Oceanography and SDGs #3: Fenomena Limbah Laut dan Penyelesaiannya

SDGs Network ITB
SDGs Network ITB adalah entitas SDGs di Indonesia, dengan tujuan ingin berpartisipasi mengakselerasi pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) di Indonesia.
Konten dari Pengguna
11 November 2020 14:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari SDGs Network ITB tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://safety4sea.com/
zoom-in-whitePerbesar
https://safety4sea.com/
ADVERTISEMENT
Oleh: Tristia Riskawati
Tulisan ini merupakan seri liputan dari International Virtual Course 2020: ‘Oceanography in the Framework of the Sustainable Development Goals (SDGs)’
ADVERTISEMENT
Hidup manusia kini dikelilingi plastik. Namun yang terjadi kemudian ialah limbah-limbah plastik terbawa hingga ke samudra. Kemudian, makhluk-makhluk hidup di lautan pun menyantap plastik, baik mikroplastik yang berukuran kecil-- maupun plastik berukuran besar.
Hal tersebut diungkapkan Ilmuwan dan Presiden Our Sea of East Asia Network (OSEAN), Dr. Sunny Sunwook Hong dari Korea Selatan. Dalam International Virtual Course 2020: ‘Oceanography in the Framework of the Sustainable Development Goals (SDGs)’ pada Selasa, 10 November 2020 ke 3, ia memaparkan, keunggulan plastik adalah dapat digunakan untuk beragam produk serta harganya yang murah. “Namun penggunaan yang banyak menghasilkan pembuangan yang banyak. Selain itu plastik mengandung partikel beracun yang mudah terbawa oleh air,” papar Hong.
Dr. Sunny Sunwook Hong (Foto: https://twitter.com/oceanook)
Hong juga memaparkan fakta mencengangkan lainnya dari UNEP (2018). Yakni, hanya sebesar 9 persen dari sampah plastik didaur ulang. Sebanyak 12 persen dibakar, dan 70 persen sisanya dibiarkan menumpuk dan mencemari lingkungan-- tak terkecuali hingga ke samudra. Hong berujar apa yang ia ketahui sebagai Great Pacific Garbage Patch.
ADVERTISEMENT
Dilansir dari Mongabay Indonesia, The Great Pacific Garbage Patch sendiri adalah kumpulan sampah-sampah plastik yang mengambang di lautan antara Hawaii dan California, terus membesar hingga berukuran 1,6 juta km2. Lantas, jenis sampah apa sajakah yang terombang-ambing di lautan.
Hong lanjut menjelaskan, setidaknya ada 5 jenis plastik menurut ukurannya, yakni nanoplastik (memiliki panjang kurang dari 1 nanometer), mikroplastik (1 nanometer hingga 5 milimeter), mesoplastik (5mm hingga 25 mm), makroplastik (25 mm hingga 1 cm), dan megaplastik (di atas 1 cm). Justru yang tak terlihat dan berbahaya adalah jenis mikroplastik dan nanoplastik. Beberapa contohnya ialah limbah mikrofiber dari proses mencuci yang terbawa ke arus sungai dan lautan.
Hal ini menyebabkan, makhluk hidup yang ada di air mengkonsumsi mikroplastik. Bahkan manusia pun dapat mengkonsumsi mikroplastik secara tidak disadari. Baik dari air minum maupun garam yang didapat dari laut. Bahkan secara mengerikan, Hong mengatakan rata-rata manusia memakan plastik sebesar satu kartu kredit per minggunya jika diakumulasi.
ADVERTISEMENT
Lantas, apa yang dapat kita lakukan untuk menghentikan permasalahan plastik ini? Hong sendiri menyebutkan, sudah ada langkah-langkah yang diambil oleh warga global. Salah satunya melalui institusi-institusi internasional, seperti United Nations Environment Assembly (UNEA), Global Partnership of Marine Litter, Osean Conservacy, dan lain sebagainya.
Hong sendiri merupakan manajer proyek dari International Coastal Cleanup di negaranya. Di Korea Selatan sendiri, budidaya kerang merupakan penyebab terbesar dari limbah plastik di lautan Korea. Bersama timnya, Hong berhasil menurunkan sampah plastik dari 1000 gram/m/ 2 bulan hingga di bawah 500 gram/m/2 bulan dari 2008 hingga 2017, walaupun badai pada 2018 sempat membuat jumlah sampah bertambah.
Hong, yang suaminya bergerak dalam bidang serupa (peneliti mikroplastik), juga memberikan saran-saran yang dapat diimplementasikan dalam keseharian. Di antaranya, sebisa mungkin tidak menggunakan plastik sekali pakai; berpartisipasi di International Coastal Cleanup menggunakan aplikasi smartphone, Clean Swell; aktif menyuarakan tagar #PlasticCrisis; serta berjejaring dengan pihak-pihak berpengaruh terkait pengentasan limbah laut.***
ADVERTISEMENT