Plastik Antara Benci dan Cinta

Sandy Wisnu Aji
Pranata Humas Muda - Sekretariat Daerah - Kabupaten Bogor
Konten dari Pengguna
21 Desember 2020 14:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sandy Wisnu Aji tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi sampah plastik di lautan (sumber freepik.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi sampah plastik di lautan (sumber freepik.com)
ADVERTISEMENT
Buang sampah, kata sederhana yang kita lakukan setiap hari. Mungkin tak pernah terfikir kemana pergi sampah-sampah yang kita buang itu. Tempat pembuangan akhir (TPA), adalah tujuan utamanya. Tetapi banyak juga sampah yang melanglang buana ke pinggir jalan bahkan sungai yang akan bermuara dilautan.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan asumsi Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), setiap hari penduduk Indonesia menghasilkan 0,8 kg sampah per orang. Secara total sebanyak 189 ribu ton sampah/hari. Dari jumlah tersebut, 15% berupa sampah plastik atau sejumlah 28,4 ribu ton sampah plastik/ hari.
Banyak perkerja melakukan work from home saat pandemik Covid-19. Hal ini tidak mengurangi jumlah sampah yang di produksi setiap hari. Hanya meratakannya saja. Yang tadinya saat siang sampai malam memproduksi sampah di tempat kerja, sekarang pindah semua di rumah.
Peningkatan penggunaan plasti kini merupakan konsekuensi dari berkembangnya teknologi, industri dan juga jumlah populasi penduduk. Di Indonesia, kebutuhan plastik terus meningkat hingga mengalami kenaikan rata-rata 200 ton per tahun. Tahun 2002, tercatat 1,9 juta ton, tahun 2003 naik menjadi 2,1 juta ton. Tahun 2004 selanjutnya naik lagimenjadi 2,3 juta ton per tahun. Pada tahun 2010, kebutuhan plastik sekitar 2,4 juta ton, dan pada tahun 2011 meningkat menjadi 2,6 juta ton. (Sumber: Oseana, Volume XLII, Nomor 3 Tahun 2017).
ADVERTISEMENT
Muhammad Reza Cordova, Saat siaran audio on demand (podcast), kolaborasi antara LIPI melalui Biro Kerja Sama, Hukum, dan Humas bersama Podme, di Studio Metro TV Jakarta, Kamis (18/12) lalu
Plastik, solusi dan masalah
Ya plastik, mahluk yang hadir dalam setiap aspek kehidupan kita sehari-hari, karena sifat plastik yang menguntungkan (serbaguna, ringan, kuat, tahan lama dan murah). Banyak orang yang langsung menghakimi kantong plastik, sebagai musuh utama kelestarian lingkungan.
Perlu diketahui juga. Awal nya plastik diciptakan juga untuk solusi kelestarian alam. Terutama untuk mengurangi jumlah pemakaian kertas pembungkus dari bahan utamanya yaitu kayu. Kareana sifat yang sulit diuraikan secara alami, sehingga sampah plastik akan tetap ada meskipun sudah tertimbun tanah selama bertahun-tahun. Hal ini jelas akan mengganggu kelestarian dan keseimbangan ekosistem di bumi.
Plastik merupakan jenis makromolekul yang dibentuk dengan proses polimerisasi, yaitu proses penggabungan beberapa molekul sederhana (monomer), melalui proses kimia menjadi molekul besar (makromolekul atau polimer).
ADVERTISEMENT
Muhammad Reza Cordova, Peneliti Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan “Pada tahun 2050 diprediksi jumlah sampah plastik akan melebihi jumlah ikan, dan jumlah mikroplastik melebihi plankton laut”. Ia mengatakan, “Banyak penelitian selama beberapa dekade terakhir menunjukkan biota laut yang terkena dampak negatif oleh adanya plastik, terutama salah makan dan tersangkut atau terjerat’, Ungkapnya saat siaran audio on demand (podcast), kolaborasi antara LIPI melalui Biro Kerja Sama, Hukum, dan Humas bersama Podme, di Studio Metro TV Jakarta, Kamis (18/12) lalu.
Penelitian tentang sampah plastik di ekosistem perairan laut masih sedikit dilakukan di Indonesia. Informasi polusi sampah dan dampaknya terhadap organisme laut secara resmi di Indonesia masih terbatas.
Mikroplastik
ADVERTISEMENT
Pemecahan masalah sampah plastik di laut perlu dilakukan untuk mendukung Sustainable Development Goal 2030. Pada World Ocean Summit tahun 2017. Pemerintah Indonesia hingga 2025 akan mengalokasikan dana sebesar Rp. 13 triliun per tahun untuk menurunkan 70% sampah laut. Menteri Koordinator bidang Kemaritiman menyatakan hal tersebut. Ini menunjukan pentingnya kajian penelitian terkait sampah laut.
Reza menerangkan, jenis sampah ditemukan dari seluruh area monitoring pantai adalah kategori plastik dan karet, logam, kaca, kayu (olahan), kain, lainnya, serta bahan berbahaya. Sampah dominan berasal dari plastik (36-38%) di seluruh area kajian. Berdasarkan analisis perhitungan diperkirakan 300.000 – 600.000 ton plastik pertahun yang ‘dihasilkan’ masyarakat Indonesia masuk ke laut Indonesia.
Plastik yang masuk ke ekosistem laut mengalami degradasi baik secara oksidasi termal dengan radiasi ultraviolet, dan degradasi secara mekanik sehingga ukurannya akan semakin kecil. Semakin kecil ukuran dari plastik akan meningkatkan kemungkinan bioavailabilitas plastik pada organisme laut.
ADVERTISEMENT
Sampah plastik secara umum terbagi menjadi ukuran besar dan ukuran mikroskopis. Mikroplastik ditemukan 75% pada Ikan kepala timah di Jakarta, dengan jumlah 1.97 partikel per individu. Mikroplastik ditemukan pada seluruh lokasi kajian baik pada permukaan air, sedimen maupun pada tubuh ikan.
Walaupun relatif rendah, hal ini perlu diwaspadai mengingat dampak lain dari mikroplastik yang belum banyak diketahui. Meskipun masih dalam kajian, kandungan mikropalstik ini ikut mempengaruhi perubahan perilaku pada mahluk hidup seperti ikan.
Sampah plastik dapat memiliki dampak ekologi dan ekonomi yang luas di perairan tawar dan lingkungan laut. Dampak negatif langsung dari perkembangan jumlah plastik yang sangat banyak pada organisme laut, seperti terjerat oleh plastik dan membuat penyumbatan pada saluran pencernaan.
ADVERTISEMENT
Indonesia dianggap sebagai salah satu penghasil sampah plastik di laut terbesar kedua di dunia. Oleh karena itu Kelompok Penelitian Pencemaran Laut dan Bioremediasi, P2O-LIPI tengah melakukan monitoring sebaran mikroplastik serta dampak pengaruhnya pada ekosistem laut serta dapat memberikan kontribusi dalam pengelolaan sampah laut. “Mengingat penggunaan plastik yang tinggi, P2O LIPI merencanakan kajian penelitian mikroplastik untuk jangka panjang yakni pengaruh mikroplastik pada biota laut, lingkungan serta pada kesehatan manusia,” tutup Reza. (SWA).