Sejarah Perang Puputan Badung: Kisah Pedagang Cina Berbendera Belanda
Konten dari Pengguna
23 Maret 2024 18:54 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Sejarah dan Sosial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
ADVERTISEMENT
Sejarah perjuangan masyarakat Bali dalam peperangan ini perlu diteladani masyarakat Indonesia secara umum.
Sejarah Perang Puputan Badung Lengkap dengan Waktu Kejadiannya
Sebelum Indonesia berhasil merdeka, terdapat berbagai macam perlawanan dan peperangan yang terjadi. Salah satunya adalah Perang Puputan Badung.
Sejarah Perang Puputan Badung bermula dari terdamparnya Perahu Dagang berbendera Belanda di pantai Timur Kerajaan Badung. Kapal ini disebut sedang mengangkut barang milik orang Cina.
Namun oleh sebab kapal yang kandas dan perahu pecah, masyarakat Sanur berinisiatif untuk membantu menyelamatkan awak kapal dan isinya.
Tindakan ini tidak dianggap sebagai bantuan oleh Residen Belanda, bahkan rakyat Sanur dituduh merampas kapal dan mencuri isinya. Kemudian pihak Residen Belanda menuntut agar Raja Badung memberikan ganti rugi.
ADVERTISEMENT
Namun begitu, Raja Badung menolak untuk ganti rugi dan mengikuti semua ketentuan dan aturan yang diberlakukan oleh kolonial sehingga terjadi peperangan.
Dikutip dari buku berjudul Perubahan Sosial di Pedesaan Bali: Dualitas, Kebangkitan Adat, dan Demokrasi Lokal, yang disusun oleh Daddi Heryono Gunawan (2014: 117), peristiwa Perang Puputan Badung diawali dengan adanya pengiriman ekspedisi militer pemerintah Hindia Belanda ke Badung pada 1906.
Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk “menghukum” Kerajaan Badung yang dianggap membangkang. Pembangkangan ini karena kerajaan Badung tidak mau mematuhi ketentuan yang diberlakukan oleh pemerintah kolonial.
Peraturan yang diberlakukan oleh pemerintah Hindia Belanda setelah mengkonsolidasikan kekuasaan kolonialnya atas Bali adalah adanya ketentuan yang melarang praktik hak tawan karang dan mesetya.
ADVERTISEMENT
Hak tawan karang adalah hak bagi penduduk setempat untuk merampas isi kapal yang karam di wilayah pantainya. Sedangkan mesetya adalah praktik ritual dengan terjun ke nyala api tempat raja yang sudah meninggal dibakar atau yang dikenal dengan ngaben.
Hal ini biasanya dilakukan oleh para janda raja yang meninggal dan dibakar. Hal tersebut juga dianggap sebagai simbol kesetiaan dan kesucian sehidup semati.
Demikian pembahasan sejarah perang puputan Bandung beserta waktu kejadiannya. Ulasan ini dapat membantu masyarakat Indonesia untuk dapat memperkaya pengetahuan tentang sejarah perjuangan Indonesia sebelum kemerdekaan. (DAP)