Kisah Thayyibah, Ibu Laila Seorang Diri Besarkan 9 Anak Hingga Kuliah

Konten Media Partner
20 Juli 2019 21:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
SEORANG ayah menarik tangan anaknya usai mengetahui ia harus membayar Rp 4.140.000 uang kuliah anaknya di Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Suska, Pekanbaru.
zoom-in-whitePerbesar
SEORANG ayah menarik tangan anaknya usai mengetahui ia harus membayar Rp 4.140.000 uang kuliah anaknya di Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Suska, Pekanbaru.
ADVERTISEMENT
SELASAR RIAU, PEKANBARU - Selain kisah Rizki Romadiah dengan sang ayah kemudian viral di media sosial, ada cerita lebih menimpa sahabatnya sejak SMA serta dari kampung di Kabupaten Rokan Hulu, Riau.
ADVERTISEMENT
Sahabat Rizki tersebut, Laila Musfidatul, juga bernasib serupa dengan dirinya. Ibunda Laila, Thayyibah (48), menangis terisak-isak saat menceritakan kronologi dirinya bersama anaknya dibebankan biaya uang kuliah Rp 4.140.000 setiap semesternya.
Akibatnya, Laila harus mengurungkan niatnya menjadi mahasiswa di kampus UIN Sultan Syarif Kasim Pekanbaru sebelum beberapa donatur datang menolong meringankan bebannya.
Kepada Selasar Riau, Thayyibah bercerita kala ia datang ke Pekanbaru dari Rokan Hulu guna mengikuti prosesi wawancara Uang Kuliah Tunggal (UKT) kepada calon mahasiswa baru.
Saat diwawancarai, pihak kampus menyatakan, Laila harus membayarkan uang sejumlah Rp 4.140.000 setiap semesternya karena masuk dalam kategori UKT V. Meski akhirnya diturunkan menjadi UKT IV menjadi Rp 3,6 juta sesuai program studi dipilihnya, Pendidikan Kimia di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan.
ADVERTISEMENT
Padahal, Laila saat itu sudah bercerita kalau ia merupakan anak ke-6 dari 9 bersaudara. Ia sudah menjadi anak yatim sejak 11 tahun lalu.
"Ayahnya meninggal 11 tahun lalu, anak saya pertama waktu itu masih kelas 2 SMA, adik-adiknya masih sangat kecil," ujar Thayyibah.
Tak hanya itu, guru kitab kuning ini juga harus menghidupi keluarganya sendiri tanpa bantuan keluarga lainnya.
Thayyibah selalu disisihkan oleh keluarganya karena selain miskin ia juga punya banyak anak. Selain itu, karena sudah merasa disisihkan, ibunda Laila ini mengaku minder berkomunikasi dengan keluarga besarnya.
Guna memenuhi kebutuhan sehari-hari, Thayyibah menjalankan rutinitasnya sebagai guru pesantren di Padang Lawas, Sumatera Utara. Ia tidak bisa mengajar di sekolah umum, karena hanya lulusan MTs.
ADVERTISEMENT
"Mau kerja dimana lagi, saya cuma tamat MTs. Akan tetapi saya sudah kuasai kitab kuning, makanya bisa jadi pengajar di sana (pesantren)," ceritanya sambil tersedu-sedan.
Selain mengajar, Thayyibah juga terkadang mengisi ceramah di beberapa masjid. Honor sebagai penceramah sangat membantu perekonomian keluarganya. Namun, tak jarang ia tidak mendapatkan honor dari masjid ataupun mushalla ia datangi untuk berceramah.
Saat ini, Thayyibah hidup bersama sejumlah anak yatim di panti asuhan ia kelola. Panti Asuhan tersebut ia kelola berkat hibah rumah dan tanah pemberian jemaah tempat ia kerap berceramah.
Panti asuhan ini, kata Thayyibah, cukup jauh dari perkotaan. Sehingga minim bantuan dari pemerintah, namun berkat kerja kerasnya hingga hari ini sudah ada 6 donatur bersedia membantu panti asuhan tersebut.
ADVERTISEMENT
Di panti asuhan ini, Thayyibah hidup bersama dua anaknya, dan tujuh orang lainnya sudah hidup pisah dengannya, termasuk Laila.
Dua di Jakarta, satu di Medan, dua di Ujung Batu Rokan Hulu, satu adik Laila di Pasir Pangaraian serta dua adik Laila lainnya tinggal bersama Thayyibah di kampungnya. Semua anak Thayyibah belum ada berkeluarga.
"Di panti asuhan ini ada beberapa anak yatim dan anak terlantar. Sepedih-pedihnya kami masih bisa hidup, saya malah pernah tiga hari tidak makan," ceritanya.
Kini, Thayyibah menghadapkan adanya bantuan pendidikan kepada anaknya, Laila. Saat ini, anaknya juga berkuliah di Medan, Sumatera Utara, berkat bantuan seorang donatur, meskipun sesekali ia harus menalangi ketika bantuan macet.
"Kemarin saya malah membayar Rp 6 juta, itu pun hasil pinjam sana-sini," ceritanya.
ADVERTISEMENT
Untuk semester pertama, Laila sudah bisa membayarkan uang kuliah berkat bantuan dari seorang penulis di Jakarta. Bantuan tersebut sangat ia syukur, karena Laila sempat sedih terancam tak bisa kuliah.
"Saya bilang ke dia, sekarang kuliah saja dulu, mudah-mudahan nanti ada rezeki lagi," tutupnya.