Orkestra Pencitraan Sedang Dimainkan Wiranto dan Iqbal di Asap Riau

Konten Media Partner
20 September 2019 21:03 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
PRESIDEN Joko Widodo berjalan bersama Gubernur Riau, Syamsuar, dan Kapolda Riau, Irjen Pol Widodo Eko Prihastopo, Senin, 16 September 2019, di Bandara Sultan Syarif Kasim (SSK) II Pekanbaru.
zoom-in-whitePerbesar
PRESIDEN Joko Widodo berjalan bersama Gubernur Riau, Syamsuar, dan Kapolda Riau, Irjen Pol Widodo Eko Prihastopo, Senin, 16 September 2019, di Bandara Sultan Syarif Kasim (SSK) II Pekanbaru.
ADVERTISEMENT
SELASAR RIAU, PEKANBARU - Sehari setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali dengan selamat ke Istana Negara, Jakarta, warga Riau dikagetkan dengan pernyataan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukkam), Wiranto.
ADVERTISEMENT
Ketika itu, Wiranto, di kantornya, Rabu, 18 September 2019, memutarbalikkan fakta mengenai kondisi warga Riau berjumlah 6 juta yang hidup dengan menghirup udara berbahaya.
“Kemarin ketika saya mengunjungi bersama Presiden, antara realitas dikabarkan dengan realitas yang ada itu sangat berbeda. Ternyata kemarin waktu kita di Riau, itu tidak separah diberitakan,” kata Wiranto, di Gedung Kemenko Polhukam, Jakarta.
Presiden Jokowi berada di Riau selama dua hari, mendarat Senin malam, 16 September 2019, kemudian dilanjutkan esok harinya, Selasa, 17 September 2019, ke lokasi Karhutla, Kabupaten Pelalawan.
Pernyataan Wiranto tersebut membuat sakit hati 6 juta warga Riau itu, kemudian diikuti oleh Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Pol M Iqbal.
ADVERTISEMENT
Bagi Iqbal, Pekanbaru dan Riau, bukanlah provinsi baru ia kenal. Bagi jenderal bintang dua ini, dirinya pernah menjabat Kepala Satuan Lalulintas (Kasat Lantas) Polresta Pekanbaru, akhir 1990-an dan awal 2000-an, serta Wakapolres Dumai, sebelumnya akhirnya menghabiskan masa penugasan di Jawa Timur.
Hari ini, Jumat, 20 September 2019, Iqbal menepis anggapan asap akibat karhutla di Riau mengkhawatirkan. Ia mengklaim asap di Riau tidak separah seperti diberitakan oleh media.
"Saya kebetulan baru kemarin kembali dari Riau, mendampingi Bapak Kapolri dan saya sengaja satu hari di sana. Situasi sebenarnya di Pekanbaru dan sekitarnya, setelah pukul 11.00-12.00 WIB semua clear, langit biru tampak. Artinya tidak seutuhnya benar apa disampaikan media," kata Iqbal di Mabes Polri, Jakarta Selatan.
ADVERTISEMENT
Bahkan, menurut Iqbal, kegiatan warga Pekanbaru normal dan banyak yang beraktivitas di luar ruangan. Hanya saja, Iqbal belum memantau daerah selain Pekanbaru.
"Seluruh masyarakat beraktivitas seperti biasa ya, yang sekolah, yang beribadah, berekonomi, bahkan sampai malam keluar di taman-taman banyak ramai. Jadi tidak seutuhnya benar bahwa asap itu sangat darurat di situ di Pekanbaru. Saya belum mengecek di daerah lain, ya," kata Iqbal, dilansir dari Kumparan.com.
Lalu, apakah itu benar adanya? Menanggapi dua pernyataan tak sesuai fakta di Riau tersebut, anggota Komisi III DPR RI 2004-2009 asal Riau, Hj Azlaini Agus, SH, MH mengatakan, pemerintah tak mau dipersalahkan atas kelalaian mereka mengakibatkan Karhutla dan asap tebal berbahaya ini terjadi.
"Keduanya, Wiranto dan Iqbal, sedang bermain orkestra, membuat pencitraan. Presiden, termasuk Wiranto dan lain-lain, berkunjung ke lokasi Karhutla di Riau, Senin dan Selasa pekan ini, tanpa memakai masker. Dengan begitu memberi kesan seakan-akan Karhutla dan asap tebal di Riau "tidak parah"," kata Hj Azlaini Agus kepada Selasar Riau.
ADVERTISEMENT
Mantan Wakil Ketua Ombudsman Republik Indonesia (ORI) ini menjelaskan, sehari setelah Jokowi pulang kembali ke Jakarta, keluarlah pernyataan Wiranto, disusul hari ini dengan statemen Kapolri.
Kedua pejabat negara itu sama-sama menyatakan, Karhutla di Riau tidak separah pemberitaan.
"Padahal, Malaysia yang menerima dampak asap kiriman saja (dari Indonesia), sudah meliburkan anak sekolah dan para pekerja baik pegawai kerajaan (Government Officials) maupun pegawai swasta (Corporate Officials) sejak kemarin, Kamis," jelasnya.
Kondisi separah ini, tuturnya, tidak terjadi di tahun 2015 lalu. Selama ini dampak asap tidak separah seperti terjadi saat ini. Dampak asap, jelasnya, lintas batas 2019 ini sangat parah dialami Malaysia dan juga Singapura.
Siaga Darurat sejak 19 Februari hingga 31 Oktober 2019 dengan luasan terbakar 49.266 ha (Agustus 2019).
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data dirilis Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jumat, 20 September 2019, pukul 16.00 WIB, terpantau 303 titik panas dengan berasap dan ISPU 427 atau berbahaya serta 5.809 personel diturunkan untuk memadamkan lahan terbakar.