Mencari Sweet Spot dalam Hidup

Sari Soegondo  Co-Founder and CEO of ID Comm
Co-Founder and CEO of ID Comm | www.idcomm.id
Konten dari Pengguna
29 November 2018 12:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sari Soegondo Co-Founder and CEO of ID Comm tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Perempuan Karier. (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Perempuan Karier. (Foto: Shutterstock)
ADVERTISEMENT
Melakukan lompatan--tidak harus sebuah quantum leap--dalam hidup, memang tidak mudah, apalagi untuk kelompok perempuan--apapun latar belakangnya. Menjadi perempuan berarti menjadi individu dengan banyak urusan, baik personal maupun profesional. Emansipasi pada perempuan perlu ‘dibayar’ dengan pembuktiannya sebagai ‘pemain gelandang’ yang handal di dalam maupun di luar rumah.
ADVERTISEMENT
Namun, berbeda dengan laki-laki, toleransi bagi perempuan untuk boleh menggeluti satu hal atau fokus pada satu sisi kehidupan saja masih rendah. Perempuan boleh mengepakkan sayapnya, tetapi tidak boleh tidak memperhatikan urusan domestik.
Apapun fokus pilihannya, perempuan dihadapkan dengan risiko jeratan yang mungkin menjauhkannya dari aspirasi untuk menjalani hidup. Terlarut dalam rutinitas sehari-hari, merasa berpuas dengan jalan yang telah ditempuh, khawatir kehilangan kenyamanan, atau takut menghadapi risiko adalah sebagian dari pergumulan yang kerap dihadapi.
Selain itu, masih banyak batasan, seperti kepatuhan terhadap norma dan pranata sosial, kepatuhan pada dominasi dan kepemimpinan suami atau laki-laki, tunduknya pada keterbatasan ekonomi, serta akses terhadap sumber daya lainnya, diabaikannya ia dari sebuah kesempatan emas, dinomorduakannya ia atas pemikiran dan pendapatnya, dan seterusnya.
ADVERTISEMENT
Perempuan pun dirundung keraguan yang begitu besar akan penilaian sosial; alangkah tidak wajar perempuan ‘melenceng’ dari peran umumnya, jika menuntut lebih dari lingkungan yang sudah membentuknya, jika ingin berganti ‘haluan’ sesuai keinginannya, atau membuat pilihan yang tidak biasa dalam hidupnya.
Ini menjadikan banyak perempuan mengorbankan cita-citanya, menghalau mimpi-mimpinya, membiarkan orang lain membentuk fiksi ideal baginya, membuatnya menyerahkan nasib pada sistem yang menopangnya dan membiarkan struktur ini menumpulkan potensinya.
Peka Terhadap Aspirasi
Suatu hari saya sampai di titik di mana kegiatan bekerja di luar rumah (dan mati-matian menjaga keseimbangan urusan rumah tangga) bukan lagi ditujukan untuk mencari rezeki semata. Bagi saya, dimulainya sebuah pekerjaan, proses menjalaninya, dan hasil yang dituainya harus menjadi hal yang bermanfaat dan memuaskan bagi diri sendiri, serta berdampak baik bagi banyak orang. Saya percaya ini menjadi sumber kebahagiaan yang sebenarnya.
ADVERTISEMENT
Saya menjadi peka terhadap hal-hal yang tidak sesuai dengan panggilan hati, tidak selaras dengan nilai-nilai yang ingin saya tumbuhkan, atau tidak mendukung pengembangan dan pematangan diri. Tanpa pernah saya rencanakan, rupanya saya telah sampai di tahap di mana aktualisasi diri menjadi fokus yang lebih penting.
Gelisah menghampiri ketika lingkungan pekerjaan tidak responsif dalam mengakomodir aspirasi karyawan. Saya menjadi tidak bahagia ketika ukuran keberhasilan pekerjaan hanya diterjemahkan sebagai pertumbuhan profit, tanpa memprioritaskan pengembangan variasi dan bobot pekerjaan, peningkatan pengetahuan dan keterampilan karyawan, dan memerdekakan pemikiran dan kepemimpinan mereka.
Saya mulai melihat banyak kesempatan terlewat begitu saja karena ‘kapal’ yang sedang saya tumpangi tidak berkenan ‘berbelok’ ke arah sana. Saya menjadi sangat terpaksa menghadapi pekerjaan dan para pihak yang tidak membantu meningkatkan kualitas dan pencapaian kerja bersama, sebaliknya mempersempit perspektif dan tidak jarang memperkecil peran.
ADVERTISEMENT
Setelah berkarier di sejumlah perusahaan selama total lima belas tahun lamanya, saya merasa kesempatan untuk menemukan wadah yang berpihak pada aspirasi menjadi semakin sedikit. Terjun bebas bekerja solo? Memulai usaha sendiri? Mempertaruhkan rezeki yang selama ini sudah diterima? Menghadapi ganasnya persaingan pasar di luar sana? No way.
