Toxic Friendship

Sausan Sudarjat
Jurnalistik, PNJ
Konten dari Pengguna
11 Mei 2020 15:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sausan Sudarjat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sumber foto : Google
Berteman adalah suatu hal yang wajar dalam kehidupan ini. Sifat teman berbeda-beda, ada yang positif dan ada juga yang negatif.
ADVERTISEMENT
Toxic friend adalah hubungan pertemanan yang merugikan salah satu pihak, tapi menguntungkan dipihak lainnya. Pertemanan yang seperti ini bukanlah sebuah pertemanan yang baik. Seharusnya, pertemanan yang baik adalah saling membantu dalam keadaan susah maupun senang.
Bukan hanya itu, pertemanan toxic akan berakibat tidak baik bagi pihak yang merasa dirugikan. Pihak yang dirugikan akan merasa tertekan, ia takut mengutarakan pendapat karena takut temannya akan marah. Walaupun merasa tidak nyaman, pihak yang dirugikan tidak bisa menjauh dari pertemanan tersebut karena takut tidak memiliki teman lainnya.
Hal tersebut pernah aku rasanya sebelumnya, memiliki teman yang hanya ingin dituruti kemauannya. Perilaku baiknya bisa memanipulasiku hingga aku selalu menuruti apa yang ia katakan. Aku merasa tidak bisa mengutarakan perasaan dan pendapatku.
ADVERTISEMENT
Bukan hanya itu, saat aku sedang bermain dengan teman lainnya, ia selalu merasa cemburu. Ia hanya ingin aku bermain dengannya. Ia selalu bilang, posisinya takut digantikan dengan yang lainnya. Padahal, menurutku aku harus mencari teman sebanyak-banyaknya dan bermain dengan siapa saja. Aku merasa ia tidak bisa melihatku bahagia.
Karena sifatnya yang egois, banyak drama yang terjadi di antara kami. Ia hanya mementingkan dirinya sendiri untuk bahagia. Ia akan memintaku menemaninya saat ia sedang merasa sedih dan susah. Selain itu, ia memintaku untuk menjauhi orang-orang yang ia tidak suka.
Seharusnya, saat bersamanya aku merasa bahagia, tapi nyatanya aku selalu menghindarinya. Aku merasa lebih lega dan nyaman saat jauh darinya. Sampai akhirnya aku merasa pertemanan ini tidak baik untuk diriku. Aku memutuskan untuk melakukan berbagai macam cara untuk menjauhinnya.
ADVERTISEMENT
Semenjak menjauhinya, aku bertemu dengan lebih banyak teman. Pikiranku semakin terbuka dan aku bisa mengutarakan perasaan dan pendapatku kepada mereka, mereka selalu menghargai apa yang aku sampaikan.
Belajar dari pertemanan toxic yang pernah aku jalani, membuat aku lebih memilih-milih teman. Saat dirasa pertemanan susah tidak baik, aku akan segera menghindar. Semua ini memang terlihat egois, tetapi hal yang wajar jika aku lebih mementingkan kebahagianku sendiri. Karena kebahagiaan berawal dari diri sendiri yang membuatnya.
(Sausan Sudarjat/Politeknik Negeri Jakarta)