Ketakutan Akan Penyebaran Ajaran Komunis pada Konferensi Asia-Afrika 1955
Konten dari Pengguna
27 Januari 2023 10:52
Tulisan dari Sara Beata Muchtar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

KAA dilaksanakan pada tanggal 18 April 1955 di Gedung Merdeka , Bandung. KAA diadakan karena hadirnya blok barat dan blok timur yang lahir Pasca Perang Dunia II, yang juga diprakarsai oleh kesamaan nasib sehingga mendatangkan negara-negara netral di Kawasan Asia dan Afrika.
Salah satu anggota KAA adalah Republik Rakyat Tiongkok. Perwakilan Republik Rakyat Tiongkok, Perdana Menteri Zhou Enlai, membuka KAA dengan pidato keras anti-komunisme. Sehubungan dengan adanya pidato tersebut, maka Indonesia harus bisa mencegah penyebaran ajaran komunis yang ditakutkan akan terjadi saat KAA berlangsung.
Sejarah terbentuknya konferensi tingkat tinggi Asia-Afrika
Dilatarbelakangi oleh terbaginya Blok Barat dan Blok Timur, yang merupakan salah satu dampak dari Perang Dunia II. Ideologi Barat dan Timur ini mengacu pada lahirnya Perang Dingin, sehingga mereka berlomba-lomba untuk meraih simpati, serta dukungan dari negara-negara di Kawasan Asia dan Afrika. Hal ini memicu rasa solidaritas dan keinginan untuk bekerja-sama di antara negara-negara Kawasan Asia dan Afrika, sehingga tergagasnya KAA pada Konferensi Kolombo.
KAA akhirnya diselenggarakan pada tanggal 18 April 1955, di Gedung Merdeka, Bandung , dengan Indonesia menjadi tuan rumah konferensi tingkat tinggi tersebut. Salah satu anggota KAA, yaitu Republik Rakyat Tiongkok, hadir dengan harapan tidak tersebarnya ajaran komunisme yang menjadi sistem pemerintahan Republik Rakyat Tiongkok.
Zhou Enlai memulai pidato pembukaannya dengan niat yang baik seperti ingin bersimpati, menghormati, dan tidak ingin memunculkan rasa canggung, bahkan rasa takut.

Pidato-pidato keras tentang anti-komunis sendiri sudah dikemukakan oleh perwakilan-perwakilan negara anggota KAA, seperti Indonesia oleh Menlu Irak Fadhil Jamal, Perdana Menteri Pakistan oleh Mohammed Ali, perwakilan Filipina oleh Carlos Romulo, dan Menlu Thailand oleh Wan Waithayakon.
Ditegaskan dari pidato-pidato tersebut, mereka tidak ingin konferensi ini akan berkembang menjadi jembatan penyebaran propaganda komunis. Imperialisme komunis juga telah diperingati sebagai risiko besar terhadap negara-negara baru di kawasan Asia dan Afrika. Mendengar hal itu, Zhou Enlai memberi klarifikasi bahwa Republik Rakyat Tiongkok tidak datang dengan niat ingin menyebarkan paham komunis.
Pandangan buruk Indonesia terhadap ideologi komunisme sendiri telah disaksikan melalui keterlibatannya dalam pemberontakan G30SPKI, yang merupakan salah satu sejarah paling berdampak di Negara Indonesia.
Wujud pergerakan ideologi komunis di Indonesia berawal di Surabaya, yaitu ketika terjadinya diskusi yang internal antar pekerja buruh kereta api Surabaya yang ternyata salah satu anggotanya adalah Semaoen, salah satu politikus Indonesia.

Salah satu akibat dari ideologi komunisme adalah pada saat salah satu anggota Partai Komunis Indonesia, terlibat pembunuhan Gubernur Jawa Timur Ario Soerjo, pada Peristiwa Madiun tahun 1948. Hal ini tentu membuat citra komunisme menjadi kotor dan tidak disukai oleh masyarakat Indonesia. Ketakutan pengaruh negatif komunisme, khususnya untuk para generasi muda adalah dengan mengamalkan ideologi Indonesia, yaitu ideologi Pancasila.
Sebagai kesimpulan, dengan adanya tanggung jawab Indonesia menjadi ketua KAA, maka Indonesia memiliki peran penting terkait pencegahan penyebaran ideologi negatif komunisme. Edukasi mengenai dampak-dampak komunisme terhadap generasi-generasi muda harus dijelaskan dengan baik sehingga generasi muda tidak mengambil hal negatif dari edukasi tersebut.
Edukasi tersebut juga harus dilatarbelakangi oleh pengetahuan, seperti layaknya berita mengenai penangkapan mahasiswa yang membaca buku paham kiri disebabkan oleh paranoia yang telah diajari turun-temurun. Maka dari itu, kita harus bisa menggunakan kemampuan pengetahuan kita dengan baik agar kita tahu ajaran apa yang bisa disebarkan dengan baik dan sebaliknya.
Dengan pengetahuan yang cukup, kita bisa mengedukasi generasi penerus kita dengan baik, begitu juga dengan generasi-generasi bangsa Indonesia yang akan melanjutkan kedaulatan negara ini ke depannya.
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...