Visualisasi Isu Rekonsiliasi di Atas Panggung Teater

Konten dari Pengguna
22 Oktober 2021 14:20 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Satiri Solahudin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bukan hal yang tabu lagi jika kita membahas tentang komunis. Ya, Peristiwa G30S/PKI meninggalkan pelbagai pengalaman yang tidak baik di benak kita semua, baik sebagai orang yang mengetahui kejadian tersebut dari cerita sejarah, maupun dari orang-orang yang memang merasakan langsung kejadian itu.
ADVERTISEMENT
Bahkan di zaman modern saat ini, ajaran atau doktrin yang ditanamkan oleh orang-orang terdahulu mengenai PKI itu jahat, kejam atau keji, tidak berperikemanusiaan, dan lain sebagainya masih sangat kental dan menjadi sebuah pegangan berupa pandangan negatif yang ada di benak kepala kita.
Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Teater Syahid UIN Syarif Hidayatullah Jakarta membuat sebuah pementasan teater yang berjudul Janger Merah karya Ibed Surgana Yuga, di Aula Insan Cita, Ciputat pada hari Jumat hingga Minggu (01-03/10/2021). Pementasan tersebut bertujuan menyampaikan sebuah poin penting, yaitu tentang Rekonsiliasi.
Shafna Shafira dan Ridho Hafidzh sebagai tokoh Srengi dan Suane dalam pementasan teatrikal yang bertajuk Janger Merah di Aula Insan Cita, Ciputat pada Minggu (3/10/2021). (Foto diambil oleh Sarah Nur Almaas)

Apa sih Rekonsiliasi itu sendiri?

Rekonsiliasi itu dapat diterjemahkan sebagai tindakan guna memperbaiki hubungan sosial yang sebelumnya tidak baik menjadi lebih baik atau hasil akhirnya adalah terjadinya perdamaian.
ADVERTISEMENT
Saya mencatat yang disampaikan oleh sutradara mengenai alasan kenapa ia mengangkat rekonsiliasi dalam pementasan kali ini.
“Kami menyukai isi naskah ini dan dialognya juga tidak terlalu metafora (terlalu banyak idiom) dan bahasanya dinamis, yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Kami juga menyukai tema dalam naskah ini. Pesan dari naskah ini memang bisa dimaknai sebagaimana yang dilihat oleh publik, namun yang sebenarnya ingin kami sampaikan adalah bahwa kami bukan dari golongan kiri atau kanan, kami salah satunya,” ujar Rusydi Jamil Fikri selaku sutradara saat diwawancarai pada diskusi setelah pertunjukan teater.

Melalui tokoh siapa rekonsiliasi itu diperlihatkan?

Peristiwa G30S di Banjar Masean, Jembrana, Bali tahun 1965 merupakan masa-masa kelam yang paling buruk, bahkan menimbulkan trauma mendalam bagi sebagian orang. Inilah yang terjadi pada Srengi yang menjadi korban kebengisan saat itu, dan sebagai tokoh yang paling disorot dalam cerita. Setelah 50 tahun dia tidak bisa melupakan kenangan ini. Ditambah lagi dengan adanya kabar akan dilakukannya pembongkaran kuburan massal korban tragedi G30S yang akan menambahkan kegaduhan ingatan, kegelisahan pada diri Srengi.
Adegan yang menggambarkan rekonsiliasi telah terjadi pada diri Srengi setelah ia sanggup membuang belati miliknya dan menerima semua kenyataan yang ada. (Foto diambil oleh KMF Kalacitra)
“Terkait pesan yang itu bisa disampaikan atau tidak, kembali kepada penonton apakah pesan tersebut bisa dipahami atau tidak,” ucap Muhammad Rayhan, salah satu pemain Janger Merah. Karena memang bisa dipahami secara multitafsir tergantung pada bagaimana sudut pandang si penonton.
ADVERTISEMENT
Pesan yang ingin saya coba sampaikan adalah tentang rekonsiliasi yang sebenarnya sependapat dengan sutradara, yaitu golongan kiri tidak selalu tentang kejahatan dan juga ingin menghilangkan stigma agar tidak ada intimidasi atau diskriminasi hanya berdasarkan latar belakang keluarga sayap kiri.