Tiga Bulan Kematian Harimau Sumatera Disembunyikan, Ada Apa?

Konten Media Partner
4 Juli 2019 0:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
PROSES evakuasi Harimau Sumatera jenis kelamin jantan dari lokasi terjerat perangkap ke Pusat Rehabilitasi di Dhamasraya, Sumatera Barat, Maret 2019. (Foto: BBSKDA)
zoom-in-whitePerbesar
PROSES evakuasi Harimau Sumatera jenis kelamin jantan dari lokasi terjerat perangkap ke Pusat Rehabilitasi di Dhamasraya, Sumatera Barat, Maret 2019. (Foto: BBSKDA)
ADVERTISEMENT
SELASAR RIAU, PEKANBARU - Inung Rio, Harimau Sumatera berjenis kelamin jantan yang diselamatkan dari jerat pemburu di Kabupaten Pelalawan, Riau, media Maret 2019 silam, ternyata sudah mati sejak April 2019.
ADVERTISEMENT
Matinya si belang itu usai dievakuasi dan dirawat di Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatra (PRHS) Dharmasraya, Sumatra Barat.
Bahkan, kematian harimau itu ternyata sudah terjadi pada April 2019 lalu. Tiga bulan berselang, kabar itu baru terungkap ke media.
Inung Rio terjerat perangkap pemburu harimau di areal eks Hak Pengusahaan Hutan (HPH) saat ini menjadi kawasan Restorasi Ekosistem (RE) PT Gemilang Cipta Nusantara (GCN) dalam rangka upaya pengembalian hutan secara alami kembali.
Lokasi harimau itu kena jerat perangkap di Desa Sangar, Kecamatan Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan. Akibat terkena jeratan, harimau tersebut mengalami luka parah di bagian kaki depan, bahkan sampai membusuk, pada Maret 2019 lalu.
Setelah berhasil dievakuasi, harimau dengan bobot mencapai 90 kilogram itu langsung dibawa ke Dharmasraya, Sumatera Barat. Di sana, dokter merawat satwa yang keberadaannya terus terancam ulah manusia.
ADVERTISEMENT
Beberapa hari usai dibawa ke lokasi itu, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau cukup aktif memberikan informasi penanganan si kucing belang itu. Akan tetapi, ternyata petugas tidak berhasil menangani luka yang diderita si Datuk hingga mati.
Bahkan, tidak ada informasi sama sekali terkait kematian si harimau Inung. Hingga kemudian terungkap ke media awal Juli 2019, satwa dilindungi tersebut tidak lagi bernyawa sejak April 2019 lalu.
Hingga kini belum ada keterangan resmi dari BBKSDA Riau terkait kematian harimau tersebut.
Namun, Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, KLHK RI, Ir. Wiratno membenarkan kematian harimau malang itu.
"Iya (mati). Detilnya saya cek dulu ke Pak Suharyono (Kepala BBKSDA Riau) ya, biar dirilis ke media," ujarnya kepada wartawan di Pekanbaru, Rabu, 3 Juli 2019.
ADVERTISEMENT
Suharyono sendiri pada akhir Maret lalu menyatakan pihaknya telah memeriksa keseluruhan kondisi harimau. Mulai dari pengukuran tubuh (Morfometri), pemeriksaan kesehatan secara keseluruhan, koleksi sampel, pemeriksaan USG, dan pengobatan kaki kiri depan yang terkena jerat.
"Terdapat 3 luka laserasi bagian medial kaki kiri merupakan bagian terparah dengan infeksi stadium 3 yang telah terbentuk jaringan nekrotik (jaringan membusuk)," katanya kala itu.
Infeksi itu memiliki diameter luka 4 cm, kedalaman 3cm. Dari dokumentasi visual foto, hal ini terlihat jelas.