Teori Konflik dalam Sosiologi Berdasarkan Pendapat Para Ahli

Sejarah dan Sosial
Artikel yang membahas seputar sejarah hingga topik sosial lainnya.
Konten dari Pengguna
24 Maret 2024 19:30 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sejarah dan Sosial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi teori konflik dalam sosiologi. Foto: Ryoji Iwata/Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi teori konflik dalam sosiologi. Foto: Ryoji Iwata/Unsplash
ADVERTISEMENT
Teori konflik dalam sosiologi telah dirumuskan oleh beberapa ahli. Setiap konflik memiliki penyebab dan pola masing-masing. Konflik juga menjadi gejala sosial yang akan selalu ada dalam kehidupan manusia.
ADVERTISEMENT
Inilah beberapa teori konflik dalam sosiologi berdasarkan pendapat para ahli yang perlu dipelajari.

Berbagai Teori Konflik dalam Sosiologi Berdasarkan Pendapat Ahli

Ilustrasi teori konflik dalam sosiologi. Foto: Timon Studler/Unsplash
Dalam situs p2k.stekom.ac.id, disebutkan bahwa teori konflik memandang perubahan sosial tak terjadi lewat proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi disebabkan adanya konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi berbeda dengan keadaan semula.
Pada dasarnya teori konflik berupaya menjelaskan berbagai fenomena disosiasi sosial. Sementara konflik sosial adalah interaksi yang terjadi antara satu pihak dengan pihak lainnya di masyarakat dan ditandai dengan perilaku saling menghancurkan, menekan, hingga mengancam.
Berikut beberapa teori konflik dalam sosiologi berdasarkan pendapat para ahli:

1. Teori Konflik Menurut Ralf Dahrendorf

Ralf Dahrendorf berpendapat bahwa konflik akan muncul lewat relasi-relasi sosial dalam sistem dan tak mungkin melibatkan individu maupun kelompok yang tak terhubung dalam sistem.
ADVERTISEMENT
Relasi-relasi pada struktur sosial ditentukan oleh kekuasaan. Kekuasaan ini memungkinkan pihak yang memilikinya meraih keuntungan serta memberi perintah pada mereka yang tak berkuasa. Konflik kepentingan menjadi hal yang tak bisa lepas dari relasi antara pemilik kekuasaan dan pihak yang tak berkuasa.
Selain itu, Ralf Dahrendorf juga melihat masyarakat sebagai sesuatu yang statis, tetapi bisa berubah karena terjadinya konflik sosial.

2. Teori Konflik Menurut Karl Marx

Karl Marx menyebut bahwa teori konflik merupakan bentuk pertentangan dari perbedaan kelas. Teori konflik yang dicetuskan oleh Karl Marx, menyatakan bahwa masyarakat berada dalam kondisi konflik tiada henti sebab adanya persaingan dalam mendapatkan sumber daya yang terbatas.
Selain itu, dalam teori konflik ini disebut jika tatanan sosial dipertahankan lewat dominasi serta kekuasaan, bukan melalui konformitas dan konsensus.
ADVERTISEMENT
Menurut teori konflik, mereka yang memiliki kekayaan dan kekuasaan akan berusaha mempertahankannya dengan bermacam cara, terutama menekan orang-orang lemah atau kelompok miskin yang tak berdaya. Individu maupun kelompok dalam masyarakat akan bekerja memaksimalkan kekuasaan dan kekayaan masing-masing.
Karl Marx pun mengamati perjuangan kelompok borjuis atau kelompok kecil kapitalis yang mempunyai alat memproduksi kekayaan dengan proletariat atau pekerja yang dieksploitasi kaum borjuis. Fenomena ini memicu pertentangan antarkelas yang berujung pada konflik.

3. Teori Konflik Menurut Lewis A. Coser

Lewis A. Coser berpendapat bahwa konflik mempunyai fungsi positif apabila dapat dikelola serta diekspresikan sewajarnya. Teori ini memandang sistem sosial memiliki sifat fungsional. Tak selalu negatif, konflik yang terjadi juga dapat memperkuat hubungan antarindividu dalam sebuah kelompok.
Bukan hanya itu, adanya konflik pun bisa menggerakkan anggota kelompok terisolasi sehingga akhirnya memiliki peran aktif dalam kegiatan kelompoknya.
ADVERTISEMENT
Demikian teori konflik dalam sosiologi yang dikemukakan oleh para ahli. Pada dasarnya pertentangan dalam kelompok memang selalu terjadi dan bisa menimbulkan konflik. Inilah yang kemudian dijelaskan dalam teori konflik. (DN)