Illegal Logging di Hutan Produksi Dairi Masih Terus Berlangsung

Eduar Ridho AL
Aktif bekerja di perusahaan penerbitan surat kabar Harian GLOBAL MEDAN dan media online Global Medan. Selain menulis, juga hobi seputar multimedia editor.
Konten dari Pengguna
21 Mei 2021 21:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Eduar Ridho AL tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Perambahan di hutan produksi Kabupaten Dairi. Foto: Eduar Ridho
zoom-in-whitePerbesar
Perambahan di hutan produksi Kabupaten Dairi. Foto: Eduar Ridho
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perambahan liar alias illegal logging di hutan produksi Tele-II Dairi masih terus berlangsung. Meski pemerintah melalui Kementerian Kehutanan sudah menunjuk perusahaan untuk melakukan pengelolaan kawasan hutan tersebut, namun oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang mengatasnamakan kelompok masyarakat melakukan perlawanan.
ADVERTISEMENT
Hal itu dikatakan Ketua Forum Komunikasi Kesatuan Masyarakat (FKKM) Kecamatan Sumbul, Huntal Sinaga, dan tokoh masyarakat pemangku hak ulayat Desa Parbuluan VI, Ramson Naibaho, saat wawancara langsung dengan penulis, Senin (17/5/2021).
Wilayah hutan produksi Tele-II Dairi, kata Huntal Sinaga, meliputi lima desa di dua kecamatan. Masing-masing Desa Barisan Nauli, Desa Pargambiran, Desa Perjuangan, Desa Sileuh-leuh Parsaoran di Kecamatan Sumbul, serta Desa Parbuluan VI di Kecamatan Parbuluan.
Menurut Huntal Sinaga, untuk memuluskan aksinya, oknum-oknum tidak bertanggung jawab menyebarkan informasi-informasi tidak benar alias hoaks, sehingga kerusakan hutan seakan-akan dilakukan oleh perusahaan pemegang izin.
Perambahan di hutan produksi Kabupaten Dairi. Foto: Eduar Ridho
"Di sini kita melihat oknum-oknum tak bertanggung jawab itu membenturkan masyarakat dengan perusahaan pemegang izin pengelolaan hutan Tele-II Dairi. Akibatnya meski sudah mengantongi izin pengelolaan hutan Tele-II Dairi, perusahaan tidak dapat bekerja di lapangan," cerita Huntal.
ADVERTISEMENT
Akibat perambahan liar tersebut, lahan Tele-II Dairi yang awalnya seluas 8.085 hektar, tersisa hanya kurang lebih 3.325 ha. Sekitar 2.000 ha sudah jadi pemukiman warga dan lahan pertanian. Sedangkan 2.760 ha lebih merupakan areal bekas perambahan dan pembalakan.
"Artinya 4.760 ha hektar lebih sudah dirambah oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab yang mengatasnamakan kelompok masyarakat," ujarnya.
Sementara itu tokoh masyarakat pemangku hak ulayat Desa Parbuluan VI, Ramson Naibaho, mengatakan, perambahan hutan paling masif dan masih berlangsung hingga saat ini terjadi di Desa Perbuluan VI, Kecamatan Parbuluan.
Informasi didapat Ramson bulan lalu, hutan di Desa Parbuluan VI yang sudah dirambah oleh oknum tidak bertanggung jawab itu mencapai 200 hektar lebih.
Ramson mengakui, sebelumnya dia termasuk ke dalam kelompok penentang kehadiran perusahaan yang telah ditunjuk oleh Kementerian Kehutanan.
ADVERTISEMENT
Tapi, seiring perjalanan waktu, dia menyadari bahwa penentangan yang mereka lakukan hanya untuk kepentingan segelintir oknum-oknum tidak bertanggung jawab, sama sekali bukan untuk kepentingan masyarakat.
Buktinya, lanjut Ramson, lahan-lahan yang telah rusak kemudian dijual ke masyarakat dengan harga bervariasi. Bahkan, akhir-akhir ini ada masyarakat luar Desa Parbuluan VI yang membeli lahan tersebut.
"Bahkan ada warga yang tidak memiliki KTP dan tidak tercatat sebagai warga Desa Parbuluan VI membeli lahan yang sudah dirusak oleh oknum-oknum yang tergabung dalam kelompok masyarakat tersebut," ujarnya.
Kenyataan ini membuat Ramson Naibaho sadar, kehadiran kelompok masyarakat itu tidak hanya merusak hutan, tapi juga telah merusak tatanan hak ulayat di desanya.
Terlebih setelah mengetahui, bahwa kebijakan pemerintah untuk menunjuk perusahaan sebagai pemegang izin untuk mengelola lahan di Desa Parbuluan VI bertujuan sangat baik.
Perambahan di hutan produksi Kabupaten Dairi. Foto: Eduar Ridho
"Selain untuk menyelamatkan hutan di Desa Parbuluan VI, perusahaan yang ditunjuk juga akan memberikan kesejahteraan kepada warga di sini. Apa yang telah dilakukan oknum-oknum tidak bertanggung jawab itu melalui kelompok masyarakat, hanya modus untuk mengeruk keuntungan pribadi," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Sejak itulah, Ramson mulai menyadarkan warga Desa Parbuluan VI, bahwa apa yang dilakukan oleh kelompok masyarakat itu, tidak benar. Namun, karena kebanyakan warga sudah 'dicuci otak' oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab, banyak warga yang tidak mempercayai penjelasannya.
"Setiap kali saya mau bertemu untuk menjelaskan persoalan sebenarnya, mereka selalu mengelak," katanya.
Untuk itu, Ramson Naibaho akan melakukan langkah hukum, karena keberadaan oknum-oknum tak bertanggung jawab melalui kelompok masyarakat itu, sangat merugikan warga.
Warga dikutip dengan berbagai kewajiban dengan alasan untuk memperjuangkan lahan. Namun kenyataannya, sampai saat ini belum ada hasil apapun dari kelompok tersebut.
"Berbagai kutipan mereka lakukan. Mulai iuran Rp 50 ribu sampai Rp100 ribu per bulan. Kemudian iuran untuk mendanai lembaga bantuan hukum. Juga praktik jual beli lahan sebesar Rp 4 juta. Dan yang terakhir, biaya untuk menemui salah seorang petinggi partai politik di Jakarta, satu kepala keluarga dikutip Rp 150 ribu. Namun sampai saat ini, belum ada penjelasan dari kelompok tersebut tentang hasil upaya mereka," ujar Ramson.
ADVERTISEMENT
Bahkan, lanjut Ramson, warganya dijanjikan Desember 2020 lalu dibuatkan sertifikat. "Kenyataannya, sampai saat ini sertifikat yang dijanjikan tidak kunjung selesai," ujarnya.
"Jadi langkah hukum akan saya lakukan demi menyelamatkan hutan di Desa Parbuluan VI. Saya berharap melalui langkah hukum ini, aparat dapat bertindak cepat," tutupnya di akhir wawancara dengan penulis.
(Diolah dari wawancara penulis dengan Huntal Sinaga dan Ramson Naibaho)