, dengan kisaran populasi 30 juta penduduk, telah menjadi episentrum COVID-19 di Tanah Air, sejak kasus pertama yang terkonfirmasi pada 2 Maret 2020. Seluruh masyarakat diimbau untuk tetap tinggal di rumah mulai 16 Maret. Diikuti oleh kebijakan pembatasan sosial berskala besar Indonesia (PSBB) di Jakarta pada 10 April dan wilayah Jabodetabek pada 18 April 2020.
Virus korona SARS-CoV-2, menginfeksi lebih dari 7,3 juta orang di 215 negara dan wilayah pada pertengahan Juni 2020. Dalam tiga bulan setelah dinyatakan sebagai pandemi, telah menimbulkan dampak lingkungan yang terpolarisasi.
TPA Bantar Gebang, TPA utama yang melayani sampah DKI, mencatat tren penurunan jumlah sampah yang diterima setiap hari, dari 9.346 ton (1-15 Maret) dan 8.485 ton (16 Maret-9 April), hingga 6.342 ton (10 April-4 Juni) selama PSBB (DLH DKI Jakarta, 2020).
ADVERTISEMENT
Namun, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia memproyeksikan peningkatan limbah medis sebesar 30% selama pandemi. Sebuah survei konsumen menunjukkan peningkatan pembelian online, khususnya APD dari 4,6% menjadi 34,6%, dengan 96% kemasan online mengandung plastik di wilayah Jabodetabek.
Meskipun banyak laporan visual tentang peningkatan limbah APD yang dilaporkan oleh kelompok lingkungan dan media, belum ada penghitungan komparatif limbah di lingkungan sebelum dan selama pandemi.
Hasil riset kolaborasi peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Muhammad Reza Cordova, Intan Suci Nurhati, Marindah Yulia Iswari dengan Prof. Etty Riani (IPB) dan Dr. Nurhasanah (UT) ini menyimpulkan sampah medis di muara sungai menuju Teluk Jakarta semasa pandemic COVID-19 mengalami peningkatan.
LIPI melalui Pusat Penelitian Oseanografi merilis hasil monitoring sampah APD semasa pandemi dalam jurnal Chemosphere berjudul “Unprecedented plastic-made personal protective equipment (PPE) debris in river outlets into Jakarta Bay during COVID-19 pandemic”
ADVERTISEMENT
Reza menjelaskan, plastik mendominasi sampah di muara sungai sebanyak 46-57% dari total sampah yang ditemukan. “Jumlah sampah secara umum yang sedikit meningkat atau sebesar lima persen, namun mengalami penurunan berat sebesar 23-28%,” jelas Reza.
Riset ini berhasil mengidentifikasi 7 tipe dan 19 kategori sampah menuju Teluk Jakarta melalui Sungai Marunda dan Cilincing di bulan Maret-April 2020. Hal ini, menguatkan indikasi perubahan komposisi sampah semasa pandemi, yaitu meningkatnya sampah berbahan plastik yang relatif lebih ringan, tambahnya.
“Riset monitoring sampah di muara sungai ini mencatat kehadiran sampah APD, seperti masker medis, sarung tangan, pakaian hazmat, pelindung wajah, jas hujan, yang sangat mencolok dibandingkan dengan sebelum pandemi.” Papar Reza. Sampah APD tersebut menyumbang 15-16% dari sampah di kedua muara sungai, yaitu sebanyak 780 item atau 0,13 ton per harinya,” imbuh Reza.
ADVERTISEMENT
Metode yang digunakan dalam riset monitoring ini dengan menandai sampah setiap 10 hari (19 Maret, 28 Maret, 7 April dan 15 April 2020). Lokasi monitoring ada di dua outlet sungai menuju Teluk Jakarta. Sungai Cilincing dan Marunda.
Alat yang digunakan dengan memasang jaring sepanjang 75 m, sedalam 1,5 m dengan ukuran mata jaring 5 cm. Jaring tersebut ditempatkan di setiap sungai selama air surut selama 15 menit untuk empat ulangan. Puing-puing tersebut dikelompokkan menjadi 7 jenis (plastik, logam, kaca, kayu/ kertas, kain/fiber, APD dan lain-lain) dan 47 kategori.
Sungai Cilincing memiliki panjang 44,97 km di dalam DAS Cakung dengan luas wilayah 142,85 km2 dengan jumlah penduduk lebih dari 2,75 juta jiwa. Sungai Marunda memiliki panjang 28,88 km di dalam DAS Blencong dengan luas wilayah 80,81 km2 dan jumlah penduduk lebih dari 1,3 juta jiwa.
ADVERTISEMENT
Sungai Cilincing memiliki debit sungai 6,84-13,91 m3 dan Marunda 32,94-42,83 m3 / detik. Puing-puing sungai yang terkumpul dikeringkan, dihitung berdasarkan kelimpahan dan pembobotan di tempat menggunakan timbangan digital Hamic Heles HL-340, dengan kapasitas maksimum 5 kg dan akurasi 0,1 g.
Persentase jenis sampah berdasarkan kelimpahan (atas) dan berat (bawah) dari Sungai Cilincing (panel kiri) dan Marunda (panel kanan) sebelum (Maret-April 2016) dan selama pandemi COVID-19 (Maret-April 2020). (Sumber: Chemosphere)
Peningkatan penggunaan plastik semasa pandemi COVID-19 menghadirkan tantangan baru bagi komitmen Indonesia dalam mengurangi sampah plastik laut. Pekerjaan masa depan diperlukan untuk memantau limbah plastik selama dan setelah pandemi untuk mengidentifikasi solusi limbah yang efektif.
Tidak pasti bagaimana tingkat limbah medis akan berubah saat kita memasuki fase "normal baru". Saat ini ketika penggunaan masker kain yang dapat digunakan kembali untuk pekerja non-medis akan membantu mengurangi plastik sekali pakai di lingkungan.
ADVERTISEMENT
Satu pertanyaan penting adalah bagaimana tindakan darurat yang dilakukan untuk mengatasi wabah dapat menghasilkan solusi pengelolaan limbah jangka panjang. Pandemi dapat menjadi dasar untuk pengelolaan limbah yang lebih baik dan meminimalkan kebocoran ke lingkungan dengan mempertimbangkan meningkatnya risiko kesehatan dan ekologi. (SWA).