Ujian Berat Itu Bernama Kemudahan

Sandy Wisnu Aji
Pranata Humas Muda - Sekretariat Daerah - Kabupaten Bogor
Konten dari Pengguna
18 Juli 2021 10:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sandy Wisnu Aji tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ILustrasi: Menolong dalam kesulitan (sumber freepik.com)
zoom-in-whitePerbesar
ILustrasi: Menolong dalam kesulitan (sumber freepik.com)
ADVERTISEMENT
Rabu, (16/5) hari itu mungkin akan terkenang selalu di benak saya, ketika berhadapan dengan terapis ketiga yang saya sambangi minggu ini, setelah sebelumnya beberapa dokter telah saya datangi. Beliau mengatakan pembuluh darah tepi mata sebelah kanan saya pecah. Tersentak hati ini mendengar semua itu. Seram, terbayang hal-hal buruk yang menakutkan tentang sakit ini.
ADVERTISEMENT
Gejala terberat baru terasa setelah empat hari rasa pusing tingkat dewa melanda. Sangat sulit digambarkan, bahkan beberapa obat yang saya minum seperti Paracetamol 650 mg dan teman-temannya tidak mampu meredakan siksaan rasa nya.
Sambil memeriksa saya dengan metode mendeteksi aliran darahku, Pak Reza menasihati. Beliau mengatakan rezeki yang paling rendah adalah harta, rezeki yang paling tinggi adalah kesehatan, dan rezeki yang utama adalah anak sholeh yang selalu mendoakan kita menjadi amal jariyah kita ketika kita mati nanti.
Resep selanjutnya saya diminta untuk banyak minum air putih. “Sudah kok Pak, sudah banyak saya minum”, jawab saya. “Mungkin minum sudah banyak tetapi ada lima pahala sunah yang belum didapat’,sambung Pak Reza.
“Pertama baca Bismillah, Kedua pakai tangan kanan, Ketiga minum dalam tiga tegukan, Keempat sambil duduk dan terakhir ucapkan Alhamdulilah,” tutup Pak Reza sambil tersenyum. Saya pun tersenyum sembari mengingat cara minumku sebelumnya yang mungkin belum sesuai syariat.
ADVERTISEMENT
Ya selama kurang lebih satu purnama, penglihatan saya terganggu, terutama mata sebelah kanan. Jika sudah begini baru terasa betapa nikmatnya sehat itu. Saatnya muhasabah, mungkin karena mata ini banyak digunakan tidak sebagaimana mestinya jadi Allah yang punya marah.

Rezeki Paling Tinggi Adalah Kesehatan

Di saat pandemi COVID-19 saat ini nikmat ini lah yang paling banyak diratapan dalam doa kehadirat-Nya. Kesehatan membuat membuat kita mudah melupakan nikmat yang paling tinggi itu. Ya memang ujian terberat itu adalah kemudahan. Jadi ingat penjelasan Ustadz Hasan al-Jaizy.
Contoh yang paling mudah dan banyak terjadi adalah kehamilan dan persalinan yang normal, mudah, lancar dan nyaris tanpa kesulitan. Hal ini sering membuat sebagian kita mencemooh orang yang sulit hamil, penuh risiko dengan kata-kata mandul, manja dan sebagainya. Bahkan sering juga ejekan terdengar “secantik apa pun istrimu kalo cuma diliatin doang mana bisa hamil”. Mungkin itu candaan, tapi bagi orang yang dimaksud akan sakit hati.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya ketika mempunyai anak-anak yang sehat, normal, cerita, nurut dan pintar. Nikmat ini sering menimbulkan rasa riya, merasa menjadi orang tua yang paling sempurna. Cenderung merendahkan orang tua lain dan enggan belajar. Malah terkadang suudzon “mungkin waktu hamil melanggar aturan adat ya” atau “kurang gizi ya waktu hamil”.
Lalu nikmat mempunyai pasangan yang setia, ndak neko-neko, romantis dan penuh perhatian. Kadang membuat terlena untuk memperbaiki diri dan akhlak agar terus dan kayak menjadi penghuni surga. Malah terkadang mencela pasangan lain yang bermasalah.
Berikutnya stabilitas keuangan atau kebebasan finansial. Strata ekonomi yang mapan kadangkala membuat lupa menengok kebawah. Lupa rasa syukur, menghakimi orang lain pemalas dan tak mau kerja keras seperti dirinya.
ADVERTISEMENT
Ada juga orang yang pandai atau berilmu tinggi atau berpengetahuan luas, yang tanpa sadar membuatnya merasa lebih mumpuni. Pada akhirnya meremehkan, merendahkan atau menyepelekan mereka yang dianggap tidak mempunyai pengetahuan atau ilmu seluas dirinya.
Dan yang kemudahan untuk beribadah. Seringkali menjadikan seseorang hakim dari agama orang lain. Salat yang dianggap tak pernah lalai, puasa yang tak putus, zakat miliaran rupiah, shodaqoh tidak terhitung, haji dan umrah berkali-kali, tanpa sadar membuat kita tidak mau belajar lagi. Merasa paling alim dan enggan bergaul dengan mereka yang dianggap pendosa.
Semua nikmat kemudahan yang dicurahkan pada hamba akan ditanyakan, apakah kita telah mensyukuriNya, atau malah kita jadi orang yang kufur. Betapa beratnya ujian kemudahan itu. #opini. SWA.
ADVERTISEMENT