Toko Merah, Saksi Bisu Pembantaian 10.000 Etnis Tionghoa di Ibu Kota

Konten dari Pengguna
9 November 2017 15:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sarah Yulianti Purnama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ratusan tahun berada dalam belenggu Belanda tentu banyak memberikan pengaruh terhadap perkembangan Indonesia sebagai sebuah bangsa. Berbagai macam peninggalan zaman kolonial terhampar di hampir seluruh penjuru negeri, tak terkecuali Jakarta.
ADVERTISEMENT
Salah satu peninggalan Belanda di Ibu Kota adalah Toko Merah yang berlokasi di Jl. Kali Besar Barat No. 11, Taman Sari, Jakarta Barat. Bangunan yang cukup besar dan megah ini didirikan pada 1730 sebagai rumah tinggal yang dibangun oleh Gubernur Jendral VOC, Gustaf Willem Baron van Imhoff.
Sempat beberapa kali bangunan ini berganti pemilik. Pada 1813-1815 Belanda menjualnya kepada etnis Tionghoa bernama Oey Liauw Kong dan terkenal dengan sebutan Toko Merah. Terkenal dengan nama tersebut karena cat dari bangunan tersebut berwarna merah yang berdiri diantara bangunan-bangunan lain yang kebanyakan berwarna putih. Bangunan dengan perpaduan arsitektur Klasik Eropa dan gaya China ini memiliki dua lantai dengan luas area 2.455 m2.
ADVERTISEMENT
Kisah pilu juga pernah terjadi disini. Di antara bangunan-bangunan lain yang sudah dihancurkan, Toko Merah menjadi saksi bisu pembantaian etnis Tionghoa oleh Belanda yang memakan korban jiwa sebanyak hampir 10.000 orang.
Pembantaian ini dilakukan menyusul timbulnya kecemasan dari Belanda karena saat itu penduduk etnis Tionghoa lebih banyak dan lebih bersahabat kepada penduduk lokal dibanding dengan Belanda dan Toko Merah yang berfungsi sebagai toko kelontong ini menjual rempah dengan harga yang lebih murah sehingga menimbulkan persaingan dalam perdagangan antara etnis Tionghoa dan Belanda.
Tak hanya menjadi tempat tinggal, Toko Merah juga sempat digunakan untuk berbagai macam aktivitas. Pada 1934-1942, bangunan ini pernah menjadi kantor pusat N.V Jacobson van der Berg, sebagai salah satu lima besar perusahaan milik kolonial Belanda. Kemudian, pada 1942-1945 menjadi Gedung Dinas Kesehatan Tentara Jepang, lalu ditempati tentara gabungan Inggris-India.
ADVERTISEMENT
Selang tiga tahun, pada 1946-1957 bangunan ini kembali menjadi kantor N.V Jacobson van der Berg, kemudian di nasionalisasi menjadi PT Yudha Bakti. Memasuki masa orde baru, bangunan ini pada 1977 dimiliki oleh PT Dharma Niaga (Ltd.), kelanjutan dari P.N. Satya Niaga dan pada 1993 menerima penghargaan sertifikat sadar pemugaran.
Bangunan yang dulunya sangat krusial ini kini berubah menjadi gedung serbaguna. Saat kumparan (kumparan.com) pada Kamis (9/11) mengunjungi Toko Merah, terlihat bangunan tersebut kosong dan tidak sedang digunakan untuk kepentingan apapun.
Dengan kondisi bangunan cat warna merah dengan dua pintu besar berwarna coklat di depan, bangunan ini masih terlihat mewah walaupun sudah berumur ratusan tahun. Namun, disayangkan kaca depan pada bangunan ini beberapa ada yang pecah meski tak mengurangi kesakralan dari bangunan ini.
ADVERTISEMENT