Acrosome (7)
20 Maret 2022 19:47 WIB
·
waktu baca 10 menitSurabaya, 2014
Manusia lahir dengan kutukannya masing-masing. Pagi itu, ketika gerimis Februari menerpa kaca jendela kantor di lantai tiga, Junaedi memikirkan perihal kutukan yang merundung Laika. Keinginan dan kutukan seringkali tak sejalan. Keinginan adalah kembang api yang meledak di langit malam tahun baru, dan kutukan adalah hujan lebat yang membungkamnya. Laika ingin menjadi ibu, tetapi ia tak memiliki periuk tempat bayi bertumbuh. Sebetulnya itu bukan masalah selama ada babi, pikir Junaedi. Masalah utama Laika adalah sel jantan. Laika tak punya pasangan atau bersedia menggunakan layanan bank sperma. Akan tetapi ia begitu keras kepala dan hanya menginginkan sperma milik lelaki yang telah meninggalkannya: Leksmana.
Junaedi tak mengenal Leks. Baru kemarin Laika memaparkan biografi singkat lelaki itu ketika mampir ke kantornya. Laika menyodorkan selembar foto buram. “Tinggi 165, berat 53, pengantar paket ekspedisi CepatAntar, punya telinga paling indah sedunia. Aku mau benih darinya.” Junaedi mendongak dan menatap Laika yang berdiri menjulang di hadapannya.
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanPLUS
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
Bebas iklan mengganggu
Berlangganan ke newsletters kumparanPLUS
Gratis akses ke event spesial kumparan
Bebas akses di web dan aplikasi
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814