Dan terhimpitlah saya dalam dilema. Ingin sekali menapak pada tantangan baru, tapi sangat tidak berani menghadapi kerasnya lingkungan.
Idealisme versus Keberlanjutan
Bekerja sebagai konsultan komunikasi dan kehumasan seperti saya diwarnai persaingan ketat. Saya sungguh tidak tahu harus memulai dari mana, tetapi tidak ingin mempertahankan status quo yang mungkin akan merusak diri sendiri. Beruntung menemukan mitra yang meski sama risaunya dan buntunya dengan saya, memperkuat solidaritas untuk mencari jalan keluar dan berani melakukan perubahan.
ADVERTISEMENT
Kami memulai perjalanan dengan satu niat; mengerjakan program yang kami suka dan berkolaborasi dengan para pihak yang mempromosikan nilai atau semangat yang sama.
ID COMM kemudian dibentuk pada tahun 2014 dengan idealisme bahwa keahlian kami harus menjadi sarana bagi Indonesia yang lebih baik. Kami berjalan secara sederhana, tetapi merasakan sebuah keistimewaan luar biasa dan rasa bebas yang tidak bisa digambarkan dalam kata-kata bahwa akhirnya kami bisa menentukan nasib sendiri.
Seperti dikatakan oleh Sophia Amoruso, pendiri Nasty Gal dan Girlboss Media, saat menjadi pembicara kunci di konferensi perempuan terbesar yang sangat fenomenal, Resonation, tahun lalu, “Semakin banyak rencana yang saya susun, semakin besar kekhawatiran saya untuk mengantisipasi ini dan itu, maka semakin banyak pula kegagalan yang saya hadapi.”
ADVERTISEMENT
ID COMM mulanya didukung oleh 3 orang sahabat yang berani mempertaruhkan nasibnya pada perusahaan kecil yang belum tentu bertahan dalam 3 bulan ke depan ini. Saya dan mitra ‘berpuasa’ menekan pengeluaran, menurunkan standar gaya hidup, tidak menerima gaji, menomorduakan kepentingan kami, mengalokasikan semua sumber daya untuk memastikan ID COMM berjalan dengan sehat.
Kami bahkan masuk secara resmi sebagai karyawan setelah rekan-rekan lain resmi dikontrak terlebih dahulu. Kami menahan diri dan mengumpulkan modal usaha dari kerja individual yang kami lakukan di sana sini. Kami dapat berbangga bahwa ID COMM berdiri tanpa pinjaman atau investasi dari pihak mana pun, meski pernah hanya menyisakan dua puluh lima juta rupiah saja di rekening perusahaan.
ADVERTISEMENT
Tidak ada gunanya mengkhawatirkan hal tersebut, kami terus giat berburu dan berdoa akan kesempatan untuk segera mendapatkan rezeki, demi membayar gaji karyawan bulan depan.
Menemukan Sweet Spot
Memasuki tahun ke-5-nya, ID COMM saat ini diperkuat oleh lima belas orang konsultan--yang tanpa direncanakan, semuanya adalah perempuan. Kami memiliki portofolio pekerjaan dan klien yang bervariasi dan cukup berimbang di ranah komunikasi pembangunan, komunikasi korporasi dan komunikasi pemasaran brand konsumen. Kami bekerja di tataran nasional dengan skala program dan kepercayaan yang semakin tinggi setiap harinya.
Meski alat kerja yang digunakan mungkin sama, ID COMM mengemas pendekatannya secara berbeda. Fokus pemahamannya yang baik terhadap persoalan dan kebutuhan klien menjadi nilai unggul dan memungkinkan strategi komunikasi yang ditawarkan tailor-made sesuai konteks yang tepat.
ADVERTISEMENT
Klien menikmati kelincahan kami bekerja tanpa birokrasi panjang, dalam skala boutique, yang dapat melebur dengan institusi mereka dengan penghayatan penuh. Kami pun terus mempertahankan tidak saja strategi yang cerdas tetapi juga eksekusi yang optimum.
Saya sudah mencoba membuka satu ‘pintu’ untuk membuat perubahan hidup, menciptakan lapangan kerja bagi orang lain, dan terutama untuk menjalani pekerjaan dan hal yang saya yakini. Masih banyak ‘pintu’ lain yang ingin saya buka, dan meski ‘pintu’ itu terasa berat atau belum ditemukannya ‘kunci’ yang pas, saya kini percaya bahwa tidak ada yang mustahil.
Kembali ke poin awal, perempuan pasti memiliki segudang pergumulan. Tapi, percayalah kamu tidak sendirian. Yuk, bergabung di acara Resonation 2018: “Build Your Own Door” tanggal 1 Desember 2018 di The Kasablanka untuk saling berbagi dan belajar karena pasti ada energi yang berbeda ketika ribuan perempuan berkumpul untuk mendukung satu sama lain.
ADVERTISEMENT