Perang Topat, Kebudayaan Masyarakat Lombok yang Masih Lestari Hingga Kini

Sejarah dan Sosial
Artikel yang membahas seputar sejarah hingga topik sosial lainnya.
Konten dari Pengguna
27 Maret 2024 19:57 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sejarah dan Sosial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Perang Topat. Sumber: Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Perang Topat. Sumber: Unsplash
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perang Topat merupakan salah satu cara yang dilakukan masyarakat Lombok untuk menjaga keberagaman.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari buku Pengantar Fisiologi Lisan oleh Suripan Sadi, Pulau Lombok merupakan pulau yang terletak di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Menurut sejarah, penduduk asli Pulau Lombok adalah orang Sasak.
Sama seperti wilayah Indonesia lainnya, masyarakat Lombok mempunyai tradisi yang menjadi ciri khas. Salah satunya Perang Topat.

Mengenal Perang Topat

Ilustrasi Perang Topat. Sumber: Unsplash
Perang Topat merupakan tradisi yang dilakukan dengan saling menghargai dan penuh kedamaian. Tradisi masyarakat Lombok ini sudah dilakukan secara turun temurun sejak abad 16.
Perang Topat menjadi wujud dari keharmonisan antar umat beragama di Pulau Lombok dan digunakan sebagai cara merawat keberagaman. Bagi masyarakat Lombok, Perang Topat digelar setiap tahunnya agar umat Hindu dan Muslim saling menghargai.
Saat purnama ketujuh pada penanggalan Suku Sasak, ratusan umat Muslim dan Hindu berkumpul di Pura Lingsar untuk melaksanakan Perang Topat dengan ketupat sebagai senjatanya.
ADVERTISEMENT
Ketupat yang dijadikan senjata Perang Topat sudah dimasak warga sejak malam sebelum dilaksanakannya perang. Baik laki-laki, perempuan, maupun anak-anak turut membuat ketupat yang terbuat dari janur atau daun kelapa muda.
Ketika pelaksanaan Perang Topat, dua kelompok warga sudah bersiap. Kelompok pemuda muslim bersiap di area kemaliq sedangkan pemuda Hindu di depan pujawali. Seluruhnya adalah bagian dari kompleks Pura Lingsar.
Kedua kelompok tersebut saling berhadapan dan saling menyerang menggunakan ketupat. Terkadang ketupat mengenai bagian tubuh namun justru mengundang tawa dan gembira. Ketupat menjadi amunisi utama dalam Perang Topat.
Amunisi tersebut disebarkan panitia dari bagian atas tembok kemaliq. Kemudian ketupat disebarkan setelah dilakukan prosesi doa dari tokoh agama Islam dan Hindu di dalam kemaliq.
ADVERTISEMENT
Seluruh ketupat serta sajian makanan dan buah-buahan sudah dibawa berkeliling mengitari kemaliq tempat mata air suci sebanyak 9 putaran. Hal tersebut membuat masyarakat yakin bahwa ketupat yang dilempar tidak menimbulkan rasa sakit fisik maupun sakit hati.
Lemparan ketupat justru menimbulkan rasa syukur dan kegembiraan.
Nah itu dia sekilas pembahasan mengenai Perang Topat yang merupakan tradisi masyarakat Lombok.(LAU)